8 Game yang Dibenci oleh Kreatornya Sendiri

Cover 2

Pengembangan sebuah game menjadi proses yang bertele-tele, melelahkan, dan tak selalu menjamin kesuksesan komersil maupun secara kritis di mata gamer, maka dari itu developer takkan pernah segan untuk menaruh namanya didalam credits game atau bahkan judul game itu sendiri karena merasa bangga akan telah berhasil menyelesaikan proyek yang dia kerjakan selama bertahun-tahun.

Namun manusia tak pernah merasa puas, bahkan dengan hasil karyanya sendiri, hingga memunculkan rasa benci dari sang developer kepada game yang dia kerjakan mati-matian karena satu aspek yang tidak berjalan sesuai rencana atau karena keputusan yang berbeda antara apa yang dikerjakan dengan visi yang dia miliki.

Berikut  game yang tidak disenangi oleh developernya sendiri:


1. Jordan Mechner – Prince of Persia: Warrior Within

Jordan Mechner merupakan kreator dari Prince of Persia , sebuah proyek kecil yang dia kerjakan tepat setelah dia lulus dari Yale University. Game action-adventure ini dikembangkan selama waktu 3 tahun dan selama waktu tersebut dia juga mengerjakan game lain berjudul Karateka bersama studio Broderbund Software.

Visi yang dimiliki Jordan untuk franchise yang dia ciptakan ini adalah sebuah game petualangan bertema arabia yang banyak mengambil inspirasi dari Arabian Nights, Robin Hood dan Raiders of the Last Ark. Dia berharap game tersebut dapat dimainkan oleh siapapun meski dengan beberapa kekerasan yang ada, semuanya dibawakan dengan tidak terlalu berlebihan maupun terlalu serius.

Ketika lisensi dari franchise ini dibeli oleh Ubisoft pada tahun 2001, dia kembali terlibat dalam beberapa seri dari franchise ini mulai dari The Sands of Time, Warrior Withing dan The Two Thrones. Dengan tim yang lebih besar dan bantuan dari publisher besar, semuanya mungkin terdengar berjalan lancar khususnya melihat ketiga game tersebut dapatkan resepsi yang sangat baik dari gamer dan kritikus, namun Jordan Mechner merasa tidak puas pada seri kedua dan ketiga yang dia kembangkan setelah dibeli Ubisoft ini.

Warrior Within dan The Two Thrones membawakan direksi game yang jauh dari apa yang dia inginkan. Apabila sebelumnya dia ingin franchise ini dibuat “semua umur” layaknya bagaimana ketiga inspirasi terbesarnya dapat dinikmati oleh semua orang. Warrior Within perlihatkan pola cerita yang terlalu serius, gameplay yang bawa kekerasan di game mencapai rating M, dan gaya visual yang terlalu edgy dari yang ada di visinya. Perbedaan direksi ini membuat Jordan Mechner dilaporkan mengeluarkan diri dari pengembangan game dan bahkan pensiun dari dunia pengembangan game untuk beralih ke industri TV.


2. Dong Nguyen – Flappy Bird

Masih ingat dengan game satu ini, masih ingat ketika semua orang tak mau stop membicarakan game ini dan betapa sulit dan adiktif gameplay yang dimiliki game? Di masa-masa populernya yaitu pada 2014 silam, salah satu orang yang membenci kepopuleran game ini bukan hanya para hater, tetapi sang developer dan kreator sendiri – Dong Nguyen. Pria asal Vietnam ini memutuskan untuk menghapus game dari Playstore dan App Store setelah popularitas game berada dalam puncaknya. Banyak orang pada saat itu mengira bahwa keputusan tersebut dikarenakan masalah copyright dengan pihak Nintendo melihat game memakai sedikit asset dari salah satu game mereka, namun pada kenyataannya keputusan ini diambil karena Dong Nguyen muak dengan popularitas yang dia dan game tersebut dapatkan.

Dong Nguyen ingin Flappy Birds menjadi game yang dapat dimainkan untuk bersantai meski dengan gameplay sulit yang dimiliki, bukan sesuatu yang adiktif layaknya dipandang banyak pemain saat itu. Nguyen akui popularitas yang didapatkan Flappy Bird menjadi beban dalam hidupnya hingga membuatnya sulit tidur dan satu-satunya cara untuk mengatasinya ialah dengan menghilangkan eksistensi game tersebut.

Dong Nguyen hingga saat ini masih mengembangkan game, namun dia ungkapkan bahwa dia takkan senggan melakukan hal serupa dengan Flappy Bird apabila game lainnya yang dia buat mendapat popularitas yang sama dengan game tersebut.


3. Peter Molyneux – Fable II

Peter Molyneux telah ciptakan banyak game klasik sepanjang hidupnya. Dia merupakan kreator dibalik Black and White, Populaous, dan Dungeon Keeper. Bisa dibilang Peter merupakan bapak dari genre “god game“, namun ada masa dimana dia beralih ke genre lain yaitu RPG dengan franchise berjudul Fable.

