(Review Community) NieR : Automata – Sebuah Drama Eksistensial

"We need a god worth dying for," – Commander


64

Oke, judul tulisan ini mungkin terdengar rada lebay. Jikalau Breath of The Wild memenangkan Game of The Year pada tahun 2017, bagi saya pribadi, NieR : Automata pantas dijuluki sebagai Most Important Game of the Year, eh mungkin Decade. Bukan hanya pantat 2B aspek grafik dan gameplay serta soundtrack yang spektakuler, kesan, pesan, dan pembawaan narasi cerita di dalam game ini menjadi sesuatu yang sangat menakjubkan.

Gamebrott Editorial

Saya sudah banyak bermain game, game yang bagus, game yang jelek, game yang bikin marah-marah, game yang lucu-lucuan, game yang bikin rusak kontroler, casual, hardcore, rpg, fps, dan banyak lainnya.

Tapi, belum pernah saya memainkan game yang membuat saya begitu berpikir ulang, tentang eksistensi diri saya sendiri sebagai manusia.

DISCLAIMER : WILL CONTAIN MAJOR PLOT SPOILERS FROM THE GAME. YOU HAVE BEEN WARNED.

Premis yang ditawarkan oleh NieR : Automata sebenarnya cukup simple. Suatu ketika, planet bumi diserang Alien. Manusia, tak berdaya dalam menghadapi invasi ini, mengungsi ke bulan. Tak terima tempat yang mereka tinggali diambil makhluk planet lain, manusia mengirimkan robot-robot canggih, yang disebut Android, untuk merebut kembali bumi. Inilah inti cerita awal yang ditawarkan oleh NieR : Automata.

Ketika awal bermain, kamu bermain sebagai 2B, salah satu tokoh Android yang ditugaskan untuk bertempur di medan perang, bersama dengan unit scanner 9S yang akan membantu dirimu. Dan kamu sebagai pemain akan secara bergantian memainkan mereka, tergantung sedang di bagian cerita mana yang sedang kau mainkan. Tujuannya tadi, untuk merebut kembali bumi agar manusia bisa tinggal kembali di dalamnya.

Lawan daripada Android yang pemain mainkan adalah Machine lifeform, robot-robot yang seperti ada dalam film-film sci-fi jadul. Machine lifeform ini dibuat oleh Alien yang menginvasi bumi. Lalu keduanya, bertindak sebagai proxy, berperang untuk tuannya masing-masing.

Tetapi, seiring berjalannya cerita, pemain akan mengetahui bahwa para tuan-tuan, para pencipta Android dan Machine Lifeform, sudah lama tiada. Tokoh 9S adalah android yang pertama mengetahui bahwa manusia telah lama punah. Ketika 9S menanyakan hal ini kepada Commander, mengapa kita semua melakukan semua ini, ketika manusia sudah punah ?

“We need a god worth dying for,” – Commander

Tetapi tidak. Figur “tuhan” yang disebutkan oleh Commander telah tiada. Manusia sebetulnya telah punah ribuan tahun lalu. Android yang berada di bumi kini sudah tidak punya alasan yang benar-benar konkrit untuk bertempur. Pemberi tugas mereka sudah tiada.

Relay pesan yang dikirimkan Council of Humanity ternyata dibuat hanya untuk menjaga moral bertempur para Android. Semuanya hanya bualan belaka. Dan judul background music Bunker, markas para Android, diberikan judul “Fortress of Lies” yang bisa diterjemahkan sebagai Benteng Kebohongan.

Begitu juga musuhnya, machine lifeform. Machines lifeform dibuat oleh Alien untuk merebut bumi, tetapi, sama seperti nasib manusia di dalam game ini, alien pun sudah tiada, hanya tubuh mereka saja tersisa, jauh di bawah tanah.

Mengutip frasa Nietzsche yang terkenal, bahwa “Tuhan telah mati,” saya pikir cocok untuk menggambarkan jalan cerita pada game ini. Bahwa, ketika tidak ada lagi nilai-nilai yang trasenden yang datang dari luar diri kita sendiri. Maka kita harus menciptakan nilai kita sendiri. Dalam konteks game ini, “nilai-nilai transenden” para Android dan Machine adalah tujuan mereka bertempur satu sama lain demi “tuhannya,” demi penciptanya, dalam hal ini Manusia dan Alien.

