(Opini) Video Game, Baik atau Buruk ?


37

Apa yang pertama kali Anda pikirkan ketika mendengar kata video game? Apakah menyenangkan karena dapat menghilangkan stres? Atau berbahaya, karena dapat menimbulkan candu dan perilaku agresif? Atau merupakan perbuatan yang sia-sia karena sama sekali tidak ada manfaatnya? Pendapat yang berbeda-beda muncul karena latar belakang dan pengetahuan seseorang akan hal ini juga berbeda-beda. Baik dari segi usia, jenjang pendidikan, latar belakang keluarga, dan sebagainya. Lalu, apa sebenarnya hal yang dapat diambil dari memainkan video game?

Menurut pendapat masyarakat, umumnya, dengan bermain video game dapat menganggu kegiatan akademik seseorang karena memberikan pilihan yang menarik daripada mengerjakan tugas (Gunter, 1998). Hal ini juga mungkin Anda rasakan jika Anda senang bermain video game. Namun, tahukah anda bahwa menurut penelitian, bermain video game dapat meningkatkan kemampuan kognitif seseorang? (Granic, Lutbel, & Engels, 2013). Jadi, dibalik kesan umum terhadap video game yang memiliki kesan negatif yaitu membuat seseorang menjadi malas, ternyata justru dapat memberikan dampak positif yaitu meningkatkan kecerdasan seseorang.

Sebelum kita membahas lebih lanjut mengenai dampak video game, mari kita bahas definisi dari video game itu sendiri. Video game yang dimaksud bukan hanya dalam bentuk konsol saja, seperti Playstation, Nintendo, atau Xbox. Namun, computer game juga dikategorikan sebagai video game. Jika kita melihat perkembangan awal video game, dapat ditemukan bahwa computer game, yang diciptakan pada awal tahun 1950, merupakan cikal bakal dari video game yang sedang berkembang saat ini, yang menjadi industri yang sangat maju pada tahun 1980an (Gunter, 1998).

Jika perlu disebutkan contoh-contoh dari video game, tentu jumlahnya sangatlah banyak. Dari jumlah yang sangat banyak itu terdapat pula beberapa kategori, yang tentunya memberikan suasana dan dampak yang berbeda. Sebagai contoh, World of Warcraft, dengan jumlah pemainnya yang belasan juta, memberikan nuansa fantasi dan membuat pemainnya berimajinasi. Starcraft 2 membuat para pemainnya berpikir keras bagaimana mengalahkan lawan dengan membangun pasukan yang jumlah persediaannya sama dengan lawan, selayaknya permainan catur. Dalam The Sims 3, pemainnya dikenalkan dan diajak untuk menggali lebih dalam mengenai karakter seorang manusia. Halo 4 mengajak pemainnya untuk dapat saling bekerja sama atau berkompetisi satu sama lain dalam membasmi alien menggunakan teknologi canggih. Di FIFA 13, pemainnya dapat menggunakan tim sepak bola favorit mereka dan berkompetisi satu sama lain. Minecraftmenantang kreativitas pemain sampai mana mereka dapat membangun bangunan yang seperti Lego seunik mungkin.

Dari banyaknya kategori dalam video game dan suasana yang ditawarkan, yang dapat dilihat sebagian kecilnya dalam paragraf sebelumnya, tentu menjadi sangat sulit mendefinisikan dampak umum terhadap video game (Granic, Lutbel, & Engels, 2013). Maka dari itu, diperlukan kategori yang spesifik untuk dapat memberikan gambaran ini. Kita ambil contoh dari subkategori shooter, termasuk kategori action (contoh, Halo 4), yang sering diasosiasikan dengan kekerasan. Dibalik pendapat pada umumnya, ternyata hal ini dapat meningkatkan kemampuan kognitif pemain, yaitu meningkatkan kemampuan selective attention mereka (Green & Bavelier, 2012). Penelitian yang mereka lakukan melibatkan subjek berupa sekelompok individu berusia dewasa muda, laki-laki dan perempuan, yang hampir tidak sama sekali bermain video game, dan diberikan pre-test untuk mengukur kemampuan dan ketertarikan mereka. Setelah itu, mereka secara acak dikelompokkan untuk latihan dengan bermain video game dan yang tidak latihan.

Subjek datang ke lab dan bermain selama satu sampai dua jam per hari (maksimal 10 jam per minggu), dengan durasi studi antara 10 sampai 50 jam tergantung penelitiannya. Setelah pelatihan (paling tidak 24 jam setelah latihan terakhir, untuk mendapat kepastian bahwa dampak yang didapat bukan dari efek psikologi sementara), subjek diberikan tes yang mirip dengan pre-test untuk mengukur kemampuan mereka kembali. Hasilnya, terdapat perbedaan signifikan bagi kelompok yang mendapatkan pelatihan daripada kelompok yang tidak mendapatkan pelatihan.

