Biaya Produksi The Last of Us Part 2 – Produksi game semakin lama semakin mahal, khususnya di skala studio AAA. Dengan teknologi yang semakin canggih, jumlah karyawan yang banyak, dan juga ekspektasi yang tinggi, bukan sebuah kejutan lagi untuk melihat satu game memakan dana ratusan juta dolar.
Biaya produksi game ini belum ditambah lagi dengan pemasaran sebelum rilis yang menjadi faktor penting untuk amankan kesuksesan game di pasar yang setiap harinya muncul game baru.
PlayStation menjadi perusahaan yang konsisten dalam merilis game first-party dengan resepsi baik. Dikembangkan oleh studio dengan penuh talenta, mereka berani untuk lontarkan dana besar pada game eksklusif mereka.
Biaya Produksi The Last of Us Part 2 dan Horizon Forbidden West Tembus $200 Juta Lebih
Dalam sidang Microsoft vs FTC terkait pembelian Activision Blizzard yang tak kunjung usai, tanpa sengaja informasi total dana produksi kedua game besar PlayStation bocor.
Ditemukan oleh jurnalis Tom Warren, dokumen yang disebut tak mensensor informasi rahasia dengan baik itu menyebutkan bahwa The Last of Us Part 2 memakan dana sebesar $220 juta dengan 200 orang terlibat dalam pengembangan game tersebut selama 5 tahun.
Sementara itu, Horizon Forbidden West juga ikut bocor informasi pengembangannya di mana sekuel game tahun 2017 itu menghabiskan dana $212 juta dengan sebanyak 300 orang terlibat dalam produksi selama 5 tahun.
Game AAA memakan dana di atas $100 juta itu bukan kejutan lagi, tetapi ini menjadi kali pertama informasi total biaya produksi tersebar dan disebut langsung oleh perusahaan yang bersangkutan. Biasanya informasi ini hanya berupa spekulasi hasil dari perhitungan banyak faktor.
Biaya Produksi Game Semakin Naik
Mantan bos PlayStation America pernah mengatakan bahwa produksi game mengalami lonjakan dana setiap generasi. Lewat wawancaranya di tahun 2020 lalu, dia berkata bahwa game generasi lama (era PS4 dan Xbox One) meraup dana $80 juta sampai $150 juta.
Total biaya itu terus naik setiap generasi console baru dan dia mulai merasa kalau tidak realistis untuk terus menaikan dana terus menerus. Baginya industri game secara keseluruhan perlu menentukan apa yang harus dibuat, apa ekspektasi gamer, dan rencanakan secara matang proses pengembangan game untuk memastikan tidak ada sumber daya yang terbuang sia-sia.
Komunitas gamer memang semakin hari semakin meluas dan tidak lagi menjadi produk yang dikonsumsi anak-anak dan remaja saja. Tetapi kembali lagi, apakah model bisnis tersebut masuk akal? Apakah membuat game lebih mahal dapat berbanding lurus dengan pemasukan perusahaan?
Karena biaya yang makin mahal ini juga membuat banyak studio terpaksa untuk ikuti tren dan membuat game dengan format live service alias game terus mendapatkan konten berkala dengan microtransaction dijual selain dari harga game utama.
Baca pula informasi Gamebrott lainnya tentang The Last of Us beserta dengan kabar-kabar menarik lainnya seputar dunia video game dari saya, Muhammad Maulana. For further information and other inquiries, you can contact us via author@gamebrott.com.