Fable kembali menjadi game klasik yang diciptakan oleh Peter dan studionya, sekuelnya dipandang sebagai salah satu game terbaik yang dia pernah buat, namun dibalik kesuksesan dan resepsi positif yang didapatkan game kedua ini, Peter merasa tidak puas dengan hasil akhir game tersebut. Lewat wawancara bersama Eurogamer pada 2010 silam, Peter mengkritik panas game yang dia buat ini, memanggilnya sebagai karya yang sangat buruk, dirilis terburu-buru, dan penuh desain buruk.

Lewat wawancara ini, dia menjelaskan betapa “sampah” cerita yang dia buat pada game ini, betapa membosankan desain map yang dia buat, semua karakter NPC terlihat seperti orang Rusia, loading yang lama, dan bug yang dimiliki game tak dapat dihitung jari lagi. Meskipun dengan kritik panas yang dikeluarkan peter pada gamenya sendiri, Fable II menjadi seri favorit kebanyakan fans dan Fable III yang menjadi “anak kesayangan” dari Peter masih dipandang sebagai seri terburuk dari franchise ini.


4. Phil Fish – FEZ

Sulit untuk menjelaskan sosok Phil Fish, dan mungkin dia tak sepenuhnya bisa dikategorikan dalam list satu ini. FEZ, game pertama dan terakhir dari Phil Fish, merupakan game indie yang unik dan penuh dengan resepsi positif dari gamer, sang kreator dan developer utama menjadi sosok paling toxic yang pernah ada di industri game.

Phil selalu menyombongkan kesukesan yang diraih game tersebut dan memberikan pesan kebencian kepada semua orang yang mengkritik dirinya sebagai developer. Phil terlihat seperti ingin selalu menjadi pusat perhatian dan ingin menjadi lebih populer dari game yang dia buat. Puncak dari ego Phil Fish ini yaitu saat dirinya berada dalam argumen dengan para jurnalis dan gamer lewat Twitter akan dia dan gamenya, tak tahan dengan argumen yang tak kunjung usai dan bahkan semakin memanas, Phil Fish tak hanya mengkritik industri game sebagai hal terburuk yang pernah ada tetapi juga memutuskan untuk membatalkan sekuel dari game ini secara mendadak.

Ini mungkin menjadi kali pertama sebuah proyek besar yang telah dikerjakan selama bertahun-tahun musnah begitu saja karena argumen di sosial media. Phil Fish tak pernah lagi terlihat setelah dibatalkannya game ini, namanya tak lagi serelevan dulu setelah insiden besar ini dan kini menjadi sebuah tanda tanya apakah dia akan berani menampakan dirinya lagi seperti dulu di dunia maya setelah insiden ini.


5. John Romero – Daikatana

Pada tahun 90-an, nama John Romero menjadi nama yang penting di industri gaming khususnya PC. Dia merupakan desainer dibalik banyak FPS yang dirilis pada era 90-an, tetapi peran terbesarnya adalah sebagai co-creator sekaligus level desainer dari Doom yang hingga kini dipandang sebagai game yang revolusioner genre FPS. Saat dia umumkan keluar dari ID Software dan tengah kerjakan game baru dengan studio barunya, fans Doom dan FPS pada umumnya tak sabar untuk melihat seperti apa game tersebut.

Proyek ini pada akhirnya diberi judul Daikatana, dan dengan keterlibatan sang legenda dan iklan bertuliskan “John Romero is about to make you his bitch,” Daikatana dengan cepat mendapatkan hype dan antisipasi yang tinggi. Sayangnya proyek ini tidak berjalan semulus ekspektasi, game masih menggunakan engine lama yaitu ID tech 2.0 disaat developer lain telah beralih ke versi baru engine ini, pengembangan game terpaksa ditunda beberapa kali untuk menyesuaikan kualitas game dengan kualitas game yang dirilis saat itu.

Setelah dirilis, game dengan iklan kontroversial dan penuh ego ini ternyata tak sesuai dengan ekspektasi gamer, resepsi negatif membanjiri game dan reputasi John Romero seketika turun menjadi buruk setelah perilisan game ini. Meskipun dia kini masih dipandang sebagai legenda, gamer hingga saat ini takkan pernah merupakan kegagalan terbesar yang pernah dia lakukan yaitu Daikatana.

Bertahun-tahun setelah game tersebut dirilis, beliau telah memohon maaf atas kegagalan game tersebut berserta iklan kontroversial yang digunakan untuk memasarkan game ini. Dirinya akui jika game tersebut merupakan game gagal dan dirinya merasa menyesal dengan eksistensi iklan tersebut.


6. Jacques Servin – Sim Copter

Nama Jacques Servin mungkin bukan nama yang tergolong populer untuk banyak gamer layaknya orang-orang yang disebutkan diatas, namun kebenciannya akan game ini dan studio tempat dia berkerja mungkin menjadi salah satu yang paling lucu pada list ini. Jacques Servin merupakan programmer dari Maxis pada proyek Sim Copter, selama mengerjakan proyek tersebut, dia mulai merasa muak dengan lingkungan kerja yang “tidak manusiawi”, jam kerja yang tidak masuk akal, dan tidak diperbolehkan mengambil libur sama sekali.

