Developer Game Horor Berikan Pendapat tentang Jumpscare

Outlast Nintendo Switch e1519788732667.jpg.optimal

Jumpscare menjadi trik paling mudah untuk menakuti seseorang. Namun penggunaannya yang terlalu sering pada film dan game membuat jumpscare terlalu klise dan dibenci oleh penggemar horor. Banyak orang membangun pendapat jika jumpscare kini hanya membuat orang “terkejut” semata dan bukan merasa ketakutan yang secara teknis merupakan dua hal yang berbeda.

Meskipun pendapat tersebut ada benarnya, terkadang jumpscare tetaplah efektif dalam membuat pemain merasakan horor dari sebuah media asalkan jumpscare tersebut dilakukan dengan baik dan tidak terlalu sering. Apa pendapat developer game akan jumpscare sendiri, apakah mereka juga melihat jumpscare sebagai trik termudah untuk menakuti pemain?


Dion Lay – penulis dari Alien Isolation, Creative Assembly

Dion Lay menganggap Jumpscare punya tempatnya sendiri dalam membangun horror game. Dirinya percaya jika jumpscare masih tetap efektif untuk game horor, namun jika digunakan dalam waktu yang tepat dan tidak berlebihan.

“Jumpscare tentu miliki tempatnya sendiri. Salah satu yang membuat saya menyenangi horor adalah genre ini sangalah luas dan ada banyak berbagai jenis – slasher, kisah hantu, dan bahkan komedi – dan banyak cara yang dapat digunakan. Jumpscare merupakan salah satu caranya – (jumpscare) digunakan sebagai bumbu penyedap dalam hiburan utama. Kamu bisa gunakan jumpscare bohongan atau menipu pemain akan adanya jumpscare yang dapat membuat pemain lega sedikit – ‘kamu telah ditakuti, kini ambilah nafas sedikit’. Jumpscare bagus untuk memberikan kontras pada terror ancaman yang berlangsung, ataupun ketakutan yang dibangun oleh lokasi dan juga soundtrack.”


Phillipe Morin – co-founder dari Red Barrels, developer dari Outlast

Menurut Phillipe, jumpscare itu penting dalam game yang mereka buat. Namun mereka pastikan jumpscare yang dibuat akan membekas kepada pemain agar mereka merasa tak nyaman dan takut jumpscare selanjutnya terjadi.

“Dalam pembuatan Outlast 2, kami diberitahu jika game belum miliki jumpscare yang cukup dan beberapa berpendapat jika game terlalu andalkan jumpscare. Horror merupakan sesuatu yang subjektif dan jumpscare yang bagus sangalah sulit dieksekusi karena semuanya selalu berakhir dengan teriakan besar. Kamu perlu berikan ketegangan dalam durasi yang tepat, hingga pemain merasakan tak nyaman dan cepat-cepat ini jumpscare terjadi karena mereka sudah tak tahan lagi. Jumpscare yang bagus seharusnya akan membekas didalam pikiranmu hingga membuatmu merasa tak nyaman sepanjang game.”


Thomas Grip – Creative director dari Frictional Games, developer dari Amnesia: The Dark Descent

Meskipun Amnesia bukanlah game yang terlalu andalkan jumpscare, Thomas berpendapat jika jumpscare tetaplah efektif  selama diisi dengan atmosfir yang kuat sebelum jumpscare terjadi.

“Bagi saya, hal terpenting dari jumpscare adalah ancamannya. Mereka bertindak sama seperti sebuah kegagalan – mereka adalah sesuatu yang ditakuti terjadi oleh pemain, atau setidaknya membuat mereka cemas terjadi. Setelah kamu sadar jika jumpscare akan terjadi, pemain akan mengantisipasinya, menambahkan faktor ketakutan tertentu. Maka, ketika pemain memasuki ruangan baru, mereka khawatir sesuatu akan muncul dan menakuti mereka, dan membuat mereka merasa gelisah – meskipun jumpscare tersebut tidak terjadi pada akhirnya.”


Jordan Thomas – Developer dibalik 3 game Bioshock

Jordan berpendapat negatif akan jumpscare. Dirinya memandang jumpscare terlalu murahan sekarang ini karena hanya digunakan untuk memamfaatkan naik daunnya budaya let’s play yang biasanya menggunakan game horror karena menjadi cara paling mudah untuk keluarkan reaksi lucu.

“Saya merasakan adanya titik temu dari naik daunnya streamer, torture porn dan game engine indie murahan yang dipakai untuk game horror sekarang telah membuat genre horor yang dulunya langka menjadi sesuatu yang memalukan – dengan kumpulan game versi murahan, versi C dan D-movie dari video game yang dimana kamu berjalan dengan render flashlight yang buruk dan sesuatu muncul tiba-tiba dari dalam kloset kehadapanmu. Itu bukanlah horor yang saya harapkan akan lahir di tahun 2000-an.”


