[OPINI] 5 Hal yang Membuat Sekiro : Shadows Die Twice Itu Keren


65
Sekiro vs Genichiro
Sekiro vs Genichiro

“Sang Master shinobi seharusnya mati di malam pertarungan itu. Tetapi nyatanya tidak. Shinobi muda itu pun kembali tersadar dan dikatakan kepadanya bahwa ajalnya belumlah tiba karena sebuah darah warisan sakral yang memberikannya kemampuan hidup kembali. Di saat yang sama, Ia menyadari bahwa lengan kirinya yang putus oleh tebasan pedang milik Genichiro kini sudah tergantikan oleh lengan baru oleh seorang kakek misterius. Kini petualangan menjemput kembali sang tuan pemilik Shinobi yang diculik pun dimulai.”

Gamebrott Editorial

 

Setelah pertama kali melihat demo perdana Sekiro : Shadows Die Twice pada pergelaran E3 2018 silam, respon saya awalnya biasa saja. “Hmm…Game model seperti Dark Souls lagi.” Pikir saya. Siapa sih yang tidak mengenal seri Soulborne karya pengembang terkenal, From Software? Tentu dari segi kualitas sudah jaminan mutu, bukan? Cita rasa permainan Soulborne begitu melekat, sampai-sampai teman saya, yang merupakan penggemar berat seri Dark Souls, pernah berkata bahwa God Of War akhirnya pun ikut-ikutan bergaya ala Dark Souls karena ia melihat mekanik permainannya terasa familiar dengan seri Soulborne. Terlepas benar atau salah pendapat teman saya, saya percaya game Dark Souls dan Bloodborne  sudah memiliki personal brand yang begitu kuat dan tentu saja memiliki tempat istimewa di hati para fansnya. Tetapi saya bukanlah fans Soulborne. Saya cenderung merasa bukanlah tipe pemain yang cocok dengan genre Soulborne yang ditawarkan From Software. Saya memiliki pengalaman dengan Game Dark Soul pertama namun saya merasa tidak cocok dengan game ini. Akhirnya game Dark Souls  pun saya jual tidak beberapa lama.

Tetapi kemudian apa yang terjadi?

Setelah beberapa hari mempertimbangkan hasil ulasan Sekiro di dunia maya dan menonton kembali beberapa earlygameplay dari kanal YouTube, hasilnya? Sekitar dua minggu setelah rilis, saya justru memutuskan untuk membeli game Sekiro : Shadows Die Twice! (Padahal saat itu ada dua opsi game keren: Devil May Cry 5 dan Metro Exodus!). Tetap ada perasaan khawatir membuang-buang uang karena saya sudah katakan bahwa saya tidak cocok dengan game model seperti ini. Kalaupun game Sekiro akan kembali gagal menarik minat saya meneruskan permainaan seperti kasus Dark Souls pertama, saya harus kembali menjualnya.

Jadi bagaimana kesan game  Sekiro sampai saat saya menulis artikel ini? Apakah persepsi saya salah? Baca terus artikel ini.

Sebagai jawaban pembuka, perlu rekan-rekan gamer tahu bahwa saya belum menamatkan petualangan Sekiro sampai saat artikel ini diselesaikan (Saya baru menghabiskan waktu bermain kira-kira 18-20 jam, mungkin lebih). Saya yakin petualangan Sang Master Shinobi untuk menjemput sang tuannya dan memecahkan tabir misteri yang meliputi wilayah Ashina masih belum selesai dan musuh yang akan saya hadapi di depan semakin unik dan sulit lagi.

Selamat datang di Wilayah Ashina
Selamat datang di Wilayah Ashina

Impresi yang saya dapatkan selama bermain mengikuti pertualangan Sekiro di sekitar wilayah Ashina yang berbahaya sekaligus indah ini,  saya tuangkan dengan satu kata saja, “KEREN!” Ya, saya memahami ada sebagian dari teman pembaca yang mengerutkan dahi dengan jawaban saya. Bagaimana bisa menyukai Sekiro namun sebaliknya pada seri Dark Soul? Meski game ini dibuat oleh pengembang yang sama dan mekanik permainan yang mirip dengan seri Dark Souls, tetapi saat bermain Sekiro : Shadows Die Twice lebih banyak hal yang “klik” dengan saya dapat daripada saat bermain Dark Souls.

