Tak ada orang yang sempurna, dan ketika semua orang tidak sempurna ini dikumpulkan dalam satu perusahaan, kemungkinan proyek yang mereka buat tidak sesuai harapan sangatlah besar. Namun terkadang kesalahan tersebut terlupakan dikarenakan developer tersebut lebih sering memberikan karya bagus ketimbang yang buruk. Pada artikel ini, kami akan menyebutkan game-game buruk yang dibuat oleh developer dengan reputasi baik. Siapa saja mereka? Mari kita lihat saja langsung.
Daftar isi
1. Semua game yang diterbitkan bersama Activision – Platinum Games
Platinum Games merupakan studio dibalik beberapa game action terbaik yang ada saat ini seperti Bayonetta, Vanquish, dan Metal Gear Rising: Revegeance. Mendengar studio besutan kreator Resident Evil, Okami dan Devil May Cry ini tengah kerjakan game adaptasi dari kartun populer The Legend of Korra, Transformer dan TMNT seakan menjadi kombinasi yang sempurna, wajar apabila gamer merasa optimis. Namun ekspektasi tidak selalu berbuah manis. Ketiga game adaptasi tersebut merupakan tiga game terburuk yang pernah diproduksi dari studio tersebut hingga saat ini.
Mulai dari gameplay repetitive, sistem combat yang tergolong terlalu simplistik, dan naratif yang dibawakan dengan cara terlalu sederhana menjadi alasan mengapa game ini tidak lah sesuai dengan standar kualitas yang biasanya Platinum Games berikan dalam beberapa tahun terakhir. Budget rendah dan waktu pengembangan yang sebentar diisukan menjadi alasan menurunnya kualitas ketiga game tersebut, namun kita takkan pernah tahu pasti. Untungnya Platinum Games bayar tuntas kesalahan beruntun ini dengan Nier Automata di tahun kemarin.
2. Shrek – DICE
DICE merupakan studio dibalik Battlefield dan Frostbite Engine. Ketika kamu melihat nama studio asal Swedia ini, maka kamu tahu jika kamu akan dapatkan game aksi dengan visual menawan dan juga gameplay penuh ledakan yang dapat membuat Michael Bay basahi celananya. Battlefront mungkin dapatkan resepsi buruk oleh banyak gamer, namun mayoritas komentar negatif akan game tersebut hadir karena monetisasi game. Ketika bicara soal gamenya sendiri, kedua seri Battlefront jauh dari kata buruk.
Bicara soal buruk, sebelum merilis Battlefield 1942 DICE sebelumnya merupakan studio yang buat game dengan genre apapun dan tema apapun. Salah satu game terdahulu mereka ialah game adaptasi Shrek untuk Xbox dan Gamecube, dan seperti yang kamu tebak… game tersebut jauh dari kata bintang lima. Plot tidak sejalan dengan film, kontrol yang buruk, serta misi yang repetitif membuat game ini menjadi game yang buruk bahkan untuk standar game adaptasi film.
3. Daikatana – Ion Storm
Ion Storm terlihat seperti developer PC sempurna pada awalnya. Dipimpin oleh John Romero – level desainer Doom, Tom Hall – Veteran dari ID Software, dan Warren Spector – kreator dari System Shock, studio ini terlihat mustahil dapat membuat game buruk.
Studio ini berhasil rilis beberapa mahakarya seperti Deus Ex dan Thief: Deadly Shadows selama 6 tahun berdiri. Namun dibalik kesuksesan kedua game tersebut, studio ini juga bertanggun jawab atas salah satu FPS terburuk di tahun 2000 – Daikatana. Visual yang ketinggalan zaman, AI yang bermasalah, dan marketting kontroversial sebelum rilis membuat reputasi John Romero jatuh drastis dimata penggemar Doom. Usai Daikatana, Romero masih kembangkan video game hingga saat ini, namun tak lagi ingin menghebohkan namanya layaknya saat pengembangan Daikatana.
4. Way of the Warrior – Naughty Dog
Untuk sekarang mungkin Naughty Dog tidak dapat diragukan lagi dalam memberikan game single-player berkualitas, akan tetapi semua kesuksesan pasti dimulai dari sesuatu. Awal keberhasilan Naughty Dog dimulai dari Crash Bandicoot yang merupakan game yang mencoba mengkapitalisasi kepopuleran Super Mario dan Sonic the Hedgehog, namun sebelum game tersebut, Naughty Dog telah rilis beberapa game lain yang dimana salah satunya mencoba memamfaatkan kepopuleran dari Mortal Kombat.
