10 Video Game yang Mati Sesaat Setelah Dirilis

DEDGIM

Tak sedikit video game yang ingkar janji, kadang mereka merealisasikannya meskipun terlambat. Namun terkadang ia tak cocok dengan pasarnya sama sekali. Bisa karena playernya yang sedikit, bug, glitch, hingga kalah dengan game serupa yang lebih menarik darinya. Ironisnya, banyak sekali game yang kemudian harus menelan pil pahit berkat hal tersebut, bahkan tak lama setelah gamenya dirilis. Apa saja gamenya? Berikut 10 video game yang mati sesaat setelah dirilis.

Disclaimer: Game yang kami berikan relatif baru dan dari beberapa developer populer yang miliki kekuatan marketing yang sangat tinggi.

10. Brink


Terkadang, inovasi yang diberikan sebuah game menghancurkan segalanya, dan Brink tawarkan hal tersebut. Developernya, Splash Damage katakan bahwa gamenya akan miliki fitur Free Running Parkour yang mungkinkanmu untuk melakukan gerakan layaknya Assassin’s Creed di game first person shooter. Sayang, mereka tak memberikan apa yang diharapkan. Brink justru terlihat seperti game shooter biasa dengan elemen parkour yang sangat minim. Inovasinya yang setengah-setengah buat banyak player meninggalkannya.

9. Evolve


Inovasi merupakan hal yang sangat baik, dan Evolve hadirkannya dengan berikan 4 vs 1 multiplayer first person shooter yang belum pernah ada di zamannya. Sayang setelah gamenya dirilis, ia tak menjadi game eSports yang diharapkan oleh developernya. Kebanyakan disebabkan karena DLC yang sangat buruk. Bagaimana tidak? Siapa yang mau membayar $2 untuk skin senjata yang hanya berubah warnanya saja? Kamu mau?

Lalu, bagaimana dengan gameplaynya? Banyak player yang mengkritik bahwa 4 vs 1 tidak cukup efektif karena player harus berpencar di mapnya yang cukup luas untuk mencari monster yang juga diperankan oleh player lain. Buatnya ditinggalkan banyak player yang anggap ia tak lagi menjadi game yang menyenangkan. Usaha Turtle Rock Studios untuk jadikannya game free-to-play bertajuk Evolve 2.0 sudah sangat terlambat dan tak buahkan hasil sama sekali.

8. Homefront: The Revolution


Merilis video game first person shooter mungkin akan jadi sebuah tantangan besar bagi para developer, karena mereka harus bersaing langsung oleh dua raksasa Call of Duty dan Battlefield. Seri pertama Homefront memang miliki ide dan inovasi yang luar biasa, namun dengan review yang biasa saja, tak membutuhkan waktu lama bagi player untuk meninggalkannya. Tak ada hal yang spesial darinya selain elemen crafting dan salah satu elemen augment weapon layaknya Crysis.

7. Medal of Honor Warfighter


Medal of Honor Warfighter mungkin bisa dibilang merupakan hasil eksperimen EA dan DICE untuk pengembangan engine Frostbite miliknya. Mereka mencampur adukkan semua hal yang ada di game FPS populer untuk dijadikan satu dengannya. Buatnya menjadi salah satu game yang tak miliki identitas utama yang menjadi ciri khasnya. Banyaknya bug, glitch, dan masalah koneksi di multiplayernya menjadi salah satu alasan kenapa ia ditinggalkan playernya dengan sangat cepat. Hal lain adalah tak maunya EA untuk mengirimkan review copy kepada para media bahkan sekelas IGN untuk mereviewnya sebelum dirilis. Sebuah hal yang cukup disayangkan, mengingat gamenya miliki mekanisme gameplay yang sangat baik.

6. Umbrella Corps


Kita tentu tahu bahwa Resident Evil tak membutuhkan mode multiplayer dan wajib untuk berada pada seri single playernya saja. Entah apa yang dipikirkan Capcom untuk merilis Umbrella Corps atas dasar franchise game horrornya tersebut. Gamenya paling simple bisa dideskripsikan sebagai campuran antara Call of Duty dan Resident Evil namun tanpa cerita sama sekali dan hanya hadirkan elemen dari keduanya: fast-paced shooter + zombie. Banyaknya bug dan glitch buatnya “tak bisa dimainkan”, hilangkan banyak player yang “menyukainya”.

