Mengincar hype dan antisipasi gamer sebesar mungkin telah menjadi misi semua publisher dan developer game sebelum merilis game mereka. Segala macam cara dilakukan untuk berhasilkan misi tersebut, mulai dari perlihatkan gameplay demo yang menjanjikan, pers rilis ratusan kali akan game tersebut, hingga iklan dimana-mana mulai dari internet hingga Time Square. Merasa sangat tak sabar akan suatu game merupakan sesuatu yang normal, tetapi tak jarang game yang didapatkan tidak sesuai ekspektasi.
Dari sinilah muncul rasa skeptis ketika game tawarkan terlalu banyak janji, gameplay yang diperlihatkan terkesan biasa saja, dan pengembangan game semakin lama semakin tidak jelas kapan selesainya. Tak beda dengan tahun lalu, tahun 2019 dipenuhi dengan game besar yang memancing perasaan ini. Tak berarti game tersebut akan otomatis buruk. Selalu ada kesempatan tiap game melebihi ekspektasi gamer. Tetapi game-game berikut ini masih memberikan impresi yang meragukan untuk saat ini. Berikut game-game paling meragukan di tahun 2019:
Daftar isi
1. Anthem
Game sci-fi dengan fokus utama berada pada looting, grinding dan PvE, yup, Game ini pada dasarnya hanyalah Destiny versi Bioware. Sejauh ini Anthem tidak terlalu perlihatkan keunikannya sendiri dan benar-benar terlihat seperti clone dari game racikan Bungie tersebut. Ya… mungkin game miliki jetpack, tetapi core design dari gameplay masih sangat mirip dengan apa yang telah dilakukan oleh Destiny yang kini dapat kamu beli dengan sangat murah. Apabila kamu terlalu miskin, Warframe bisa kamu mainkan gratis dan mungkin akan miliki konten jauh lebih masif dari game ini melihat usianya yang sudah 5 tahun lebih.
Reputasi EA sebagai publisher game juga hingga saat ini masih dikenal gamer sebagai “mata duitan” dan kemungkinan takkan berubah dalam waktu dekat. Microtransaction sudah dipastikan hadir pada game ini, dan meskipun telah dikonfirmasi hanya semacam kosmetik semata, bisa diprediksi apabila EA akan suntikkan lebih banyak monetisasi kedalam game ini mau itu dalam bentuk DLC atau ekspansi yang seharga game.
2. Crackdown 3
Microsoft belum keluarkan eksklusif yang bagus mulai dari Xbox One dirilis. Berbeda dengan Sony yang terus hadirkan game eksklusif fantastis setiap tahunnya untuk PS4, game eksklusif yang ditawarkan Xbox One antara miliki kualitas yang pas-pasan atau malah dirilis untuk platform lain dalam waktu dekat.
Diluar dari ekspektasi rendah tersebut, alasan keraguan terhadap game ini sebenarnya lebih kearah pengembangan game yang terlihat penuh masalah. Game pertama kali diumumkan pada tahun 2014 silam dan awalnya direncanakan rilis pada tahun 2016. Entah apa yang terjadi selama pengembangan game, tetapi Crackdown 3 terus ditunda berkali-kali hingga pada akhirnya diharapkan rilis pada bulan Februari tahun ini. Dengan waktu pengembangan yang lama dan penundaan berkali-kali, game masih terlihat seperti masih butuh banyak waktu lagi. Dari gameplay terbaru yang dirilis pada bulan Desember 2018 kemarin, game terlihat sedikit outdated mau itu dari aspek visual, animasi maupun mekanik game.
Crackdown 3 mungkin memang tidak pernah difokuskan akan aspek visual atau mekanik super ambisius, tetapi presentasi game tetaplah pengaruhi impresi seseorang ketika melihat sebuat gameplay. Dan dari apa yang diperlihatkan sejauh ini, Crackdown 3 tidak terlihat seperti Crackdown next-gen yang diharapkan.
3. Rage 2
Avalanche Studios dalam beberapa tahun terakhir lebih fokus kerjakan beberapa proyek sekaligus ketimbang fokus pada satu proyek utama saja. Alhasil, game yang mereka rilis dalam beberapa tahun terakhir terkesan seperti game yang mungkin miliki banyak potensi tetapi eksekusinya setengah matang seperti Mad Max dan Just Cause 4. Rage 2 ditakutkan akan jatuh kedalam lubang yang sama meskipun proyek kali ini merupakan kolaborasi dari studio mereka dengan salah satu developer ternama FPS – ID Software.
4. Shenmue 3
Mulai dari game pertama, Shenmue merupakan game yang terlalu ambisius dalam mereplika dunia nyata dan film di waktu yang sama tetapi eksekusinya justru membuat game lebih terasa membosankan ketimbang immersif. Shenmue 3 mungkin akan berbeda dari kedua game pertamanya tetapi impresi buruk masih melekat akan game ini.
Dari trailer dan teaser yang diperlihatkan sejauh ini, game terlihat masih sangat meragukan. Mulai dari model karakter yang terlihat seperti boneka, minimnya gameplay yang dipertunjukan, animasi yang masih terkesan kaku, serta visual yang terlihat outdated. Dengan keberadaan Yakuza yang pada dasarnya merupakan suksesor dari franchise ini, apakah Shenmue 3 dapat memuaskan ekspektasi komunitasnya yang tergolong niche masih menjadi tanda tanya besar.
