Waktu dan Kematian – Sebuah Esai Tentang Persona 3


55

Mungkin esai atau opini ini akan menjadi terlalu panjang, sulit bagi saya untuk menyampaikan pesan dari sebuah permainan yang memiliki playtime 80 jam lebih hanya dalam beberapa ratus kata. Saya mencintai setiap detik yang dihabiskan ketika bermain game ini. Meski game ini keluar lebih dari 1 dekade yang lalu, buat saya sendiri game ini merupakan suatu masterpiece. Saya bermain game pertama kalinya pada tahun 2011-an, sebagai bocah yang sok edgy, tema yang ditawarkan oleh game ini sangat beresonansi dengan hati saya pribadi. Tema utama dari game ini adalah Kematian. Yah, Kematian, dan secara tersirat, adalah soal Waktu.

Gamebrott Editorial

Kematian, bagi sebagian orang, ini adalah hal yang yang sangat mengerikan, bagi sebagian orang, kematian adalah obat bagi segala problema hidup yang mereka jalani. Begini, ada banyak hal di dunia ini yang mencoba untuk mempertanyakan hal-hal besar, namun hanya sebagian yang mampu untuk menyampaikan pesan tersebut. Dan saya rasa, Persona 3 mampu untuk menyampaikan ide tersebut.

Tema sentral Persona 3 adalah Kematian, Death. Frasa “Memento Mori”, yang secara dapat berarti “ingatlah bahwa kamu manusia,”,“ingatlah bahwa kamu akan mati” Menjadi suatu pengingat bagi kita, manusia, bahwa kita suatu saat akan mati, akan meninggalkan dunia ini. This sounds very depressing, you know?

WARNING : CONTAINS MAJOR SPOILERS.

Pertama-tama, biarkan saya menjelaskan plot cerita game ini.  Di dalam gamenya, kamu bermain sebagai seorang protagonis yang memiliki masa lalu tragis, kedua orangtuanya mati akibat “kecelakaan”. Skip 10 tahun, dirinya kini bersekolah di Gekkoukan High School, sebuah sekolah yang besar dan megah, namun memiliki latar belakang kelam. Ternyata sekolahnya adalah bekas laboratorium yang digunakan oleh Kirijo Group, yang mencoba untuk memakai kekuatan shadows untuk kepentingan mereka. Kecelakaan terjadi, terjadi malfungsi di dalam laboratorium yang menyebabkan para shadows mengamuk dan keluar dari laboratorium.

Kejadian ini menimbulkan anomali yang disebut sebagai Dark Hour, suatu periode waktu yang muncul tepat tengah malam tiap harinya, dan hanya bisa dirasakan oleh orang-orang tertentu. Saat Dark Hour, shadows mulai berkeliaran di kota, memangsa siapapun yang “sadar” pada waktu itu, dan jika mereka berhasil dimangsa, korbannya akan mengidap suatu sindrom yang di dalam gamenya dinamakan Apathy Syndrome, suatu sindrom yang menyebabkan korbannya tidak bisa lagi melakukan apa-apa, hanya mampu bengong, melongo kayak orang dongo.

Untuk mengatasi menyebarnya Apathy Syndrome, sebuah grup yang terdiri dari beberapa anak muda dan seekor anjing. Yep, seekor anjing. Mereka mencoba membasmi shadows, menggunakan kekuatan Persona. Jika shadows adalah monster yang muncul dan lahir dari dalam emosi negatif manusia dan buas, Persona memiliki konsep yang sama dengan shadows, namun sifatnya lebih jinak, dan kekuatannya dapat digunakan oleh empunya yang punya Persona.

Lalu ceritanya pun berlanjut, kamu sebagai protagonis, melakukan hal-hal yang biasa dilakukan oleh anak-anak SMA pada umumnya, belajar, nongkrong, cabut sekolah, ikut ekskul, sosialisasi sama teman-teman, mengunjungi toko buku, ujian sekolah, pacaran (). Tetapi di malam hari, saat Dark Hour terjadi, kamu bergabung dengan rekan-rekan di dalam suatu organisasi ekstrakulikuler SEES (Specialized Extracurricular Execution Squad) untuk membunuh shadows yang tercecer di sekitar kota, akibat dari gagalnya eksperimen Kirijo Group 10 tahun lalu.

