Disclaimer: Opini ini terbatas kenyataan yang selama ini terjadi dan penulis ketahui dan rasakan, dan mungkin berbeda dari apa yang kamu ketahui dan rasakan.
Video game Jepang sempat “menghilang” selama hampir satu dekade saat datangnya masa PlayStation 3 baik di barat maupun di Asia sendiri. Kurangnya promosi dan ciri khas/kualitas video game Jepang pada masa itu disinyalir menjadikan popularitas video game Jepang meredup. Namun akhir-akhir ini sekitar tahun 2016-2017 sepertinya developer Jepang mulai kembali menunjukkan kedahsyatan video game Jepang layaknya era PlayStation dan PlayStation 2. Sebut saja Final Fantasy XV yang menjadi “anchor” game RPG Jepang yang berhasil merebut perhatian jutaan pasang mata baik dari gamer barat maupun gamer asia sendiri. Meskipun game ini memiliki minus di segi storytelling ceritanya yang membuat banyak gamer kecewa, namun game ini bisa dibilang sangat sukses saat peluncurannya. Kenekatan tim developer yang dipimpin oleh Tabata keluar dari “zona nyaman” JRPG dengan merubah gameplay seri Final Fantasy menjadi action sukses membuat Final Fantasy XV mendapatkan banyak pujian dari berbagai media, fans, hingga gamer yang belum pernah memainkan Final Fantasy sama sekali. Kesuksesan Final Fantasy XV juga diikuti oleh banyaknya game Jepang berkualitas lain seperti Yakuza 0, Resident Evil 7: Biohazard, dan Kingdom Hearts II.8.
Tidak berhenti sampai di situ saja, Nioh dari Koei Tecmo juga berhasil membuat game yang terinspirasi oleh Dark Souls ini menjadi game tersukses Koei Tecmo baik dari segi promosi maupun ciri khasnya yang sangat berbeda dari game-game serupa. Kesuksesan Nioh diikuti oleh rilisnya NieR: Automata dengan mekanisme gameplay layaknya game arcade jaman dulu, tingkat kesulitan yang cukup sulit, cerita yang unik, dan tentunya karakter android sensual 2B yang menarik perhatian para fans baik gamer barat maupun asia untuk memainkan game ini.
Serangan beruntun video game Jepangpun masih berlanjut, The Legend of Zelda: Breath of the Wild yang merubah gameplaynya dari 2D ke cartoony 3D dengan tema open-world menjadikan game ini game tersukses dalam sejarah game open-world JRPG dan tentunya bagi franchise The Legend of Zelda itu sendiri. Berhasilnya ATLUS merilis Persona 5 dengan cerita yang sangat detil dan gameplay-nya yang diperbaharui dari versi terdahulunya membuat banyak gamer dari seluruh dunia bahkan menjadikan game ini salah satu kompetitor Game of the Year tahun 2016-2017 (mengingat game ini dirilis di Jepang tahun 2016 dan baru dirilis di barat tahun 2017).
Anehnya jika dilihat-lihat dari kesuksesan video game Jepang tersebut, tidak begitu banyak game barat yang “masuk radar kesuksesan” yang sama jika dibandingkan game-game Jepang yang saya sebutkan tadi. Padahal dari segi marketing, publisher video game barat seperti EA, Ubisoft, atau Activision lebih “intense” jika dibandingkan video game buatan Jepang yang lebih mengandalkan review dari berbagai media dibanding promosi seperti poster yang dipajang diberbagai sudut kota, trailer, atau iklan TV.
Terdapat beberapa faktor kesuksesan game Jepang, salah satunya adalah faktor teknis. Kebanyakan video game Jepang saat ini memiliki bug yang minim. Jika dilihat dari beberapa game Jepang yang telah dirilis, mereka memiliki kemungkinan besar nyaris tidak adanya day-one patch yang berarti/penting untuk memperbaiki bug (meskipun ada dalam kasus Final Fantasy XV, namun sebenarnya tanpa diupdate-pun tidak masalah sama sekali). Hal ini membuktikan bahwa game Jepang memang benar-benar telah selesai dikerjakan. Itulah sebabnya banyak sekali game Jepang berkualitas yang memakan waktu development hingga 5 sampai 10 tahun lamanya jika dibandingkan game barat yang hampir setiap tahun ada, sebut saja Call of Duty atau Battlefield yang hampir tidak pernah absen setiap tahunnya. Bahkan game BioWare Mass Effect Andromeda perlu dipatch beberapa kali agar mendapatkan kualitas maksimal gamenya, baik animasi untuk menghilangkan “My Face is Tired”, bug, hingga adegan cinematic yang ada di gamenya.
