[Opini] Game yang Kita Beli Bukan Miliki Kita! DRM dan Always Online adalah Kebijakan Anti Konsumen!


101

Sebagai gamer yang tumbuh bersama masa keemasan PS1, PS2, SNES tentu kita pernah membeli CD game, kita mainkan, lalu setelah tamat atau bosan kita bisa jual lagi atau bahkan kita pinjamkan. Untuk kolektor CD game bangga rasanya melihat kumpulan CD game berjejer di rak koleksi. Game yang kita miliki sepenuhnya miliki kita, terlepas dari game yang kita beli original atau tidak.

Menurut saya inilah library game sesungguhnya 😀

Perkembangan teknologi digital yang pesat dalam satu dekade terakhir membuat digitalisasi konten menjadi hal yang umum, salah satunya adalah digitalisasi game. Akses terhadap game sekarang menjadi sangat mudah, semua orang bisa mendapatkan game yang diinginkan dengan sangat mudah, dengan catatan ada koneksi internet tentunya. Di dukung dengan adanya platform jual beli game seperti Steam, Origin, Epic untuk PC user atau misal PS Store untuk user PS4, yang seringkali memberikan potongan harga yang terhitung gila pada beberapa momen tertentu atau bahkan memberikan game gratis seperti yang dilakukan oleh Epic Game Store.

Ya, sekilas terdengar menguntungkan, bagi gamer maupun developer dan publisher game. Tapi tunggu dulu, ada satu hal perlu dicermati dari kondisi tersebut. Apa itu? Ya, DRM atau Direct Right Management.  DRM secara singkat adalah adalah bentuk proteksi terhadap hak cipta suatu konten, baik music, film maupun game. Intinya DRM dibuat untuk melawan pembajakkan. Iya, tujuan DRM adalah untuk meningkatkan angka penjualan, tetapi efek samping dari adanya DRM adalah konsumen tidak mempunyai akses penuh terhadap game atau konten yang telah dibeli.

DeNuvo, DRM (katanya) terkuat saat ini. Tapi biasanya baru beberapa hari sudah di bisa crack oleh para cracker

Sebelum saya lanjutkan, ketika menginstall game pasti kalian pernah melewati proses untuk membaca EULA atau End User Lisence Agreement. Secara singkat EULA merupakan perjanjian antara pembuat game dan user, dan saya yakin hampir 100% dari kalian tidak pernah membaca EULA  dan langsung centang agree. Apa masalahnya? Jika membeli kaset fisik maka EULA tadi bisa dibilang tidak berarti apa-apa karena memiliki game tersebut cara utuh, CD key sebagai bentuk  validasi orisinalitas, juga spesifik ada di cover game yang kita beli. Jadi kita punya hak penuh terhadap game kita, mau dipinjamkan, jual, terserah. Jadi masalah ketika kita membeli game dari Steam misalnya, maka EULA ini menjadi krusial. Ketika kita melanggar salah satu ketentuan pada EULA tersebut, bisa saja kita tidak bisa memainkan game yang telah kita beli! Bayangkan kalian membeli barang, sudah bayar dengan mahal, setelah itu kalian diberi syarat dan ketentuan yang mungkin saja salah satu poinnya yang bisa aja kalian langgar secara tidak sengaja. Bayangkan kalian udah bayar full price loh. Jadi singkatnya game dengan DRM, tidak memberikan kalian sebuah game tetapi hanya memberikan kalian hak untuk bermain, atau lisensi saja. Kalian tidak bisa menjual atau dengan mudah meminjamkan game yang kalian punya karena terikat dengan akun kalian. Saat ini hampir semua game store online menerapkan kebijakan DRM untuk game yang dijual oleh mereka. Steam, Epic dan Origin menerapkan DRM, kecuali GOG.com.

Hayo siapa yang pernah membaca EULA sampai habis? Saya yakin hampir 100% tidak ada yang pernah membaca EULA.

