Sudah puas dengan akhir pekan kalian? pada awal Maret ini tentu saja kita kedatangan banyak film yang mungkin bisa mengisi waktu luang kita untuk sekedar refreshing atau melepas penat dengan orang yang kita sayangi (kalo punya ya cuy), sesuai dengan judul diatas, kali ini saya akan membahas film adaptasi game yang baru aja dirilis di Indonesia, yup, film adaptasi dari game Tomb raider.
Sebelum kita masuk ke pembahasan mengenai film terbaru dari adaptasi salah satu franchise game terlaris racikan Square Enix ini, saya yakin bahwa apapun point-point dari penilaian saya disini kemungkinan besar akan menimbukan pro dan kontra nantinya, mungkin sebagian dari kalian akan setuju dengan penilaian yang saya berikan, sebagian mungkin akan menggelengkan kepala dan mengatakan “g”. Jadi rasanya pasti akan ada pemikiran yang berbeda dari kalian yang sudah menyaksikan filmnya.
Setelah berbagai foto awal yang beredar di internet pada bulan Maret tahun lalu, film Tomb Raider terbaru ini menuai banyak pro dan kontra, pasalnya pada adaptasi kali ini penampilan Alicia Vikander sebagai Lara Croft terlihat kurang mirip dengan versi gamenya, dan sutradara yang ditunjuk untuk mengarahkan film ini dinilai masih memiliki track record yang kurang. Kita tahu sebagian besar (sekitar 90%) film adaptasi dari sebuah game berakhir naas dan kurang mendapatkan feedback baik dari penontonnya,. Lalu, apakah film Tomb Raider terbaru arahan Roar Uthaug ini sanggup mematahkan kutukan adaptasi game ke film? apakah mampu mengungguli Tomb Raider yang dibintangi oleh Angelina Jolie? dan mengapa saya menyebutnya sebagai adaptasi yang “berantakan”? mari kita bahas lebih jauh, dengan bahasa yang lebih santai aja.
Ceritanya apakah lebih bagus dari versi gamenya?
Film Tomb Raider kali ini merupakan adaptasi dari game Tomb Raider reboot yang dirilis tahun 2013 silam, namun ia punya sebagian porsi cerita yang dirombak dari versi gamenya. Bukan seorang arkeolog muda dengan latar belakang pendidikan yang tinggi, Lara Croft disini diceritakan enggak mau ngambil warisan dari Ayahnya, Richard Croft (Dominic West), yang menghilang di pulau Yamatai (seperti dalam gamenya), Lara lebih milih hidup kere dengan jadi seorang kurir sepeda (what?).
Gak seperti dalam gamenya yang menampilkan Lara Croft yang terlihat innocent, polos, dan masih unyu-unyu saat melakukan perjalanan ke pulau Yamatai, disini Lara Croft ditampilkan langsung sebagai gadis tomboy yang kuat dan cekatan dengan kehidupan kerasnya, walaupun dia juga ditampilkan masih memiliki banyak sekali rasa manusiawi didalam hatinya, tapi intinya dia secara langsung udah lebih tangguh dari Lara versi gamenya.
Seperti yang dikhawatirkan kemarin mengenai track record Sutradara Roar Uthaug yang belum pernah menggarap film dengan budget besar, penyutradaraanya disini terlihat kurang matang, dengan banyak plothole dan perpindahan scene yang kurang match. Yang membuat makin ga “ngeh” disini ada 4 writer yang bekerja sama dengan Roar Uthaug, tapi hasilnya ga bisa berakhir seperti yang diharapkan. Bahkan terkadang kalian dipaksa buat nyingkirin logika kalian buat menikmati film ini, misalnya, mana mungkin Lara menemukan camp musuh di hutan belantara tanpa petunjuk jalan maupun peta?
Kisah Tomb Raider kali ini ga bisa se-epik versi gamenya, tapi meskipun ga se-epik gamenya, bukan berarti cerita yang disuguhkan jelek, ceritanya masih terasa lumayan sebenarnya, bahkan ada beberapa momen yang bikin kita tersentuh, kebanyakan sih mengenai hubungan Lara dengan Ayahnya. Kalau di versi game Lara melakukan ekspedisi di pulau Yamatai bersama banyak rombongannya seperti Reyes, Jonah, Alex, Sam & Grim, di versi film ini lara diceritakan mencari Ayahnya ke pulau Yamatai dengan Lu Ren (Daniel Wu) aja. Disini Lara bakal menghadapi kelompok bersenjata yang dipimpin oleh Mathias Vogel (Walton Goggins), berbeda dengan versi gamenya, Mathias Vogel disini diceritakan adalah seorang utusan yang dikirim oleh organisasi jahat bernama Trinity, untuk menemukan makam ratu Himiko.
Disini Lara kadang-kadang terlihat cerdas dan sekaligus bodoh disaat yang sama, dia ahli dalam menyelesaikan berbagai puzzle, tapi dalam hal seperti menghadapi musuh, ia kadang-kadang terlihat bodoh, sampai mungkin bikin kita berfikir (woy, lu kan bisa gini, trus gini jadinya kan aman!), bayangin aja, Lara udah masuk ke camp musuh, sebenarnya dia bisa langsung ngebunuh antagonis utama atau sekedar menyanderanya dan ngedapetin apa yang Lara mau. Tapi akhirnya Lara malah make cara “chaotic” yang bikin beberapa orang ga bersalah kebunuh, atau saat Lara habis ngebunuh salah satu pria bersenjata utusan Vogel, setelah menang, bukannya ngambil senjata lawan yang udah mati, Lara justru langsung cabut. Ga sampe disitu aja, ada adegan dimana Lara bisa langsung ngebunuh musuh dengan sekali timpuk buat ngejatuhin musuhnya dari ketinggian, tapi apa yang malah Lara justru lakuin? dia justru lompat ke zona bahaya dan masukin musuhnya ke zona aman, (ini adalah suatu momen yang bikin hati gue berkata, “WTF!?”), ya walaupun akhirnya tentu aja lara selamat, tapi tetep aja cara kayak gitu “ga Lara banget”.
Buat kalian yang ngarepin berbagai kejadian dan pertarungan supranatural seperti yang ada di dalam gamenya, dimana Lara menghadapi mayat Hidup para ksatria Jepang kuno yang menjaga makam ratu Himiko. Maaf kalian bakal kecewa, satu-satunya hal supernatural disini hanyalah ratu Himiko, ga seperti di dalam gamenya dimana Lara bakal menghadapi Himiko dalam pertarungan yang epik, Himiko sendiri disini juga ga ngasih porsi besar, karena dia hanya berperan sebagai mayat, bukan sosok mahkluk mayat hidup berbahaya seperti dalam gamenya. Dari segi cerita, meskipun memiliki beberapa momen mengharukan didalamnya, kisah Tomb Raider kali ini masih jauh dibawah versi gamenya.
Tapi, soal adegan aksi kalian ga perlu khawatir, action yang disuguhkan di film ini lumayan banyak tapi tetap sesuai porsi, bahkan ada beberapa adegan ikonik dan keren dalam gamenya yang dimasukan ke dalam film ini, dan itu bakal jadi salah satu daya tarik tersendiri ketika kalian nonton filmnya.
Lanjut ke pembahasan berikutnya di halaman selanjutnya.