Way of the Warrior menjadi salah satu game yang dimaksud dan bisa dikatakan jika game ini menjadi yang terburuk dari seluruh game-game awal yang dirilis oleh studio asal Amerika ini. Game tersebut dipuji akan visual dan animasi yang baik, akan tetapi dikritik keras akan kontrol, loading yang lama, sound effect yang tidak memuaskan, dan terlihat seperti tiruan murahan dari Mortal Kombat.
Kualitas yang buruk dan dijual untuk console yang tidak laku membuat Naughty Dog terancam bangkrut di 1995. Namun untungnya kerja sama dengan Universal Interactive Studios dalam membuat game platformer (yang pada akhirnya menjadi Crash Bandicoot) memberikan mereka kesempatan kedua untuk tetap berada di industri gaming.
5. Wii Music – Nintendo EAD
Wii pada dasarnya menjadi eksperimen dari Nintendo yang ingin mencoba teknologi motion control. Memamfaatkan gimmick tersebut, Nintendo merilis berbagai game yang mamfaatkan teknologi tersebut seperti Wii Sports, Wii Play, Wii Fit, dan Wii Music.
Dari seluruh game diatas, Wii Music mungkin menjadi seri terburuk. Diluar dari koleksi musik yang bagus dan penuh nostalgia Nintendo, gameplay dari Wii Music bukanlah sesuatu yang berhak disebut “fun” karena keseluruhan gameplay yang hanya berfokus pada menggoyangkan controller dan menekan 3 tombol. Wii Music mungkin bukanlah game dengan motion control terburuk yang pernah ada, namun game ini menjadi salah satu contoh jika gimmick tidak selalu setimpal dengan “fun”.
6. Steel Battalion: Heavy Armor – From Software
Satu lagi game yang mencoba memamfaatkan gimmick motion control. Namun berbeda dengan Wii Music yang setidaknya miliki controller fisik, Steel Battalion: Heavy Armor mencoba membuat pemain merasa berada di dalam game ketika mereka tidak menyentuh apapun. Jika dipikir-pikir kembali, mungkin itulah alasan besar mengapa Kinect dari Microsoft gagal total.
Steel Battalion: Heavy Armor dikembangkan oleh From Software, developer dibalik Armored Core, Demons’ Souls, Dark Souls dan juga Bloodborne. Bisa dibilang jika developer satu ini tidak dapat diragukan lagi ketika membuat game sulit, namun kesulitan dari Steel Batallion tidak hadir dalam desain gameplay, namun dari kontrol Kinect yang tidak berfungsi sama sekali dalam membaca pergerakkan pemain. Sayangnya adalah game ini bisa saja menjadi game yang bagus apabila pemain tidak direstriksi untuk harus gunakan Kinect. Mungkin tidak sebagus game-game From Software lainnya, namun setidaknya bisa dimainkan pemain tanpa harus membuat pemain terlihat seperti orang gila.
7. Home Alone – Bethesda
Bethesda mungkin menjadi salah satu developer terbesar saat ini karena kesuksesan franchise The Elder Scrolls dan Fallout yang dimana kedua franchise tersebut tawarkan gameplay adiktif, penuh konten, dan aksesbilitas modding untuk menambah konten lebih banyak lagi. Namun sebelum membuat kedua franchise besar tersebut, Bethesda layaknya DICE memulai studio mereka dengan kumpulan game kecil dan game adaptasi. Game adaptasi yang dimaksud ialah game adaptasi dari film komedi tahun 1990 – Home Alone.
Bagaimana kamu bahkan dapat membuat game dari film tentang anak kecil yang membuat perangkap-perangkap Jigsaw untuk para maling yang mencoba memasuki rumahnya? Bethesda tampaknya tidak tahu jawaban dari pertanyaan tersebut dan membuat gameplay di game sekedar berbasis pada Kevin melarikan diri selama mungkin dan mengambil item untuk menahan kedua musuh di tempat selama beberapa detik. Item yang dapat diambil pun sedikit mengundang tanda tanya dan fungsinya sama saja, membuat gameplay terkesan tidak ada taktik dan variasi sama sekali.
8. Sonic Chronicles – Bioware
Premis dari franchise Sonic the Hedgehog ialah menyelesaikan level platforming dengan secepat mungkin. Namu Sega terlihat seperti ingin lakukan semua yang dilakukan oleh Mario. Ketika Mario rilis Super Mario Kart, Sega ikut merilis game dengan genre serupa, ketika Mario dapatkan Mario Party, Sega ikut-ikutan merilis spinoff dengan genre serupa. Dan ketika Nintendo buat spinoff RPG dari Mario, Sega seakan “Ok, kita ikut saja” dan menyuruh salah satu developer RPG terbaik barat untuk lakukan tugas tersebut. Siapa lagi yang cocok untuk proyek ini selain dari developer dari Baldur’s Gate, Dragon Age, dan Mass Effect – Bioware.