Selain DRM kebijakan yang menurut saya anti konsumen adalah kebijakan developer dan publisher agar game mereka selalu konstan terhubung ke internet, untuk mode single player! Saya pribadi ketika membeli game, saya ingin memainkan game tersebut dimana saja, kapan saja tanpa harus memikirkan ada koneksi internet atau tidak, karena saya sudah beli. Saya tidak mau pengalaman bermain saya harus tergantung pada faktor eksternal, apalagi yang saya mainkan adalah game single player. Kebijakan always online ini juga yang membuat game seperti Diablo 3 dan SimCity (2013) yang notabene adalah game-game populer dan mempunyai fanbase besar, akhirnya mendapat backlash dari fansnya sendiri.

Mungkin blunder terbesar akibat penerapan DRM dan always online dilakukan oleh Microsoft saat pengenalan XBOX One di E3 2013. Pada saat itu Don Mattrick, Presiden Microsoft Interactive Entertainment Business secara singkat mengatakan :

“hanya gamer yang hidup di lingkungan ekstrim, seperti kapal selam nuklir yang tidak mempunyai akses internet”

“Beruntungnya kami mempunyai produk untuk orang-orang yang tidak mempunyai akses internet, produk tersebut adalah XBOX 360”

Untuk cuplikan wawancara lengkapnya bisa dilihat di video di bawah.

 

Wawancara ini mengundang backlash dari para gamer, dan tentu saja ini adalah momen dimana Microsoft menggali kuburannya sendiri. Walaupun akhirnya Microsoft menghilangkan DRM pada game-game nya, blunder ini berdampak sangat fatal. Terbukti angka penjualan XBOX one yang belum pernah sekalipun mengimbangi angka penjualan PS4.

Pertanyaan nya sekarang apakah DRM pada game bisa memberantasi pembajakan secara efektif? Dari pengalaman saya tidak, bahkan cenderung meningkatkan pembajakan, sebagai bentuk perlawanan terhadap kebijakan anti konsumen. Selain itu DRM adalah bentuk kebijakan yang useless alias tidak berguna. Contoh, ketika Jedi : Fallen Order atau NFS Heat rilis beberapa waktu lalu, selang beberapa hari versi repack nya sudah tersedia di Thepiratebay.  Bahkan DeNuvo yang di gadang-gadang sebagai DRM terbaik saat ini, sangat mudah di tembus oleh para cracker. Selain anti konsumen juga tidak efektif, kenapa developer dan publisher masih ngotot menerapkan DRM? Karena inilah cara tercepat dan termudah untuk melindungi kekayaan intelektual mereka. Belum lagi tuntutan dari investor yang tentu sudah menginvestasikan banyak sekali dana. Selain itu DRM, khususnya DeNuvo juga berdampak langsung kepada performa game yang di proteksi oleh, contohnya Batman Arkham Knight. Beberapa player melaporkan adanya penurunan fps dan loading time yang lebih lama di Batman Arkham Knight yang di proteksi oleh DeNuvo.

Pembajakan tentu saja adalah hal yang buruk. Tetapi mengorbankan konsumen juga bukan langkah yang bijak. DRM dan always online single player adalah langkah yang tergesa-gesa yang dilakukan developer dan publisher.  Menurut  saya, jika developer dan publisher ingin tetap menerapkan DRM, kenapa tidak diturunkan saja harga game nya, toh juga kita tidak betul-betul memiliki gamenya, hanya sekedar hak untuk memainkan. Kecuali jika kita membeli secara fisik. Lalu untuk mode single player yang harus online, memang terbukti mencegah pembajakan tapi menurut saya efek negatif nya jauh lebih besar daripada positif nya, ya lihat saja Diablo 3.

 

Kita sebagai konsumen tentu memiliki peran untuk memperbaiki kondisi ini. Membeli game original dan tidak melakukan pembajakan adalah langkah yang paling mudah dan bisa kita lakukan. Tidak mau ribet dengan DRM? Belilah kaset fisik bekas yang harganya sekarang cukup murah (kecuali untuk game-game rilisan terbaru, kalian masih harus sedikit bersabar). Ingin bermain game always online seperti Diablo 3 atau The Division 2? Well, siapkan koneksi internet. Dan berdoa agar koneksi internet kalian selalu tersedia setiap saat, karena kesal juga kan , sedang asyik main tiba-tiba internet kalian disconnected.


Like it? Share with your friends!

101
agiemaliki

0 Comments