Buat kamu yang pengen topup Google Play, Steam Wallet, PlayStation Network, ataupun Nintendo eShop yang paling murah dan terjamin, coba cek RRQ TopUp ya! Jangan lupa juga, gunakan kode voucher “GAMEBROTT” di RRQ TopUp untuk dapet potongan harga spesial buat kamu.

5. The Culling II


Jika kamu berpikir bahwa The Culling II merupakan PlayerUnknown’s Battlegrounds, maka sepertinya kamu perlu kacamata baru. Benar, gamenya memang sangat mirip dengan game rancangan Brendan Greene yang saat ini juga populer di Indonesia (versi mobilenya), namun dengan lebih banyak glitch, bug, tanpa kendaraan, dan player yang lebih sedikit yakni 50 player. Membuatnya tak miliki banyak player karena PUBG dan Fortnite jauh lebih baik. Developernya, Xaviant akhirnya melakukan refund bagi semua player yang telah membelinya dan menyadari atas kesalahannya. Mereka mengaku akan membuat proyek baru.

4. LawBreakers


Membuat IP baru bukan perkara mudah, namun untuk mendapatkan banyak gamer tentunya developer harus berikan sesuatu yang unik dari game yang serupa, dalam kasus ini adalah raksasa Overwatch milik Blizzard. Meski cukup jauh berbeda dari game tersebut dan lebih condong miliki gameplay seperti Quake dan Unreal Tournament, LawBreakers sering dikomparasikan dengannya. Sayang, kritik positif dari kebanyakan gamer tak buatnya miliki player yang cukup agar developernya bisa makan, kamu sudah tahu alasannya, Overwatch lebih populer.

3. Titanfall 2


Dari sekian banyak game, Titanfall 2 merupakan salah satu korban dari keadaan. EA sebagai publishernya secara tak langsung ingin matikan gamenya. Bagaimana tidak? Ia dirilis seminggu setelah perilisan Battlefield 1 dan seminggu sebelum Call of Duty Infinite Warfare. Tentunya franchise yang masih miliki nama yang belum cukup besar ini langsung mati karena digerus oleh dua raksasa yang telah melalangbuana selama bertahun-tahun. Gameplaynya yang apik dan ceritanya yang akan ingatkan kita pada seri Call of Duty Modern Warfare tentu bukan menjadi alasan game ini tak laku, cuman kurang beruntung aja berkat kelalaian EA.

2. Radical Heights


Tak menyerah karena gagal dengan LawBreakers, Boss Key Production mencoba hal baru dengan terjun ke genre battle royale dengan Radical Heights yang sisipi tema budaya Amerika jadul kisaran tahun 70-80-an. Berbeda dengan PlayerUnknown’s Battlegrounds yang super serius, Radical Heights dibalut dengan elemen fun dan permainan layaknya acara TV yang unik. Sayang, developernya harus bubar satu bulan setelah ia dirilis di Steam sebagai game Early Access.

1. Battleborn


Selain LawBreakers, Battleborn merupakan korban kedua atas kepopuleran Overwatch. Angkat tema first person shooter dengan mode MOBA layaknya DotA 2, game buatan GearBox Software tersebut langsung kehilangan banyak player setelah tiga minggu kemudian, Blizzard merilis Overwatch. Gameplaynya sangat menarik tanpa miliki banyak masalah. Membuat Battleborn cukup sayang harus berakhir mengenaskan karena playernya yang merosot tajam. Usaha mereka jadikannya game free-to-play juga tak membuahkan hasil sama sekali.

Bagaimana menurutmu? Apakah ada game lain yang kami lewatkan untuk masuk list? Kamu bisa mencantumkannya di komentar. Ingin melihat list seperti ini? Kamu bisa langsung membacanya melalui link berikut agar tetap pintar dan berwawasan luas di industri video game.

Exit mobile version