5. Bloodstained: Ritual of the Night
Alasan keraguan dari game ini tak terlepas dari apa yang terjadi pada Mighty No.9. Dibuat sama-sama oleh sosok penting dari franchise tercinta, sama-sama meminta dana dari fans, dan sama-sama ditunda berkali-kali, spiritual successor dari Castlevania: Symphony of the Night ini ditakutkan menjadi de javu dari proyek milik Keiji Inafune 3 tahun yang lalu.
Game spinoff yang dirilis lebih awal dari game ini yaitu Bloodstained: Curse of the Moon mungkin berhasil memuaskan nafsu nostalgia fans akan Castlevania lama. Tetapi tak menghentikan kesan skeptisisme dari proyek utama ini sendiri. Dari apa yang diperlihatkan sejauh ini, game tidak terlalu terlihat buruk, masih banyak hal yang perlu ditingkatkan dari proyek ini sebelum rilis.
6. Wolfenstein: Young Blood
Berbeda dengan dua game reboot sebelumnya, Young Blood akan menjadi game pertama di franchise ini dengan fitur co-op serta juga game pertama yang tidak fokus pada karaker B.J. Blazkowich. Tak ada yang salah dengan developer mencoba bereksperimen dengan IP yang mereka miliki. Tetapi melihat franchise ini sudah begitu ikonik sebagai game single-player dan dikenal sebagai cerita dari Blazkowich, perubahan drastis semacam ini rawan memberikan pengalaman bermain yang tidak sesuai harapan dari fans. Sebagai contoh, lihat saja apa yang terjadi dengan Fallout 76, Dead Space 3 atau Resident Evil 6. Seluruh game ini miliki direksi yang jauh berbeda dari game sebelumnya dan berakhir mengecewakan seluruh fans dari game tersebut. Young Blood miliki resiko yang serupa, tetapi kita takkan pernah tahu hingga dirilis nanti.
7. Code Vein
Soulslike menjadi subgenre yang meragukan ketika tidak diracik oleh From Software. Game seperti Lords of the Fallen, The Surge, Necropolis, dan lain-lain mencoba untuk mereplika pengalaman yang dimiliki oleh Dark Souls, Demon’s Souls maupun Bloodborne. Tetapi banyak diantaranya gagal dan hanya menjadi game alternatif selagi menunggu game Souls lain datang dari Hidetaka Miyazaki dan timnya.
Code Vein kemungkinan besar akan jatuh dalam kategori yang sama. Satu-satunya selling point dari game ini ialah visual anime yang kental. Sisanya mulai dari desain dan filosopi game sangatlah mirip dengan game Souls dari From Software. Dengan kehadiran Sekiro: Shadows Die Twice yang juga dirilis tahun ini, Code Vein kemungkinan besar hanya akan dijadikan game yang fans Souls incar karena tidak ada pilihan baru yang lain.
8. Control
Dikembangkan oleh Remedy Entertainment, Control terlihat seperti Quantum Break 2.0. Mulai dari presentasi visual hingga beberapa kekuatan yang dimiliki karakter utama, Control benar-benar terlihat seperti carbon copy dari game yang dirilis pada tahun 2016 tersebut. Inovasi dan kreatifitas developer memang pantas diacungi jempol ketika bicara soal mekanik di game, tetapi eksekusi keseluruhan dari Remedy dalam beberapa tahun terakhir selalu setengah matang dan tidak sesuai yang mereka ekspektasi. Setidaknya game ini telah lepas konsep live-action yang Quantum Break miliki tetapi tak menutup kesalahan yang sama tidak diulang mereka pada game satu ini.
9. Travis Strikes Again: No More Heroes
Meskipun tidak terlalu sukses secara finansial, No More Heroes miliki komunitas fans niche-nya sendiri. Dua game pertama yang dirilis untuk Wii tawarkan gameplay yang fantastis dan alur cerita yang konyol. 9 tahun setelah absen dari pasar gaming, tentunya fans dari franchise ini bahagia melihat Travis dapatkan game baru. Hanya saja game kali ini terlihat sangat buruk dibandingkan dua game sebelumnya.
Berbeda dengan dua game di Wii, Travis Strikes Back usung perspektif top-down. Tetapi masalah dari game ini bukanlah pada perspektif tersebut, tetapi dari gameplay itu sendiri. Dari apa yang diperlihatkan pada gameplay yang tersebar di internet, gameplay dari game eksklusif Switch ini terlihat sangat repetitif, minim variasi, serta kurangnya tantangan. Sayangnya masa depan dari No More Heroes bergantung pada game satu ini, tetapi karena impresi buruk yang didapatkan pemain sejauh ini. Kemungkinan besar franchise ini “mati” sangatlah besar.
10. Skull and Bones
Mulai dari saat pertama kali diumumkan, Skull and Bones terlihat seperti standalone dari sesi kapal di Assassin’s Creed IV: Black Flag, Origins dan Odyssey. Meskipun menjadi fitur favorit banyak fans dari Assassin’s Creed, harus kita akui apabila gameplay pada sesi ini semakin lama semakin repetitif dan kamu semakin lama hanya bermainkannya untuk beralih dari satu pulau ke pulau lain tanpa mempedulikan musuh mengajak kamu perang. Kini bayangkan apabila keseluruhan game fokus pada aspek tersebut.
Perilisan game dengan tema yang sama seperti Sea of Thieves juga menambah keraguan akan game ini. Latar bajak laut jarang ditelusuri oleh developer, maka harapnya game ini bisa tawarkan keunikan tersendiri lewat konsep ini. Hanya saja, dari yang diperlihatkan selama beberapa tahun terakhir, game terlihat butuh lebih dari sekedar perang antar kapal.