Dead Cells Review – Kesulitan yang Adiktif

dead cells header

Dead Cells bagaikan eksperimen monster Frankenstein. Game mencoba memadukan 3 genre game sekaligus mulai dari metroidvania yang memaksa pemain untuk eksplorasi map besar penuh misteri hingga temukan ruangan yang tepat, roguelite yang terus mengubah layout level setiap kali dimainkan, dan souls-like yang notabene susah dan mendorong pemain untuk menghapali tiap aspek dari gameMemadukan berbagai genre seperti ini rawan membuat game menjadi tidak fokus dan krisis indentitas, khususnya untuk studio indie kecil yang mencoba rilis game pertamanya di semua platform game modern yang ada. Namun dengan eksekusi matang dari Motion Twin, ketiga genre ini bergabung menjadi satu kesatuan yang sulit namun adiktif untuk dimainkan ratusan kali.

Dilihat sekilas, Dead Cells terlihat seperti game-game indie lainnya dengan elemen roguelite yang menjadi klise sekarang ini untuk studio-studio indie. Roguelite yang notabene miliki level acak telah dapatkan persepsi buruk dalam beberapa tahun terakhir. Level acak yang dibuat oleh fitur procedural generation membuat desainer level tidak terlalu pusing karena tidak harus habiskan banyak waktu pada desain level dan trik ini menjadi trik murahan untuk membuat playtime dari game lebih lama dari seharusnya. Meskipun ini terdengar seperti hal yang buruk, namun indahnya genre ini datang dari seberapa bagus eksekusi dari developer. Ketika genre roguelite dipadukan dengan desain gameplay yang penuh variabel dan konten yang mumpuni untuk membuat pemain penasaran, genre roguelite dapat menjadikan game sangat rewarding dan adiktif untuk dimainkan. Dead Cells menjadi contoh terbaru dari eksekusi baik tersebut.

Kill, Die, Repeat

Premis dari Dead Cell sangatlah sederhana, kamu bermain sebagai gumpalan hijau yang dapat mengambil kontrol tubuh yang sudah mati. Kamu mencoba untuk membebaskan diri dari sebuah penjara bawah tanah, namun tentu saja banyak rintangan yang akan menghalangi usahamu tersebut. Prajurit-prajurit musuh yang semuanya ingin membunuhmu, level yang selalu berubah setiap kali kamu mati, dan bos besar mematikan merupakan rintangan terbesar yang akan kamu hadapi.

Game selalu berawal sama, kamu mengambil pedang sebagai primary weapon lalu memilih perisai atau senjata range sebagai secondary weapon dan kemudian memulai game melawan zombie, pemanah, dan pelempar bom di level pertama. Hanya saja tiap layout dari level yang akan kamu lewati tidaklah selalu sama. Disinilah genre roguelite diimplementasikan pada game ini. Layaknya game-game roguelite lain seperti Enter the Gungeon, Spelunky dan Nuclear Throne, game gunakan procedural generation untuk desain level. Maka kamu takkan pernah temui layout map yang sama meskipun mungkin background dan desain keseluruhan dari level tersebut miliki pola repetisi tersendiri seperti level pertama selalu berada di penjara, level kedua di saluran pembuangan, level ketiga di menara, dan seterusnya. Di satu sisi, desain random seperti ini membuat game lebih menarik untuk dimainkan ulang, namun di sisi lain kamu punya kesempatan besar untuk tidak beruntung dan dapatkan loot sampah yang membuat game menjadi lebih sulit dari seharusnya.

Boss fight dengan loot sampah? Thanks RNG!

Dengan tradisi level acak dari genre roguelite, bagaimana Motion Twin dapat suntikan metroidvania dalam game ini? Sederhana, mereka membuat banyak area di tiap level tidak bisa diakses hingga kamu miliki rune tertentu. Rune seperti memanjat tanaman menjalar, groundslam, ataupun teleportasi akan didapatkan pemain dengan semakin jauh progres yang dicapai. Tiap level di game meskipun dibuat acak selalu miliki area tertentu yang tak dapat diakses tanpa kehadiran rune ini, maka pemain harus sebisa mungkin bertahan hidup untuk dapatkan rune tersebut apabila mereka ingin eksplorasi area-area tersebut.