Sekiro dan pedang mortal
Sekiro dan pedang mortal

Konsep shinobi dan Karakter Sekiro.

Sekiro diketahui sebelumnya akan menjadi game Tenchu baru, namun akhirnya konsep Shinobi ini pun menjadi Sekiro : Shadows Die Twice. Tetapi saya menyukai Sekiro bukan karena konsep semata, melainkan karena game ini berhasil membawa saya memasuki tokoh Sekiro. Jadi penghayatan itu membuat saya seolah menjadi seorang shinobi itu sendiri (angkat-angka alis). Saya bukan penggemar berat seri komik dan film Naruto atau genre sejenisnya. Saya juga tidak sepenuhnya paham detil soal shinobi, tetapi setidaknya saya paham bahwa Shinobi itu layaknya seorang agen intelijen yang menjadi mata dan telinga suatu negara/wilayah, di mana ia haruslah memiliki tingginya loyalitas mengabdi kepada tuannya, kuatnya tekad untuk menyelesaikan misi tanpa gagal, serta stabilnya emosi dalam kepribadiannya yang dituntut harus tenang dan sabar dalam setiap menghadapi tekanan tugas. Seorang shinobi juga tidak celometan alias banyak bicara untuk tetap menjaga rahasianya. Kalau sebuah game bisa membawa saya menghayati persona karakter utamanya (apalagi jika berisi dengan dialog-dialog yang cerdas), maka setidaknya game itu sudah berhasil mengambil satu poin positif penilaian saya.

Kastil Ashina Sedang Membara.
Kastil Ashina Sedang Membara.
Gua misterius
Gua misterius
Penasaran ada apa diujung sana
Penasaran ada apa diujung sana

Cerita dan Dunia.

Bagaimana sebuah game mampu membawa cerita menjadi poin plus bagi saya. Saya menyukai bagaimana pengembang menyajikan cerita Sekiro : Shadows Die Twice secara eksplisit dan memiliki cut-scene. Separuh bermain dan separuh menikmati cerita adalah syarat penting agar tidak membuat saya bosan. Game Sekiro terbilang berhasil membuat saya tidak bosan menikmatinya. Tempat-tempat yang Sekiro jelajahi pun memberikan citra yang berbeda-beda; ada yang nampak spektakuler, membara, misterius, aneh juga ada. Dari wilayah antah berantah yang dikelilingi kabut berisi monyet-monyet yang dapat menghilang, hingga bertemu tali berukuran super raksasa yang bisa berjalan. Awesome. Genre Sekiro : Shadows Die Twice tentu berbeda dengan game petualangan seperti Uncharted, tetapi pengalaman yang saya dapat dari keduanya sama. Ketika memainkan tiga game itu saya berhasil dibawa masuk ke dalam cerita dan masalah yang ada. Jadi saya katakan sekali lagi pada Anda, Sekiro “keren!” (angkat-angkat alis lagi).

Biji Labu
Biji Labu
Manik
Manik
Ingatan Bos
Ingatan Bos

Tidak adanya atribut “STR, DEX, VIT, dsb.”

Saya tidak suka kompleksitas macam ini dan tentu saja ini bersifat subjektif. Saya suka dengan model alternatif yang ditawarkan game Sekiro, alih-alih harus mencari “soul” agar digunakan untuk menaikkan atribut STR, DEX, VIT. Pengembang Sekiro : Shadows Die Twice mengganti syarat grinding untuk menaikkan atribut pemain dengan tiga buah syarat;

(1) Mengumpulkan setiap 4 buah manik untuk menaikkan satu kekuatan vitality dan posture yang tersebar di dunia Sekiro maupun didapat setelah mengalahkan bos. Tentu saja hal ini sedikit lebih sulit, tetapi masuk akal rasanya karena sistem seperti ini memaksa saya harus terus pergi menjelajah, bertemu musuh baru sambil melatih kemampuan bertarung agar menang melawan bos.