Meskipun NieR:Automata adalah game sekuel, dari Nier, yang rilis di konsol PS3, yang merupakan Spin-Off dari Game Drankengard, tidak banyak unsur-unsur dari prekuel atau serial aslinya, sehingga cukup aman dikatakan bahwa NieR:Automata adalah stand-alone game.

Tema sentral NieR : Automata adalah eksistensi, alasan kita untuk menjadi ada. Untuk para machines, dan android, alasan mereka untuk bertempur, menumpahkan darah (atau mungkin oli) satu sama lain? In the context of the game, sumber eksistensi kedua automata, android dan machines, adalah tuan-tuan mereka. Manusia dan Alien.

Di dalam lore gamenya, manusia telah punah, gagalnya project Gestalt yang diakibatkan oleh android model Popola dan Devola di dalam prequel gamenya, secara tidak langsung, telah mengakibatkan manusia menjadi punah. Alien pun begitu, mereka mati dibunuh oleh mesin yang dibuat oleh diri mereka sendiri. Seperti yang diceritakan oleh Adam, salah satu boss di dalam gamenya,

Jadi, secara langsung atau tidak langsung, para “tuan” yang ada di dalam game ini, telah dibunuh oleh ciptaan mereka sendiri.

Ketika tidak lagi ada tujuan yang selama ini mereka sudah lakukan sangat lama, apa yang harus, Android dan Machine Lifeform lakukan ?

Apa yang harus mereka lakukan, ketika mengetahui, bahwa tuan-tuan mereka telah tiada ?

Pertanyaan eksistensial seperti ini juga ditanyakan kepada para pemain, ketika mencoba untuk menginstall gamenya di konsol PS4

https://www.youtube.com/watch?v=AczZoNeso04

Yang menarik daripada semua pertanyaan ini adalah NieR:Automata tidak serta merta melemparkan pertanyaan-pertanyaan tersebut secara eksplisit, dengan menggunakan mekanisme video games, melalui storyline dan bahkan gameplaynya, Yoko Taro selaku penulis dan produser memasukkan ide dan pertanyaan ini ke dalam mekanisme gamenya.

NieR : Automata bukanlah game yang menyelipkan unsur-unsur edgy just for the sake of it edginess.

Dibutuhkan sedikit perhatian lebih untuk melihat apa yang ada dibalik game ini. Belum lagi, gameplaynya berpindah-pindah secara combat system, mulai dari hack and slash, top-down shooter, bahkan text adventure macam visual novel. Dalam berpindah-pindah cara bermain seperti ini, NieR:Automata menantang kita untuk memecahkan pesan yang ingin disampaikan oleh gamenya, dengan berbagai cara, lewat beberapa sudut pandang.

Satu yang saya tangkap dari game ini adalah, NieR:Automata mencoba untuk membicarakan tentang kemanusiaan, tanpa ada satupun manusia di dalam gamenya. Dari situ, saya melihat bahwa untuk menjadi manusia, seseorang (atau mungkin robot), haruslah memiliki tujuan.

Jika kita melihat dan melakukan quest dan subquest yang ada di dalam game NieR:Automata, banyak dari mereka akan memberikan gambaran tentang apa arti tujuan, mau ke arah mana hidup ini harus diarahkan. Hingga akhirnya, beberapa dari mereka meledakkan diri.

Machine Lifeform yang telah terputus dari jaringan “kesadaran kolektif” mereka pada akhirnya memutuskan untuk menjalani hidup masing-masing. Ketika 9S disandera oleh Adam, dan menghack memory Adam dan melihat kedalamnya, banyak dari para mesin telah mencoba untuk mencontoh manusia.

Ini bisa dapat kita lihat di dalam beberapa karakter, Pascal menjadi seorang kepala desa yang pasifis, Kiekergaard menjadi pemimpin sebuah sekte relijius, Forest King membangun suatu kerajaan yang lengkap dengan kastilnya. Beauvoir mencoba untuk mempercantik dirinya agar dilihat oleh Jean-Paul. Serta beberapa Machine Lifeform di dalam beberapa sub-quest, memilih untuk mencari tujuan hidupnya masing-masing.

