League of Legends adalah game MOBA dengan jumlah pemain terbanyak di dunia. Bahkan penontonya di twitch selalu menjadi nomor satu mengalahkan game-game lainnya. Namun berbeda di negara-negara lainnya, di Indonesia League of Legends malah bisa dikatakan sebagai dead game.
Jumlah pemain League of Legends di Indonesia hanya mencapai 96.128. Jumlah tersebut jauh dibawah Singapura yang mencapai 202.926 dan Vietnam dengan jumlah pemain mencapai 3.036.166. Dengan jumlah tersebut membuktikan bahwa server Indonesia mempunyai jumlah pemain paling sedikit dibanding server lainnya, bahkan dikawasan Asia Tenggara yang notabene mempunyai jumlah penduduk terbanyak.
Ada beberapa faktor penyebab atau alasan mengapa League of Legends dikatakan sebagai dead game dan gagal popular di Indonesia. Berikut beberapa alasannya:
Daftar isi
1. Kalah dari bayang-bayang Dota
Salah satu faktor terbesar gagalnya game League of Legends di beberapa negara besar termasuk Indonesia adalah karena Dota. Dota sendiri singkatan dari Defence of the Ancient adalah game MOBA yang sudah rilis terlebih dahulu. Dota mulai populer di Indonesia pada tahun 2005 dan sangat digandrungi oleh anak-anak warnet pada waktu itu.
Setelah itu munculah Dota 2 sang penerus game Dota pada tahun 2011 yang dirilis oleh Valve. Dota 2 baru dibuka secara public beta pada tahun 2013 dan semenjak itu kepopulerannya semakin menangikat di Indonesia. Banyak pemain Dota 1 yang hijrak ke Dota 2 karena gameplay yang sama dengan kualitas grafik yang lebih bagus.
Sementara itu League of Legends baru rilis pada tahun 2009 dan dirilis secara resmi di Indonesia baru pada pertengahan tahun 2013 lalu. Rentang jarak waktu yang cukup jauh tersebut membuat League of Legends tidak mendapat animo yang besar kepada para pencinta game Indonesia karena mereka sudah terlalu menyukai game MOBA Dota 2 terlebih dahulu.
2. Champions (Hero League of Legends) yang tidak gratis
Faktor lainnya yang membuat League of Legends gagal total di Indonesia adalah metode penjualan champions (Hero League of Legends) yang diberikan oleh RIOT Games selaku developer dan publisher League of Legends. Champions di League of Legends dihargai dengan RIOT Poin yang dapat dibeli dengan rupiah ataupun Invluence Poin yang kita dapatkan saat bermain game.
Hal tersebut membuat para pemain League of Legends mempunyai pilihan Champions terbatas dan tidak dapat menggunakan semua Champions di League of Legends secara bebas. Pemain dapat bermain menggunakan Champions gratis yang dirotasi tiap minggu oleh Garena, namun mereka tidak dapat menggunakan Champions tersebut saat bermain ranked. Berbeda dengan Dota 2 dimana kita bisa bermain semua hero secara gratis saat bermain normal ataupun ranked.
3. Kurangnya support dari publisher Garena
Garena selaku publisher yang ditunjuk oleh RIOT Games untuk menyalurkan game tersebut dikawasan Asia Tenggara dan Taiwan. Kiprah Garena sebagai publisher League of Legends tersebut tidak dapat dibilang berhasil. Nyatanya mereka hanya berhasil mengambil wilayah Vietnam dari game Dota 2. Hal tersebut bertolak belakang dengan Tencent selaku publisher dari China. Tencent mulai membuat para pemain Dota 2 untuk hijrah ke League of Legends dan sekarang mengumpulkan hingga lebih dari 100.000.000 pemain aktif disana.
Di Indonesia sendiri sebetulnya Garena sudah berusaha untuk mencari perhatian para pemain MOBA lama ataupun pemain baru untuk memainkan game League of Legends. Event-event bulanan terus mereka gelar guna memanjakan para pemainnya. Namun kini event-event tersebut satu per satu ditutup oleh Garena dan seakan mereka sudah menyerah serta angkat tangan dengan game League of Legends tersebut.
4. Hadirnya game-game mobile
Salah satu alasan mengapa Garena menyerah dengan game League of Legends kemungkinan karena adanya game-game mobile di Indonesia. Pangsa pasar game mobile di Indonesia lebih menguntungkan dibandingkan dengan game PC, membuatnya mengalihkan sektor perdagangan ke game mobile.
Hal tersebut dibuktikan dengan adanya perilisan game-game mobile seperti Arena of Valor, Free Fire, Contra Return, dan yang terbaru adalah Speed Drifters. Garena mengalihkan perhatiannya kepada pengguna smartphone dan mulai memberikan event-event terbarunya kepada pemain game agar banyak yang memainkan game dari Garena.
5. Komunitas yang buruk
Faktor lainnya yang juga patut menjadi perhatian adalah komunitas League of Legends yang buruk di Indonesia. Para pemain League of Legends di indonesia pastinya sudah mengetahu bagaimana keadaan komunitasnya saat ini.
Milai dari para pemain toxic, rasis, dan diskriminasi didalam permainan, smurfing para pemain yang mempunyai rank tinggi hanya untuk main-main saja di low tier, hingga para newbie yang memaksakan diri untuk bermain ranked.
Hal tersebut membuat ekosistem League of legends menjadi kacau baru. Apalagi Garena yang tidak tanggap akan pelaporan para pemainnya. Pemain masih bebas untuk melakukan feeding, afk, leaver, dan toxic tanpa hukuman yang berarti oleh Garena. Selain itu scaming dan phising menjadi masalah yang booming baru-baru ini di komunitas League of Legends.
Itulah tadi beberapa alasan mengapa League of Legends, game MOBA terbesar di dunia tidak populer di Indonesia. Game yang kini dikatakan sebagai dead game karena para pemainnya terus menerus mengalami penurunan setiapharinya. Selain itu salah satu wadah komunitas League of Legends yaitu Hasagi juga sudah memberitakan ditutup. Selain itu ada desas desus bahwa League of Legends akan menggabungkan severnya di kawasan Asia Tenggara untuk mencegah game tersebut tutup dibeberapa negara.
Artikel ini hanyalah ulasan pendapat pribadi yang disertai fakta-fakta yang didapat dari berbagai sumber tanpa ada maksud untuk menyinggung salah satu pihak atau yang lainnya. Apabila ada miss informasi ataupun hal yang tidak mengenakan kami mohon maaf.
Baca juga guide tentang cara bermain champions League of Legends dengan bahasa Indonesia disini.