7 Game Bagus Tetapi Tak Laris di Pasaran

Game Bagus Tetapi Tak Laris

Game Bagus Tetapi Tak Laris – Kesuksesan tentunya menjadi target dari semua developer game. Semua ingin game yang mereka buat susah payah bersama tim puluhan hingga ratusan orang diterima dengan baik dan terjual laris di pasaran.

Game-game berikut berhasil mencapai resepsi positif dari game, namun pujian dan pendapat baik itu tak selalu sejalan lurus dengan penjualan yang baik. Game-game pada daftar ini gagal mencapai target penjualan mereka yang berakibat sekuel tak mendapat lampu hijau atau bahkan membuat perusahaan tutup operasional.

Game Bagus Tetapi Tak Laris di Pasaran

7 Game Bagus Tetapi Tak Laris Di Pasaran

Berikut ini 7 game bagus tetapi tak laris di pasaran:

1. Okami

Okami

Okami merupakan mahakarya dari Clover Studios yang merupakan studio dari Shinji Mikami, Hideki Kamiya, dan deretan legenda Capcom lainnya. Game ini miliki visual yang terlihat seperti lukisan tinta yang begitu menggoda, dan belasan tahun kemudian masih terlihat begitu indah.

Dari segi gameplay juga, game ini hadir dengan genre action yang unik di mana kamu bermain sebagai serigala dengan pertarungan sesekali memintamu membuat goresan tinta layaknya kamu berperan sebagai pelukis.

Meski dicap sebagai salah satu game modern terbaik, Okami gagal terjual di pasaran. Game telah dirilis untuk PS2 sebelum dirilis ulang ke Nintendo Wii, dan dirilis lagi ke console modern mulai dari PS3, PS4, Xbox One, dan juga PC. Tetapi menurut data yang tersedia, game hanya terjual 3,8 juta kopi. Angka tersebut begitu buruk melihat berapa kali game ini dirilis ulang.

Okami bersama God Hand menjadi dua game terakhir Clover Games sebelum akhirnya ditutup dan Hideki Kamiya membangun studio baru yakni Platinum Games, sedangkan Shinji Mikami membentuk Tango Software.

2. Spec Ops: The Line

Spec Ops: The Line

Spec Ops: The Line akan selamanya membuat para pemainnya terkenang akan naratif yang begitu mindblowing. Game menceritakan cerita tim prajurit Amerika Serikat yang ditugaskan mengatasi konfrontasi di Dubai yang baru saja diterpa oleh badai pasir.

Jalan cerita perlahan tapi pasti menjadi gelap lewat deretan kejutan dan momen traumatis sebelum mencapai klimaks yang begitu sempurna.

Sayangnya game ini tidak terjual begtu baik, oversaturasi di genre shooter ditambah dengan game dipasarkan bagaikan game militer biasa di mana kamu bermain sebagai one-man army dan bukan cerita fantastis akan konsekuensi perang membuat banyak gamer lewatkan game ini.

3. Psychonauts

Psychonauts

Psychonauts merupakan mahakarya dari Double Fine ketika masih menjadi studio independen. Game mengusung genre platformer dengan fokus naratif yang dipresentasikan bagaikan film animasi.

Game menceritakan Razputin seorang anak kecil dengan kemampuan psikis yang ingin bergabung dengan kelompok Psychonauts. Jalan cerita semakin bertambah kompleks dengan fokus pada memori, mental, dan trauma tiap karakter yang mungkin tak diekspektasi oleh para pemain melihat visual kartun yang diusung.

Game ini tidak mendapat ekspektasi publisher meski mendapat review gemilang. Game hanya terjual 400 ribu unit untuk versi fisiknya di tahun 2012 lalu. Hal ini membuat potensi sekuel begitu kecil hingga Tim Schafer memutuskan untuk membuka kampanye Kickstarter untuk kumpulkan dana. Proyek sekuel itu baru dapat rampung setelah studio dibeli oleh Xbox.

4. System Shock 2

System Shock 2

System Shock 2 menjadi salah satu game paling berpengaruh dan menjadi fondasi banyak game modern saat ini, dan juga inspirasi untuk Arkane Studios, developer dari Dishonored dan Prey.