Dan cara mereka mengimitasi kehidupan manusia, dalam taraf tertentu, dapat dikatakan sukses.

Di sini, saya pikir NieR : Automata memainkan cerita tentang kehidupan manusia dalam mencari suatu tujuan hidup, tanpa ada satupun manusia di dalamnya.

Beberapa tokoh filsuf juga beraliran eksistensialis, atau mereka yang membicarakan soal kesadaran, dimasukkan di dalam gamenya, meskipun ada beberapa upaya dalam mendekonstruksi soal gagasan mereka agar dapat sesuai ke dalam narasi NieR:Automata. Tapi mungkin ini akan menjadi bahasan di lain hari.

Di dekat bagian akhir cerita, terungkap bahwa Android, dan machine lifeform, secara esensial sama, Mereka dibangun dengan inti core yang sama, hanya saja pada akhirnya, outputnya berbeda, mereka dibuat, diberikan tujuan oleh para tuannya, untuk nanti menentukan tujuan mereka sendiri.

Lantas, apakah ini, tidak sama seperti kita manusia ?

Secara esensial kita semua sama, secara biologis kita berasal dari sebuah air mani yang hina.

Kita semua daging yang dibungkus dengan tulang, lalu apa yang membedakan kita semua ?

Apa yang membuat kita, sebagai makhluk, dapat menjadi begitu berbeda ?

Apa yang menjadikan kita semua, sebagai manusia, pada akhirnya memilih dan menetapkan tujuan kita masing-masing ?

Pikiran ini membawa saya kembali kepada narasi NieR;Automata itu sendiri. Bahwa ketika kita sadar kita ada, kita memiliki pilihan, untuk menentukan tujuan hidup kita sendiri-sendiri.

Tetapi meskipun begitu, NieR;Automata tidak melulu dengan segala mood dark and gloomy, tidak serta merta melakukan seperti itu.

Pertanyaan eksistensial ini membawa kita kepada tujuan akhir, ketika akan menyelesaikan game ini.

Jika pemain mengingat, ketika awal bermain, bahwa 2B berkata

“I often think about the gods who blessed up with this cryptic puzzle, and wonder even if we had a chance, to kill him.”

https://www.youtube.com/watch?v=ZIrIevgAvs8

Ending E menurutku moment yang paling powerful, touching dan memorable, kita, sebagai pemain, akan melakukan apa yang 2B bilang, to kill the gods who blessed us with this cryptic puzzle. Kita membunuh para “tuhan” yang menciptakan game ini. Jajaran developer, staff, pengisi suara, dan yang lainnya.

https://www.youtube.com/watch?v=6ReSKu1TblQ

Singkatnya, kamu akan diberi pilihan terakhir, apakah kamu akan membantu orang yang kesulitan menyelesaikan ending ini, dengan mengorbankan save file game mu yang sudah susah payah kamu selesaikan, untuk membantu orang yang bisa saja kamu benci, atau menyimpan segala sesuatunya untuk dirimu sendiri ?


PS. : Menurutku, yang menjadikan NieR : Automata begitu epic karena penggunaan mediumnya. Barangkali, jika bukan menggunakan video games sebagai medium, NieR;Automata tidak akan menjadi membuat kepalaku berpikir begini. Meskipun sudah dibuatkan drama, feel yang dihasilkan berbeda. Karena videogame menempatkan seorang pemain sebagai tokoh utama di dalam gamenya, perasaan yang dihasilkan juga berbeda. Beda dengan media lain, kita tidak menyimak cerita orang lain, videogames adalah bagaimana kita memainkan cerita kita. Tujuan kita.

https://www.youtube.com/watch?v=JxXqROkw2GI

Credits belongs to respective uploaders.

Saya selalu gagal untuk menyisipkan video ke dalam tulisan ini, jadi saya menaruh linknya saja untuk nanti di-klik. Mohon maaf.

[zombify_post]


Like it? Share with your friends!

64
bukanmaenandoang

Percaya bahwa videogames bukan hanya mainan semata. Percaya bahwa videogames punya kemampuan menumbuhkan rasa.

scrdwnd.wordpress.com

0 Comments