Naik daunnya Let’s Play dan video reaksi

Bisa dikatakan jika let’s player seperti PewDiePie adalah penyebab mengapa game horor semakin populer saat ini. Melihat orang terkadang takut bermain horor game, melihat orang lain bermain menjadi alternatif tersendiri. Akan tetapi di waktu yang sama let’s play seperti ini secara gratis memasarkan game kepada penonton yang mungkin membuat mereka tertarik untuk mencoba sendiri game tersebut setelah melihat youtuber favoritnya memainkan game tersebut.

Saat Red Barrels umumkan Outlast, mereka sadar jika kebanyakan pemain tak sabar untuk melihat PewDiePie memainkan game tersebut. Penasaran akan siapa orang ini, mereka merasakan jika timing game mereka sangat pas karena PewDiePie sedang dalam masa jayanya saat itu dan youtuber tersebut bisa mendorong kepopuleran game mereka tanpa harus lemparkan banyak uang dalam pemasaran game.

Meskipun ini terdengar seperti hal yang positif beberapa developer terkadang takut jika game telah terbocorkan terlebih dahulu, membuat bagian seram dari game mereka tidak lagi seram karena pemain sudah tahu apa yang terjadi di detik dan titik lokasi akan terjadinya momen seram.

“Rasanya sedikit aneh, karena kamu tak mau semua kejutan penting di game terbocorkan, namun melihat dulu kami hanya studio kecil baru dengan IP baru, kamu juga butuh visibilitas tersendiri,” ungkap Phillipe Morin.

“Pada akhirnya, kamu hanya berharap orang yang tertarik untuk bermain game untuk tidak menonton keseluruhan playthrough. Kamu takkan pernah tahu apakah penjualan sebuah game dikatakan buruk karena orang lebih memilih menonton playthrough atau tidak. Dari apa yang saya ketahui, tak ada data yang menyebutkan hal ini (nonton dan juga bermain sendiri). Outlast pertama telah didownload oleh 15 juta pemain, saya rasa memang ada dua tipe orang dalam game horor, dan mereka yang telah menonton di Youtube takkan tertarik untuk membeli game.”

Dion Lay berpendapat jika kepopuleran Let’s Play saat ini secara tak langsung mengubah cara developer mengendalihkan game horor. “Saya bisa bayangkan developer sekarang bertanya-tanya ‘Apa yang akan menjadi momen Let’s Play kita?’ ketika membuat sebuah game,” ungkap Dion Lay.

Thomas Grip dari Frictional Games juga berpikir serupa dengan Dion Lay akan kepopuleran Let’s Play. “Ketika Youtuber bermain game, memang sudah menjadi keharusan mereka untuk memperlihatkan sesuatu yang dapat menghibur audiensnya. Mereka akan bermain game dengan reaksi lebih dibandingkan pemain biasa.”


Pada akhirnya, semua developer diatas berpendapat jika jumpscare hanya akan bagus apabila dieksekusi dengan baik. Jumpscare memang terkesan murahan dan mudah dilakukan, namun ketika dilakukan dengan tepat, jumpscare akan efektif untuk menakuti pemain.

Jumpscare harus dilakukan pada waktu dan jumlah yang seimbang. Apabila terlalu mengandalkan jumpscare, game kehilangan kesan horornya karena terlalu mudah ditebak akan apa yang terjadi selanjutnya. Developer diatas tetap mengandalkan atmosfir untuk menakuti pemain, karena bermain dengan imajinasi pemain adalah cara terbaik dalam membangun horor. Namun apabila harus melakukan jumpscare, mereka membuatnya dengan membangun ketegangan terlebih dahulu sebelum diakhirnya dengan kejutan.

Jumpscare bagaikan turunan tinggi dalam roller coaster, efektif untuk membuat pemain teriak ketakutan. Turunan yang tinggi tentu saja membutuhkan rel naik yang tinggi juga, disinilah antisipasi akan rel turun tersebut dibangun, membuat pemain merasa takut akan turunan yang akan terjadi. Tanpa rel yang naik keatas ini, kamu hanya akan dapatkan turunan kecil yang meski kamu tambahkan ratusan kali sepanjang wahana, takkan membuat yang naik takut. Horor merupakan genre yang kompleks dan sangat subjektif, namun pada akhirnya jumpscare menjadi cara termudah untuk memancing reaksi takut pada pemain.

Source: PC gamer

Exit mobile version