Mati merupakan hal biasa dan wajar, khususnya untuk game yang mencoba perpadukan roguelite dan souls-like di waktu yang sama. Layaknya game-game roguelite lainnya, tiap sesi yang kamu lakukan akan memberikan kesan progresi tersendiri meskipun kamu mengulang dari nol, akan tetapi Dead Cells membangun sistem progresi ini lebih baik. Hal ini dikarenakan sistem blue cell pada game. Layaknya game souls-like, tiap musuh yang kamu bunuh punya kesempatan untuk jatuhkan loot. Pada game ini, musuh bisa jatuhkan item berupa emas, berlian, makanan yang dapat digunakan untuk healing, dan juga blue cellBlue cell digunakan untuk upgrade permanen di tiap transisi level baru. Upgrade permanen ini dimulai dari sesuatu yang kecil seperti membuka akses senjata baru hingga menambah kapasitas healing potion-mu. Sistem ini membuat tiap sesi bermainmu tidak terasa terlalu terbuang begitu saja karena kamu tahu jika sesi bermain selanjutnya akan sedikit lebih mudah karena kamu baru saja dapatkan upgrade-upgrade baru dari sesi bermain sebelumnya.

Ada banyak upgrade permanen yang dapat kamu dapatkan dari game ini

Meskipun replaybility game ini kebanyakan datang dikarenakan procedural generation dari tiap level, yang membuat Dead Cell menarik untuk dimainkan berkali-kali ialah gameplay. Dead Cell miliki gameplay yang mendorong pemain untuk terus beraksi dan mamfaatkan semua kemampuan yang dapat dilakukan karakter utama. Kebanyakan game seperti ini biasanya membatasi pemain dengan sistem ammo ataupun mana agar mereka tidak terus gunakan trik yang sama berkali-kali, namun di Dead Cell, semua gadget dan senjata yang kamu miliki hanya terbatasi oleh cooldown semata. Game secara tidak langsung memaksa pemainnya untuk eksploitasi trik yang baru saja kamu temukan separah mungkin karena gameplay didesain untuk pemain beraksi secepat mungkin.

Setiap musuh yang kamu bunuh juga akan memberikan sang karakter utama boost DPS dan movement speed, membuat kamu merasa ingin terus membunuh monster meskipun tak seharusnya kamu lakukan. Eksplorasi dari game ini juga menjadi elemen yang menyenangkan karena kamu akan selalu dihargai dengan item tertentu untuk mengambil resiko memasuki wilayah yang pasti akan banyk musuh. Gameplay cepat serta rewarding ini dipadukan dengan animasi mulus dan desain musuh yang menarik membuat Dead Cell menjadi game yang mampu membuat pemainnya berkata “satu kali lagi dah” setiap kali mati.


Aspek teknikal yang patut diacungi jempol

Visual pixelated mungkin tergolong jadul untuk saat ini, namun ketika berada di tangan yang benar, visual pixelated masih dapat memuaskan pemainnya dari segi estatika dan artistik yang dapat dicapai dari artstyle ini. Visual pixelated dari Dead Cells miliki ciri khas tersendiri yang membuat visualnya berbeda dibandingkan game-game dengan artstyle yang sama. Tiap pixel yang ada di karakter utama, musuh yang kamu hadapi, hingga background dibuat sangat detil dan khas oleh Motion Twin, membuat visual dari Dead Cells mampu memanjakan mata meski tak hadirkan tekstur super realistik maupun efek visual modern apapun.