Dari penelitian ini, sudah dapat diambil kesimpulan bahwa video game terbukti dapat meningkatkan kecerdasan seseorang. Penelitian ini hanyalah satu dari sekian penelitian tentang keuntungan yang didapat dari bermain video game. Genre lain seperti role playing, simulation, platformer, sport, tentunya memberikan keuntungan spesifik yang lainnya.  Dan keuntungan ini tidak hanya diterapkan pada game itu sendiri saja, namun juga dapat diterapkan pada kehidupan akademik. Gunter (1998) berpendapat bahwa video game dapat memberikan nilai edukasi bagi pemainnya, sebagaimana juga memberikan hiburan karena memang video game memiliki material dan potensi untuk mengembangkan kemampuan kognitif seseorang. Pendapat yang dikemukakan Gunter (1998) dan penelitian yang dilakukan Green dan Bavelier (2012) berjarak lebih dari 10 tahun. Namun, tulisan kedua orang tersebut menunjukkan kesamaan. Hal ini menandakan bahwa kedua tulisan ini memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi.

Segala sesuatu memiliki dampak positif dan negatif, tidak terkecuali bagi video game ini sendiri. Dunia pernah beberapa kali heboh karena kasus penembakan anak di bawah umur yang menelan korban jiwa. Beberapa kali kasus tersebut terjadi, sering kali yang beredar di media massa adalah hal ini terjadi karena pengaruh anak bermain video game yang mengandung unsur kekerasan, dan menyalahkan Rockstar Gamespublisher dari serial Grand Theft Autogame yang terdapat banyak unsur kekerasannya. Tanpa bukti-bukti empiris yang valid, masyarakat sudah memberi label bahwa game yang mengandung unsur kekerasan berbahaya bagi anak karena dapat menimbulkan perilaku agresif.

Pendapat ini dipatahkan oleh penelitian yang tidak menunjukkan kaitan antara video gameyang mengandung unsur kekerasan dan perilaku agresif anak. Adachi dan Willoughby (2011) menyimpulkan bahwa bukanlah kekerasan yang memicu perilaku agresif, tapi tingkat kompetisi. Penelitian yang melibatkan 42 orang siswa psikologi (25 pria, 17 wanita, rata-rata umur = 18 tahun 6 bulan) ini ditinjau dengan memberikan satu kelompok sebuah game yang mengandung unsur kekerasan, dan kelompok lainnya diberikan game yang tidak ada unsur kekerasan, tapi dengan tingkat kompetisi yang sama. Lalu pada studi lain dengan diberikannya dua buah game yang sama-sama tidak mengandung unsur kekerasan namun dengan tingkat kompetisi yang berbeda. Hasilnya adalah tingkat kompetisilah yang memengaruhi perilaku agresif mereka (dinilai dari sikap yang muncul saat penelitian dan detak jantung).

Dari kedua contoh di atas juga, dapatlah ditarik sebuah kesimpulan yang kira-kira mirip dengan apa yang disampaikan pada pendahulan, yaitu video game ternyata memberikan dampak positif, tidak seperti pendapat masyarakat pada umumnya yang memberikan label negatif. Lebih lagi, ternyata dengan bermain video game dapat memberikan efek positif karena meningkatkan tingkat kecerdasan bagi pemainnya.

Namun, perlu diperhatikan bahwa kecerdasan ini tidak berlaku secara umum. Ada hal-hal tertentu yang perlu diperhatikan supaya hal ini dapat diperoleh. Seperti genre spesifik dari game tersebut, dan di mana serta bagaimana aplikasinya dapat diterapkan. Kemudian, Anda tidak perlu takut jika keluarga atau teman Anda senang bermain game yang mengandung unsur kekerasan, karena ternyata hal itu tidak berarti ia akan melakukannya di dunia nyata. Secara keseluruhan, video gamemembawa kebaikan karena mengandung nilai edukasi serta hiburan sekaligus.

DAFTAR PUSTAKA

–  dachi, P. C. J., & Willoughby, T. (2011). The effect of video game competition and violence on aggressive behavior: Which characteristic has the greatest influence? Psychology of Violence, 1(4), 259-274, DOI: 10.1037/a0024908 

–  Granic, I., Lobel, A., & Engels, R. C. M. E. (2013). The benefits of playing video games. American Psychological Association, DOI: 10.1037/a0034857, retrieved from http://www.apa.org/pubs/journals/releases/amp-a0034857.pdf 

–  Green, C. S., & Bavelier, D. (2012). Learning, attentional control, and action video games. Current Biology, 22, 197–206, DOI:10.1016/j.cub.2012.02.012

–  Gunter, B. (1998). The effect of video games on children: The myth unmasked. Sheffield: Sheffield Academic Press


Like it? Share with your friends!

37
Haykal

Just another gamer.

0 Comments