Muak dengan proyek dan kerja yang terlalu sibuk tersebut, dirinya diam-diam menambahkan easter egg kedalam kode game. Pada tanggal tertentu, gedung tempat kamu menaruh helikoptermu akan dipenuhi dengan NPC pria setengah telanjang yang mencium satu sama lain lengkap dengan sound effect tersendiri. Easter egg ini langsung ditemukan gamer setelah rilis, namun karena 50.000 hingga 80.000 kopi game telah dikirimkan saat itu dan internet belum terkenal seperti sekarang, developer harus pasrah dengan game mereka miliki easter egg ini. Servin dalam waktu dekat dipecat dari Maxis setelah easter egg ini ditemukan.


7. Howard Scotch Warshaw – E.T The Extra-Terristrial

Hingga saat ini, E.T untuk Atari 2600 dianggap sebagai salah satu game terburuk yang pernah ada. Gameplay dengan banyak mekanik game tidak dijelaskan, objective yang tidak jelas, dan visual yang tidak menarik sama sekali membuat game tak hanya dipandang sebagai game buruk, tetapi juga menjatuhkan nama Atari yang pada saat itu merajai industri game di negara barat.

Jutaan kopi dari game ini tidak terjual, banyak distributor terpaksa mengembalikan game ke pihak Atari karena tidak laku, dan Atari yang tidak tahu harus melakukan apa pada jutaan kopi game tidak terjual ini terpaksa membuangnya di TPA yang ada di Mexico.

Howard Scotch Warshaw merupakan developer solo dari game ini. Dia merupakan developer dibalik beberapa game sukses di era Atari seperti Yars’ Revenge, Star Castle, dan game adaptasi dari Raiders of the Last Ark. Dia ditugaskan untuk membuat game adaptasi dari E.T oleh CEO Atari, namun berbeda dengan game-game sebelumnya yang biasanya dia kerjakan dalam waktu setidaknya 5 bulan, game adaptasi E.T ini harus diselesaikan dalam waktu 5 minggu untuk menemui target rilis di musim libur.

Tertekan karena deadline yang sebentar dan target penjualan yang terlalu tinggi, pengembangan game E.T menjadi mimpi buruk tersendiri untuk Warshaw. Untuk mempercepat pengerjaan game, dia harus memasang sendiri devkit di rumahnya agar kerja di kantor dapat selalu dilanjutkan di rumah. Tidur dan makan hampir selalu tertinggalkan selama Warshaw kerjakan game ini, dan bahkan managernya selalu datang untuk mengingatkan dia akan kedua hal tersebut. Dalam waktu 5 minggu, Warshaw berhasil kembangkan game tersebut dan hasilnya tentu tidak memuaskan untuk dia melihat banyak ide yang harus ditinggalkan karena deadline sempit ini.

Karena kualitas yang begitu buruk, game E.T. jauh dari target 5 juta kopi yang dipasang oleh Atari. Dalam waktu singkat, Atari rugi hingga $310 juta karena penjualan buruk game ini serta penjualan buruk seluruh game-game lain mereka, menyebabkan industri game di negara barat seketika mati hingga Nintendo hadir menghidupkan kembali industri ini.

Terlibat dalam sebuah game yang dicap sebagai yang terburuk tentu menimbulkan rasa malu yang besar dalam diri Warshaw hingga membenci eksistensi game ini, namun di waktu yang sama dirinya merasa sedikit bangga telah jatuhkan satu korporat besar dengan satu game buatannya. Bisa dikatakan ini menjadi perasaan love/hate ketimbang 100% benci layaknya developer-developer yang disebutkan diatas pada list ini.


8. Brian Greenstone – Lester the Unlikely

Lester the Unlikely merupakan game yang mencoba untuk mereplika gameplay yang dimiliki Prince of Persia dari segi mekanik gameplay hingga kontrol, hanya saja semua yang mereka desain dari game ini justru membuat pemain kesal khususnya pada karakter utama yang terkesan sangat kikuk. Game ini dapatkan resepsi yang tentu saja negatif akibat hal tersebut dan eksistensinya semakin dikenal setelah Angry Video Game Nerd membuat review dari game tersebut yang dimana tentu saja dia benci dan dia pandang sebagai “sh*tty game”.

Lester the Unlikely sangatlah buruk, hingga sang desainer dan programmer dari game ini, Brian Greenstone, tak ingin membicarakannya sama sekali. Game ini merupakan satu dari 6 game yang pernah dia buat, dan ada saat dimana Brian menuliskan deskripsi game tersebut di website Pangea Software sebagai “Game yang tidak saya senangi sama sekali, saya tak mau membicarakan game tersebut.”


Exit mobile version