(2) Mengumpulkan satu biji labu untuk meningkatkan jumlah slot obat mengisi darah. Biji ini tersebar di wilayah Ashina dan sekitarnya (esensinya sama dengan poin pertama).

(3) Mengumpulkan “memori” (baca : kekuatan) dari bos yang berhasil kita kalahkan untuk meningkatkan satu poin kekuatan serangan karakter.

Sekiro's Stance.
Sekiro’s Stance.
Sekiro vs Owl
Sekiro vs Genichiro Phase 2

Pertarungan.

Pada dasarnya sama dengan seri Soulborne, pertarungan di game Sekiro juga didesain untuk menantang refleks jari-jari tangan pemain. Aturan utamanya adalah wajib memiliki kecepatan, akurasi dan presisi berdasarkan timing saat menyerang sekaligus bertahan di saat yang sama. Jadi karena game ini menuntut saya untuk menunjukkan kemampuan bertarung yang baik di setiap menghadapi musuh yang berbeda-beda, saya pun menyempatkan diri untuk melatih kombinasi teknik bertarung, refleks menangkis, hingga mempelajari gerakan musuh. Perlu diketahui bahwa berbeda musuhnya maka pendekatan bertarung pun wajib berbeda. Strategi bertarung yang sama percuma saya katakan, tidak akan berguna. Tetapi momen konkrit seperti melakukan parrying kemudian counter-attack, kombinasi melompat kemudian melempar shuriken, menggorok musuh dari belakang, berlari dan melompat dari satu atap ke atap kastil atau pohon menggunakan lengan prostetik yang membuat jalannya permainan semakin imersif menurut saya. Tidak ketinggalan ada kemampuan menguping Sekiro yang juga bagus dan terasa relevan dengan tema genre.

Kemampuan hidup kembali.

Sesuai judul yang dibawa game ini, Die Twice, ibarat musuh biasa pun bisa membuat pemain sering mati, kemudian vertigo, hingga akhirnya membanting stick PS, masing-masing sedikitnya dua kali (vertigo kecil kemungkinannya dan membanting stick tidak dianjurkan. Adegan di dramatisasi). Saya sering mengalami kegagalan yang berujung kematian. Sudah tidak terhitung lagi berapa kali saya mati, mati, dan mati lagi. Tetapi fitur resurrection atau hidup kembali yang disematkan pada Sekiro menurut saya dan bagus dan bisa menjadi taktik jitu mengalahkan musuh. Saya hanya perlu menunggu musuh pergi kemudian hidup kembali agar bisa membunuhnya secara instan dari belakang. Tetapi sayangnya fitur hidup kembali tidak berlaku saat melawan bos dan mini bos (tentu saja!), dan hanya diberikan kesempatan sekitar 5 detik untuk hidup kembali, lebih dari itu pemain akan game over. Tidak ketinggalan juga bahwa mekanik resurrection masih relevan dengan jalan cerita.

Somewhere in Ashina
Somewhere in Ashina
Sekiro vs Guardian Ape A.k.a White Kong
Sekiro vs Guardian Ape A.k.a White Kong

Guardian Ape (mini-bos favorit).