Game ini memperkuat formula immersive sim yang secara konsep merupakan game di mana semua permasalahan dapat diatasi dengan pemain lewat cara apapun, memberikan kesan sandbox dan eksperimentasi yang terkadang solusi itu di luar apa yang didesain oleh developer.

Meski mendapat resepsi baik, game ini gagal menemui ekspektasi penjualan yang alhasil proyek game ketiga tidak disetujui. Irrational Games pada akhirnya manfaatkan apa yang mereka pelajari dari game ini dengan membuat suksesor yang lebih sukses yakni Bioshock.

5. Beyond Good and Evil

Beyond Good and Evil

Sebelum terjebak hanya membuat Far Cry dan Assassin’s Creed, Ubisoft merupakan studio yang tergolong sangat bervariasi akan portfolio mereka. Mereka produksi Prince of Persia, Rayman, Ghost Recon, dan Rainbow Six. Semua di antaranya berbeda-beda genre dan miliki gameplay yang bermacam juga.

Beyond Good and Evil menjadi percobaan Ubisoft membangun game petualangan ala Zelda. Game fokus pada protagonis Jade, seorang jurnalis yang ditugaskan untuk berpetualang melakukan deretan investigasi untuk mendapatkan dana yang akan digunakan untuk memulihkan proteksi sebuah panti asuhan yang terus diserang oleh makhluk DomZ.

Game miliki jalan cerita dan semesta yang unik ditambah dengan petualangan yang seru dari awal sampai akhir. Game mendapat resepsi baik, tetapi penjualannya yang tidak sesukses proyek lain Ubisoft membuat sekuel terus terabaikan dan dirombak berkali-kali untuk menyesuaikan dengan permintaan pasar.

Hingga saat ini, proyek sekuel dipertanyakan sampai mana progresnya dan kemungkinan besar telah dibatalkan untuk yang kedua kalinya.

6. Grim Fandango

Grim Fandango

Satu lagi game dari Double Fine dan kali ini ialah game petualangan point and click dengan latar land of the dead. Kamu bermain sebagai Manny yang kesulitan mencari “klien” dengan prospek baik yang membuatnya terancam dipecat dari agensi travel kematian.

Manny terpaksa mencuri klien orang lain yang miliki prospek baik yang dia yakini akan selamatkan karirnya, namun tanpa disangka klien tersebut menjadi awal dari petualangan yang penuh lika-liku.

Game mendapat review positif untuk naratif yang begitu baik, namun lagi-lagi, game tidak terjual laris di pasaran kemungkinan besar karena pasar game puzzle dan point-and-click sudah tidak sepopuler akhir 90-an dulu.

7. Eternal Darkness

Eternal Darkness

Ketika bicara soal Nintendo, kamu tentunya ekspektasi game family-friendly tanpa kekerasan berdarah atau elemen horor. Hingga saat ini, itulah ekspektasi gamer dan masyarakat umum akan perusahaan tersebut. Maka ketika Nintendo mendadak dapat game first-party dengan rating remaja ke atas, audiens akan dibuat bingung.

Eternal Darkness menjadi salah satu game first-party pertama Nintendo yang mendapat rating remaja. Game dari Silicon Knights ini mengusung 4 latar dengan era waktu yang berbeda-beda.

Game mengusung genre survival horror dengan momen yang paling ikonik ialah deretan 4th wall breaking yang terjadi secara acak mulai dari BSOD (blue screen of death), atau volume TV yang dibuat kecil, dan deretan aksi yang membuat game seakan-akan terkutuk.

Game gagal mencapai target penjualan yang membuat rencana sekuel terpaksa dibatalkan. Perusahaan mencoba membuat suksesor lewat kampanye Kickstarter, tetapi gagal menemui target dana yang dibutuhkan.


Baca pula informasi Gamebrott lainnya tentang Game Terbaik beserta dengan kabar-kabar menarik lainnya seputar dunia video game dari saya, Muhammad Maulana. For further information and other inquiries, you can contact us via author@gamebrott.com

Exit mobile version