Hal lain yang membuat video game Jepang sukses adalah keunikan dan ciri khas game Jepang yang berbeda di setiap perilisannya. Misalnya saja Final Fantasy XV yang nekat merubah mekanisme gameplay dari turn-based menjadi seamless action yang benar-benar nyaris tanpa loading sama sekali. Sebelumnya Square-Enix juga pernah merubah berbagai macam battle system-nya, sebut saja Final Fantasy XII dengan battle system layaknya game online. Kasus tersebut membuktikan bahwa tidak hanya gameplaynya, namun tema, mini-game, dan hal-hal kecil lain yang mungkin nyaris tidak diperhatikan gamer terkadang ditonjolkan menjadi sebuah hal yang penting oleh developer game Jepang. Sebut saja seri Persona yang “memaksamu” memperhatikan beberapa NPC yang sangat berguna bagi jalannya cerita utama gamemu, side story mereka-pun juga tidak kalah bagus dengan cerita utama gamenya.
Ciri khas dan keunikan video game Jepang inilah yang tidak ada di video game buatan developer barat. Horizon Zero Dawn misalnya, meskipun aspek cerita dan grafik game ini sangat menarik untuk diperhatikan dan sempat dielu-elukan sebagai game yang terkesan “fresh”, namun tidak ada hal baru dari gameplaynya. Pihak developer hanya menghadirkan hal-hal yang sudah pernah ada di game-game lain sebelumnya dengan penambahan mekanisme minimalis pada gamenya, misalnya saja side-quest yang sangat kurang blend-in pada gamenya, membuka beberapa bagian dari map, dan yang lain. Cerita game barat juga terkesan hanya berputar pada hero story. Hal ini membuat banyak video game barat seolah terkesan stagnan dan harus ikut pada “aturan” yang telah ada. Di sisi lain, video game Jepang selalu “berevolusi”, berani, dan nekat membawa hal-hal baru dalam gameplaynya yang kemudian akan mereka research dan kembangkan kembali menjadi sesuatu yang fresh jika ada dari developer yang gagal atau kurang dalam mengembangkan hal baru tersebut.
Developer game barat seharusnya bisa belajar dari developer game Jepang. Mereka perlu mengesampingkan teknologi canggih mereka, misalnya fitur “always online” karena tidak semua gamer memiliki teknologi untuk mendukung fitur tersebut, menyelesaikan development game sehingga tidak harus merilis patch 1.01 dan seterusnya untuk memperbaiki bug, membuat cerita yang out of the box tidak melulu soal hero story namun juga tetap bisa membuat game tersebut terkesan fresh. Jujur, teknologi dan mekanisme game barat memang sangat canggih dan jauh lebih baik dari game-game buatan Jepang, namun yang membuatnya tidak bisa menandingi game Jepang adalah “feel” game barat yang selalu “berputar di satu area saja” dan tidak seberani game-game Jepang yang mau bereksperimen di berbagai area dan mempelajarinya sehingga menjadikan game yang menarik dan menyenangkan untuk dimainkan meskipun banyak sekali jatuh-bangun yang harus mereka hadapi.
Bagi gamer yang terbiasa memainkan game barat atau yang “budaya baratnya” istilahnya sudah “nempel” mungkin akan membuat mereka terkesan “manja” ketika memainkan game Jepang dengan berbagai kekurangannya. Namun bagi gamer yang terbiasa memainkan game Jepang seperti saya, memainkan game barat akan beri pengalaman baru, seolah saya seperti dimanja dengan mekanisme yang sangat kaya yang ada di dalamnya. Tidak dapat dipungkiri game barat memang sangat menyenangkan, terlebih dari segi penyampaian cerita masing-masing gamenya yang sangat menarik. Namun hal yang membuat saya kecewa dari game barat adalah karena “mekanisme” game barat seperti yang saya sebutkan tadi, terkesan stagnan dan sama saja seperti game-game barat yang pernah ada.
“Tidak laku” mungkin bisa jadi alasan besar developer/publisher game barat yang terkesan “takut” membuat terobosan baru game buatan mereka, belum lagi biaya research yang harus dikeluarkan tidak sedikit. Namun hal ini masih menjadi spekulasi saya saja, masih banyak video game barat yang masih belum dirilis dan kemungkinan bisa saja game-game yang akan datang ini bisa memutar balikkan keadaan menjadi seimbang atau malah mendominasi pasar game dunia.
Bagaimana menurutmu? Menurut pendapat dan pengalamanmu, apakah video game Jepang memang benar-benar mulai bangkit dan siap menggempur pasar game dunia, atau video game barat masih ada pada strata atas pasar game dunia?