As the story progress, kamu akan mengetahui dari hubungan-hubungan yang dijalin dari Social Link pernah mengalami perasaan kehilangan yang diakibatkan oleh kematian. Kamu, sebagai protagonis, melihat kedua orangtuamu mati di dalam “kecelakaan”, Yukari, ayahnya meninggal akibat ledakan di dalam Kirijo Lab, Junpei, melihat Chidori, meninggal di depan matanya, Mitsuru melihat ayahnya sendiri ditembak mati di depan matanya, Akihiko, kehilangan kedua saudaranya ketika masih di dalam panti asuhan, Shinjiro mati, Ken melihat ibunya mati, Koromaru harus kehilangan tuannya sebelum ia bergabung dengan SEES, dan Aigis pun “dimatikan” sebelum SEES datang ke pulau Yakushima, dari seluruh tokoh utama, mungkin hanya Fuuka yang tidak memiliki pengalaman kematian atau kehilangan. Kematian mengikuti semua orang kemanapun mereka pergi. Untuk tokoh lain yang ada di dalam game ini, mereka juga memiliki pengalaman dengan kematian, mereka yang tidak mempunyai pengalaman dengan kematian, diberikan latarbelakang dengan berbagai macam tragedi, yang pahit untuk dirasakan.

Dan pada akhirnya, belum cukup dengan segala kematian tersebut, kamu, sebagai protagonis, pun pada akhirnya “mati”. Menjadi segel setelah mengalahkan Nyx selaku Final Boss, yang dihadapi di ujung menara Tartarus, tempat yang mana sekolahmu berubah menjadi ketika masuk periode Dark Hour. Menjadi segel untuk mencegahnya datang kembali. Menjadi segel yang menjaga umat manusia dari kehancurannya, yang disebabkan oleh diri mereka sendiri.


Itulah kira-kira ringkasan dari plotnya.

Sekiranya cukup panjang saya menceritakan plot yang ada di dalam game ini. Dari sini, biarkan saya menjelaskan, tentunya dengan pemahaman yang saya miliki, tentang relevansi Persona 3 dengan Kematian.

Kita semua, hidup dikejar waktu. Mau apapun kamu, mau apapun dirimu, pasti kita dikejar waktu. Itu adalah pesan yang saya dapat setelah menyelesaikan game ini. Persona 3 mampu mengintegrasikan pesan ini ke dalam gameplay-nya. Yang ditegaskan dalam narasi awal ketika kamu memulai gamenya.

  “Time never waits.
It delivers us all to the same end.

You, who wish to safeguard the future,
however limited it may be.

You will be given one year;

Go forth without falter,
With your heart as your guide…”

Sesuai dengan pesan ini, kamu diberikan waktu 1 tahun di dalam gamenya untuk melakukan berbagai macam hal yang ada di dalam gamenya. Dari grinding di Tartarus, mengatur waktu untuk menaikkan berbagai macam status karaktermu, memaksimalkan 22 Social Link, deadline mission yang harus diselesaikan, dan belajar untuk menghadapi ujian.

Yah, sebagai pelajar SMA, karakter yang kamu mainkan tentunya harus belajar jika ingin nilai bagus, di game ini kamu gabisa nyontek. Kecuali mainnya sambil baca guide.

Dalam sehari, kamu diberikan dua kali waktu untuk melakukan hal-hal di atas. Tentunya, kamu harus bisa memaksimalkan waktu yang tersedia untuk memaksimalkan in-game progress, apalagi jika kamu mengincar 100% completion.

Time never waits, it delivers us all to the same end. Dengan semua keterbatasan waktu yang kamu miliki, kamu dipaksa secara tidak langsung untuk memanfaatkannya sebaik mungkin. Jika gagal, kematian yang selalu bersembunyi di pojokan akan segera menyergapmu.

Soal kematiannya, ini nampak dimana-mana, dari plot cerita, background music, kutipan-kutipan, background tempatnya. Selain itu semua, tema tentang kematian juga diperlihatkan ketika kita battle melawan shadows. Untuk memanggil Persona, karakter yang kita mainkan akan menempelkan suatu alat berbentuk pistol ke dahi, lalu menarik pelatuknya untuk memanggil Persona mereka masing-masing. Evoker namanya.