Hmm.. oke. Tidak seru rasanya kalau tidak membahas tentang topik yang satu ini. Saya mau bahas sedikit tentang salah satu mini-bos yang ada di Sekiro. Sampai detik ini, dari sejumlah bos maupun mini-bos yang sudah berhasil saya taklukkan, Ada satu mini-bos favorit saya. Mengapa? Karena mini bos tersebut membuat atmosfer permainan terasa semakin imersif (mungkin berbeda-beda bagi setiap pemain). Dialah sang Kera Putih Raksasa, saya lebih suka menyebutnya White Kong. Ada suatu lembah bersalju di pinggiran kota Ashina di mana terdapat pahatan Budha berukuran raksasa yang berdiri kokoh. Lembah itu tentu saja berbahaya dan bagi saya tidak ada wilayah yang aman di manapun di sini. Saya menemukan ada monyet-monyet dan ninja jahat berjubah putih menjaga wilayah itu. Setiba di ujung jalan, saya dihadapakan pada sebuah jalan buntu yang merupakan sebuah area yang terhampar luas. Di sana hanya ada sejumlah batang pepohonan yang sudah memutih, mengering, tanpa ada dedaunan. White Kong bisa langsung terlihat sedang duduk menghadap tembok bebatuan, membelakangi saya. Jika di dekati dia akan langsung sadar. Begitu si Kong Putih itu berdiri, saya langsung bergidik merinding karena ukurannya begitu besar. Bos sebelumnya yang menaiki kuda pun berukuran besar, tetapi ini lebih besar. Yang membuat saya merasa heran adalah di leher si Kera tertancap sebuah pedang besar hingga menembus keluar. “What the hell. How is possible it still alive with that thing stuck on him?”. Bisa ditebak, dia langsung mengejar kamu dan terlihat sangat marah.

Kemampuannya berlari dan melompat bisa dipastikan tidak manusiawi. Baik bos maupun mini-bos di Sekiro itu sama-sama sulit dan menjengkelkan, tetapi yang satu ini… membuat atmosfer jalannya pertarungan terasa berbeda. Ada satu yang saya tidak menduga. Awalnya saya pikir mengalahkan White Kong cukup satu kali saja. Setelah saya merasa lega karena berhasil memotong kepalanya, tidak berselang beberapa detik dia berdiri kembali. Kali tanpa kepala dan kali ini ia menggunakan pedangnya! Saya sungguh tidak siap kali ini. Itu artinya Saya pun harus melalui fase pertarungan kedua. Botol untuk mengisi darah tersisa beberapa saja dan kesempatan untuk kembali hidup sudah habis. Bagus! Singkatnya, saya akhirnya mati beberapa kali karena membutuhkan ekstra waktu tambahan untuk mempelajari serangannya pada bentuk fase kedua, meski untungnya mudah dipelajari. Impresi saya soal pertarungan dengan White Kong adalah EPIK. Selama melawan Si Kera Putih saya membayangkan apabila adegan pertarungan antara Sekiro dan White Kong dikemas dalam format film IMAX dan full CGI seperti film Avatar maupun Alita : Battle Angel .  Pasti akan fantastis pikir saya.


Jadi (menghela nafas) begitulah teman-teman pembaca sekalian. Impresi keseluruhan yang diberikan game Sekiro lebih banyak didapat hal positifnya di banding sebaliknya, meski hal ini tidak bisa menjadi acuan absolut tentang game Sekiro itu sendiri. FromSoftware sepertinya sukses melebur ide Soulborne menggunakan medium yang berbeda tahun ini. Penjualan Sekiro pun terbilang sukses. Saya jadi penasaran, sebagai gamer yang bukan penggemar seri ini, berapa lama model mekanik permainan ala Soul ini terus bertahan di jagat industri game? Apakah game Tenchu baru nanti akhirnya akan dibuat dengan mekanik yang sama agar bisa mengulang kesuksesan yang sama dengan genre Soulbourne dan Sekiro? Well, Kita lihat nanti.

Terakhir. ternyata persepsi saya keliru karena menilai terlalu dini kualitas Sekiro dengan menyamakannya dengan pengalaman bermain Dark Souls di masa lalu. Tetapi sebuah game tidak ada yang sempurna menurut saya. Saya menyadari Sekiro sisi memiliki elemen permainan yang bukan gue banget, tetapi di saat yang sama ia menyajikan nilai-nilai cita rasa yang gue banget.. Bagi kalian yang tidak terlalu suka genre Soul namun menyukai game dengan proses penyajian cerita yang bagus, Sekiro bisa menjadi pilihan. Apabila kalian tidak terlalu perduli dengan cerita dan menyukai adegan pertarungan pedang yang menantang refleks jari-jari kalian, Sekiro juga layak dicoba.

Now, grab your sword Sekiro, because our journey is still as far as our eyes can see.


Like it? Share with your friends!

65
christianwolf

A person who loves Jazz.

0 Comments