Ketika Psikolog Bantah Persepsi Negatif Soal Game


50

Shigeru Miyamoto sang bapak Mario Bros beberapa waktu lalu sempat melontarkan kekecewaannya. Ia berpendapat banyaknya orang tua yang melarang anaknya bermain video game. Padahal orang tersebut masih membiarkan anaknya untuk menonton kartun Disney. Bisa dibilang tanggapan tersebut mempertanyakan kenapa orang tua melarang bermain video game dan membiarkan menonton kartun, padahal keduanya sama-sama hiburan.

[bsa_pro_ad_space id=1]

Persepsi Tentang Game

Persepsi tentang game bisa dibilang di mata orang umum masih sangat jelek. Apalagi di mata orang tua dan guru. Game dipandang sebagai sesuatu yang sangat negatif dan merusak. Apalagi dianggap sebagai penggangu dari proses belajar mengajar. Padahal sama dengan benda lain game memiliki sisi buruk dan sisi baik.

Namun, ada pandangan berbeda dari seorang psikolog bernama Peter Gray Ph.D. dalam artikelnya di web Pschologytoday.com. Setidaknya dalam masalah game, ia menjelaskan dengan tiga artikel. Artikel pertama “Banyak manfaat anak-anak memainkan video game”. Artikel kedua “kecanduan video game: apakah itu terjadi? Jika demikian, mengapa?”. Artikel terakhir “manfaat kognitif dari memainkan video game”.

Manfaat Bermain Game

Artikel pertama “Banyak manfaat anak-anak memainkan video game”. Beliau menjelaskan bahwa game sama dengan kegiatan lain yang disukai anak-anak seperti bermain dan membaca buku. Dimana hal-hal yang mereka lakukan tersebut dengan sangat antusias biasanya hal tersebut memiliki sesuatu yang berarti bagi mereka.

Beliau, bahkan menjelaskan dengan pengalaman pribadinya tentang seorang anak teman masa kecilnya yang membaca buku 10 jam sehari. Bagi beliau saat itu, hal tersebut sangat aneh, apalagi ketika mengajaknya untuk pergi memancing.  Hal tersebut tentu saja karena bagi anak itu membaca adalah sesuatu yang sangat berarti. hal tersebut tentunya tidak berbeda dengan game yang merupakan hal yang berarti bagi game.

Beliau menjelaskan dari bagaimana anak lebih banyak belajar dari game dan komputer dibanding sekolah. Terutama karena game dan komputer adalah pilihan mereka sendiri dan memberikan kebebasan dari dalam diri mereka. Apalagi komputer memang merupakan teknologi zaman sekarang yang tidak bisa disalahkan.

Mitos Kecanduan Game

Artikel kedua tidak kalah menariknya “kecanduan video game: apakah itu terjadi? Jika demikian, mengapa?” banyak diluar sana membandingkan kecanduan video game sama dengan kecanduan alkohol. Padahal keduanya merupakan perbandingan tentang kecanduan yang berbeda. Karena itu, artikel ini menggunakan perbandingan seimbang yang bisa dibilang hampir setara.

Beliau juga mengungkapkan ada eksplorasi berlebihan dari media soal video game. Contoh kasus seseorang yang meninggal di Korea karena terlalu banyak bermain game. Padahal jutaan orang lain yang bermain game dengan tanpa masalah. Dalam hal mengukur hal negatif soal game, beliau selalu menekankan adalah penelitian yang tepat.

Kasus lain yang paling sering muncul adalah hubungan kekerasan game dan kekerasan dunia nyata. Terlalu banyak kasus dalam masalah ini. Mulai dari kasus Brown versus Entertainment Merchants Association dan petisi di Australia. Semua kasus tersebut menunjukan semakin giatnya pembatasan terhadap game kekerasan.

Dalam masalah ini beliau mengungkapkan sebuah penelitian yang dianggapnya cukup bagus. Yaitu oleh Christoper Fergusen dari Texas A&M International University. Ia menguji 165 orang dalam jangka 3 tahun. Tidak ada bukti game kekerasan mempengaruhi kekerasan di dunia nyata. Hal yang muncul adalah mereka yang mengalami kekerasan dalam kehidupan sehari-hari memiliki kemungkinan melakukan kekerasan.

Pembahasan terakhir adalah cacatnya analogi kecanduan game sama dengan kecanduan judi. Beliau membandingkan antara judi dan game yang sangat berbeda (kecuali game gacha tentunya yang dikelompokkan sebagai judi). Dimana game tidak seperti judi langsung yang kebanyakan hanya tipuan tentang menang kalah, game lebih ke arah permainan otak.

Masalah lain dari kecanduan video game mungkin lebih ke arah salahnya manajemen waktu dan ada maksud lain dibaliknya.  Semua hobi jika penggunaan waktunya tidak tepat tentunya merupakan hal salah. Adanya maksud lain dari sebuah kecanduan game, misalnya masalah pelarian ke arah game, ketika seseorang mendapat masalah yang cukup besar.

Orang buru-buru menyalahkan game tanpa tahu sebab masalah. Beliau mengungkapkan dua contoh, dimana kecanduan game disebabkan oleh maksud lain. Pertama kasus Martin yang dibully dan menjadikan pelariannya game War Of Warcraft. Ia takut sekolah karena dibully bukan karena game. Kasus lain Helen yang hobi bermain final fantasy, dilakukannya karena banyaknya masalah di dunia nyata termasuk masalah kerja dan ditinggalkan orang yang dikasihinya.

Manfaat Kognitif

Artikel terakhir “manfaat kognitif dari memainkan video game” lebih banyak mengungkapkan keunggulan bermain game atau sisi positifnya. Beliau juga menjelaskan bagaimana memulai penelitian yang tepat dalam hal ini. Ia juga melihat game memberikan manfaat dari segi kognitif dan terapi. Mulai dari peningkatan kemampuan spasial sampai pengobatan penyakit disleksia.

Oleh karena itu, sebaiknya orang tua dan para guru mempertimbangkan kembali soal sisi negatif bermain game. Jika ada berbicara soal dampak dari sebuah game, maka jangan lupa melihat dampak dari game melalui penelitian yang benar-benar ilmiah dan sampel jelas. Jangan hanya mengandalkan gembar-gembor media yang fokus hanya ke satu kasus tanpa penelitian.

Sumber:

https://www.psychologytoday.com/us/comment/751038#comment-751038

https://www.psychologytoday.com/us/blog/freedom-learn/201201/the-many-benefits-kids-playing-video-games

https://www.psychologytoday.com/us/blog/freedom-learn/201202/video-game-addiction-does-it-occur-if-so-why

 


Like it? Share with your friends!

50
Aru Akasa

Penulis amatir yang menjadikan Gamebrott sebagai tempatnya latihan menulis, Akhirnya ia memberanikan diri menulis blognya yang berjudul meongeden.com

0 Comments