Buatku, ini terlihat sungguh keren dan unik. Penggunaan Evoker untuk memanggil Persona, bisa saja menyimbolkan, ketika seseorang dihadapi dengan kematian, seseorang akan mampu untuk menunjukkan bentuk asli mereka. Evoker adalah suatu bentuk pengakuan terhadap kematian. Sedikit ironis, karena secara harfiah, Persona yang diambil dari bahasa latin, berarti topeng, topeng yang kita pakai untuk menyembunyikan diri kita. Tetapi di dalam Persona 3, selain karakter utama, masing-masing karakter hanya memiliki satu Persona, yang bisa berubah seiring berjalannya cerita, ketika mereka mampu untuk mengatasi dan membuat resolusi atas dirinya mereka sendiri. Lihat bagaimana karakter menggunakan Evoker untuk memanggil Persona mereka.

Credits to the uploader

 

Memang, mencoba lari dari kematian dirimu adalah suatu yang sia-sia, kematian akan selalu mengintaimu di setiap tikungan hidup. Kita semua tidak akan pernah bisa untuk mengecohnya.

Mestinya, kematian yang selalu menghantuimu, kamu gunakan untuk mendorong dirimu sendiri, untuk menggunakan waktu sebaik mungkin dari kehidupan yang fana ini. Di dalam game ini sendiri, kamu memiliki waktu yang terbatas untuk melakukan banyak hal di dalam gamenya.

Namun, ada hal yang menarik jika kamu mati ketika sedang eksplorasi melawan shadows, akan muncul pesan ini, dengan latar belakang Velvet Room.

“Death is not a hunter unbeknownst to it’s prey.
One is always aware that it lies in wait.
Though life is merely a journey to the grave,
It must not undertaken without hope.
Only then a traveler story lives on,
treasured by those who bid him farewell.”

Buat saya pribadi, ini adalah suatu quote yang sangat emosional, dan menyentuh.

Though life is merely a journey to the grave,
It must not undertaken without hope.

Walau hidup hanyalah perjalanan menuju kematian,

Janganlah menjalankannya tanpa harapan.

Only then a traveler story lives on,
treasured by those who bid him farewell

Dengan begitu cerita seorang pengelana tetap hidup

Diwarisi oleh mereka yang mengucap salam kepadanya.

Tetapi, “Kematian” dapat dihindari.

Selagi kamu hidup di dalam pikiran dan dikenang oleh orang-orang terdekatmu. Selagi kamu berusaha semaksimal mungkin, sekuat tenaga, menjalankan apa yang sudah ditakdirkan untukmu.

Meski Persona 3 adalah game dengan tema kematian, pembawaan yang dark dan tragic, dengan segala mood yang ada di dalam game tersebut, disampaikan kepada kita, secara tersirat dan tersurat, bahwa hidup tidak serta-merta hanya untuk mati. Hidup harus dijalani dengan penuh harapan, penuh semangat.  Bahkan, jika kamu diam terlalu lama di suatu floor dalam Tartarus, Reaper, mini-boss yang kuat, akan datang mengejarmu. Reaper…

Yep, Grim Reaper.

Huft.

Mungkin inilah yang membuat Persona 3 sangat memorable. Pesan yang tersirat di dalam game ini sangat kontras dengan tema dan pembawaan yang ada di dalam gamenya.

Tema soal “Waktu” diwakilkan oleh gameplay Persona 3, sedangkan “Kematian”, diwakilkan oleh narasi cerita Persona 3.

Ide tentang “Memento Mori” yang muncul di awal permainan bukanlah memandang hidup sebagai sesuatu yang sia-sia, yang hanya akan berujung kematian. Tapi teruslah hidup, carilah cahaya, meski dunia ini dipenuhi dengan keputusasaan. Jika memang kamu terkekang di dalam rantai-rantai ketakutan, rantai-rantai keputusasaan. Hancurkanlah. Bakarlah ketakutanmu. Larilah dan kejar cahaya itu.

 

Credits to the uploader

“I will –
(Burn my dread)
I once ran away from the god of fear
And he chained me to despair-yeah
(Burn my dread)
I will break the chain and run
till I see the sunlight again
I’ll lift my face
and run to the sunlight”


Like it? Share with your friends!

55
bukanmaenandoang

Percaya bahwa videogames bukan hanya mainan semata. Percaya bahwa videogames punya kemampuan menumbuhkan rasa.

scrdwnd.wordpress.com

0 Comments