Kamu mungkin merasa jika Mass Effect Andromeda merupakan game terburuk dari studio ini, namun seburuk-buruknya game tersebut, setidaknya punya semacam production value. Sonic Chronicles secara desain terlihat murahan dan rushed mulai dari segi presentasi dan gameplay. Cutscene di game terlihat seperti animasi flash, potrait karakter terlihat tidak konsisten, visual yang gabungkan 3D model diatas 2D background terlalu mengalih perhatian, dan sistem combat yang terkesan setengah matang ditambah dengan UI yang sangat kecil untuk disentuh. Banyak orang mungkin masih tetap menyenangi game ini hanya karena ini adalah game Sonic, namun ketika dibandingkan dengan game RPG lain di DS dan bahkan game RPG dari Mario, Sonic Chronicles menjadi entry yang buruk.
9. Ricochet – Valve
Gamer PC menyenangi Valve bukan sekedar karena DOTA 2 ataupun Steam, tetapi Valve sendiri memang telah merilis beberapa game berkualitas seperti Half Life, Counter Strike, dan Team Fortress. Valve juga merupakan developer yang mengundang banyak pertanyaan seperti “Kapan Half Life 3 dirilis?”, “Kapan diskon selanjutnya?”, dan “WTF is Ricochet?“
Jujur saja, hingga saat ini saya tidak terlalu tahu game seperti apa Ricochet ini. Bahkan setelah melihat beberapa gameplay di Youtube, saya masih bingung dan keseluruhan premis dari game terlihat seperti ripoff dari Tron. Bahkan jika saya mengerti game seperti apa ini, kecil kemungkinan hal tersebut dapat mengubah fakta jika Ricochet merupakan eksperimen buruk dari Valve dan selamanya hanya akan menjadi meme di mata penggemarnya.
10. Justice League Task Force – Blizzard
Selain dari Valve, Blizzard menjadi perusahaan paling ikonik di PC. Telah merilis game-game legendaris seperti Diablo, Starcraft dan Warcraft, kemampuan studio ini dalam ciptakan game eksklusif PC hampir tak dapat diragukan lagi. Sebelum fokus dalam genre strategy dan RPG, Blizzard sebelumnya telah merilis beberapa game dengan genre berbeda, Justice League Task Force menjadi salah satunya dan mungkin game terburuk yang mereka rilis selama 2 dekade lebih berdiri.
Justice League Task Force mencoba mereplika gameplay dari Street Fighter II tetapi dengan karakter-karatker dari DC. Meskipun premis tersebut terdengar menarik, hasil akhir dari game ini jauh dari ekspektasi tersebut. Animasi buruk, kontrol yang riber untuk keluarkan special move, dan special move itu sendiri terkesan terlalu underwhelming membuat kritikus memberikan rating rendah pada game satu ini. Kini apabila kamu bertanya mengapa Blizzard tak pernah menyentuh genre fighting lagi, mungkin game ini bisa menjadi jawaban singkat dari pertanyaan tersebut.
11. Seluruh game setelah dibeli Microsoft – Rare
Apabila kamu gamer Nintendo di era 90-an, maka kamu tahu jika Rare dulunya adalah developer yang tak dapat diragukan lagi selain dari Nintendo. Donkey Kong Country, Banjo-Kazooie, dan Conker’s Bad Fur Day sama-sama miliki gaya unik tersendiri, platforming yang menyenangkan, karakter ikonik, dan musik yang catchy. Akan tetapi masa-masa indah tersebut mati setelah studio tersebut dibeli oleh Microsoft.
Tak hanya mereka tidak lagi membuat sekuel dari franchise ikonik mereka, tetapi game-game yang dirilis setelah diakuisisi Microsoft jauh dari kualitas game-game sebelumnya saat masih bersama Nintendo. Game-game Kinect, Perfect Dark Zero, dan Banjo Kazooie: Nuts and Bolts membuat kecewa fans lama dari Rare. Dan kini Sea of Thieves – game yang diklaim menjadi proyek paling ambisius tim tersebut, hanya menjadi game open-world penuh dengan fetch quest yang sama dan minim konten. Mayoritas staff veteran telah tinggalkan studio ini setelah diakuisisi oleh Microsoft, dan fans khawatir jika masa emas Rare mungkin takkan pernah kembali lagi.