Visual pixelated yang menawan karena detil yang indah dari developer

Aspek suara dari Dead Cells juga tak kalah menarik. Musik soundtrack dari komposer Valmont de Ragondas menjadi koleksi musik yang dapat memukau telinga para pendengar. Alunan gitar dan suara drum di tiap soundtrack game berhasil dalam membangun suasana tiap level dan aksi yang dipresentasikan di dalam layar pemain. Untuk aspek suara di game lainnya, bisa dibilang tak begitu buruk, namun satu kekurangan yang ada pada aspek ini ialah suara yang dikeluarkan pada senjata cambuk listrik yang ada di game. Mungkin tidak semuanya merasakan yang sama seperti saya, tetapi dari pengalaman bermain 20-30 jam sejauh ini, suara cambuk listrik di game ini terdengar terlalu nyaring dibandingkan suara-suara senjata lainnya. Tak jarang saya terpaksa menurunkan volume game setiap kali menggunakan senjata tersebut dan menaikkannya kembali ketika beralih ke senjata lain. Diluar dari suara tersebut, presentasi dari game ini tergolong fantastis.


Thank you, Dark Souls Dead Cells

Diluar dari segala pujian yang saya keluarkan dari game ini, sudah bisa dipastikan kalau saya akan merekomendasikan game ini kepada kalian semua. Namun akan menjadi bohong besar apabila tak ada beberapa hal yang membuat saya sedikit kesal dari game ini.

Dead Cells merupakan game yang sulit, dan tak ada yang salah akan hal tersebut. Akan tetapi kesulitan dari game ini datang dari satu hal yaitu absennya recovery time. Apabila kamu tidak tahu apa itu recovery time, biarkan saya jelaskan secara singkat. Kebanyakan game platformer seperti ini biasanya memberikan karakter semacam invicibility frame (yang diindikasikan dengan karakter menjadi kelap-kelip) ketika terkena satu hit selama beberapa detik. Hal ini dilakukan desainer game agar pemain punya kesempatan untuk melakukan serangan balik dan tidak mati seketika begitu saja. Developer Dead Cells seakan angkat jari tengah akan mekanik tersebut dan membiarkan pemain terus terkena damage di tiap serangan yang mengenai karakter. Melihat level dan lokasi musuh dibuat acak, tak jarang kamu akan temui kumpulan musuh bergerombolan di satu lokasi dan ketika kamu terkena satu hit saja ketika dikeroyok para musuh ini, kamu tak hanya terkena stagger selama beberapa milisekon tetapi juga bisa terkena serangan beruntun dari musuh lainnya, membuat semua progresmu hilang begitu saja.

Thank you, Dark Souls

Satu hal lain yang saya sayangkan dari game ini ialah boss battle. Tak hanya jumlah boss yang dihadirkan tergolong sedikit, khususnya ketika dibandingkan dengan game roguelite lain, tetapi juga tiap boss tidak terlalu miliki desain pertarungan yang tidak menarik. Setiap boss miliki serangan yang bisa selalu dihindari dengan satu tombol, miliki health pool terlalu besar yang membuat pertarungan memakan waktu terasa begitu lama, dan serangan yang selalu habisi 1/3 HP dari pemain. Dibandingkan dengan boss battle dari game metroidvania lain seperti Hollow Knight atau roguelite lain seperti Enter the Gungeon, boss battle dari Dead Cells terkesan underwhelming.

Verdict

Dead Cells memang bukanlah game yang memberikan inovasi spesial apapun dibandingkan game-game lain yang sudah ada, akan tetapi Dead Cells telah capai satu target pasti yang membuat sebuah game layak untuk dimainkan – gameplay yang fun. Dead Cells merupakan salah satu game indie terbaik yang dirilis pada tahun ini, dan itu merupakan pujian yang besar melihat betapa fantastisnya game-game indie yang dirilis sepanjang tahun 2018 ini. Apabila kamu mencari game indie yang sulit untuk dimainkan, Dead Cells menjadi game yang kamu cari.

Exit mobile version