Game indie buat kamu yang sabar dan suka meloncat
Ketika kita mendengar istilah game indie maka pikiran kita akan mengarah ke sebuah game yang tidak mendewakan tampilan grafik. Hampir sebagian besar game indie lebih mengutamakan story dan mekanik gameplay yang menarik untuk membuat para gamer tertarik.
Begitu pun dengan The Forbidden Arts, salah satu game indie yang saya tungguin sebenarnya. Meskipun mengusung gaya 3D, namun itu bukan selling point-nya. Game ini lebih mengandalkan mekanik gameplaynya.
Beruntung kami mendapat key dari Stingbot Games, so thank you Stingbot Games. The Forbidden Arts sendiri merupakan game yang menggunakan pendekatan side-scrolling, mekanik gameplay yang diusung adalah action platformer. Artinya player akan banyak meloncat-loncat untuk menghindari musuh, jebakan atau puzzle.
Plotnya mengisahkan tentang sang protagonis Phoenix, seorang anak muda yang menggunakan dual-dagger, kemudian ia menyadari memiliki kemampuan pyromancy. Lalu ia memulai petualangannya untuk menguasai beragam magic lainnya selain pyromancy. Tentu saja, selayaknya game-game action lainnya, ada seorang villain yang harus ditaklukkan.
Perlu diingat bahwa game ini masih Early Access alias masih beta, jadi tentu saja masih banyak kekurangan atau bug di beberapa tempat.
Masih ada bug, namun ini hal biasa..
Mempelajari skema kontrol adalah hal pertama yang selalu saya lakukan, para gamer lain pasti begitu juga. Namun ketika saya sedang mencoba untuk melompat-lompat, bug pun terjadi. Meskipun saya masih dapat menggerakkan Phoenix, namun ia stuck dalam posisi unik seperti pada gambar. Alhasil saya pun harus mengulang kembali permainan.
Kirain ada invisible wall, tapi ternyata…
Ya, ketika saya sedang eksplorasi area permulaan game, saya secara tidak sengaja tercebur ke dalam air/lautan atau apalah namanya. Harapan saya, Phoenix bisa berenang, tapi ternyata tidak. Saya lupa bahwa ia adalah anak yang besar di hutan, bukan di tepi pantai atau daerah pinggiran sungai.
Sumber kekuatan yang unik..
Kekuatan pyromancy yang dimiliki Phoenix tidak lantas membuatnya menjadi overpower. Player harus nge-recharge magic yang dimilikinya. Untuk melakukannya, kamu harus mencari sumber api semacam obor atau api unggun. Namun, kamu harus berada dalam jarak tertentu sehingga mampu me-recharge magic yang kamu miliki.
Lebih mudah menggunakan controller
Sama dengan game-game platformer lainnya, The Forbidden Arts lebih nyaman dimainkan apabila menggunakan kontroler. Dengan begitu kamu akan lebih gesit dalam mengeksekusi tombol-tombol yang ada. Selain itu, kamu dapat menaik-turunkan kamera yang akan memudahkanmu untuk mengobservasi musuh atau lingkungan.
Kurang petunjuk mengenai apa yang harus kamu lakukan..
Kurangnya petunjuk tentang apa yang harus saya lakukan, membuat saya sedikit overwhelm. Mungkin saja hal ini disebabkan oleh game-game zaman sekarang yang sangat informastir bahkan cenderung menjengkelkan dalam memberikan petunjuk ataupun tutorial.
Saya tidak tahu apakah ini merupakan sesuatu yang didesain demikian atau ini memang sesuatu yang belum dikerjakan oleh Stingbot Games lantaran masih early access.
Jangan anggap remeh, game ini tidak mudah..
Jujur saja, saya cukup frustasi ketika memainkan game ini. Berkali-kali saya mati karena hal sepele, pepatah yang mengatakan keledai tidak akan jatuh ke lubang sama tidak berlaku bagi saya, ini menunjukkan saya bukan keledai ternyata (hehe..).
Lama tak pernah memainkan game bergenre platformer telah menumpulkan reflek saya. Sering kali saya mati lantaran tidak mampu meloncat ke platform yang dituju, alhasil Phoenix jatuh ke tempat yang penuh dengan duri-duri tajam. Tapi! Besar kemungkinan hal ini disebabkan adanya bug. Perintah untuk meloncat tidak dapat dieksekusi dengan baik oleh Phoenix, ada jeda ketika saya menekan tombol loncat dengan dilakukannya loncatan itu sendiri.
Musuh-musuh yang kamu hadapi tidak sulit sebenarnya, namun ada beberapa hal yang akan membuatmu rage quit. Contoh, Phoenix akan berkurang health bar-nya jika musuh hanya menyentuhnya saja. Ya tanpa diserang, hanya menyentuh musuh saja Phoenix bisa dipastikan diambang kematian. Tambah lagi, hanya dengan 2 kali serangan musuh maka Phoenix sudah pasti mati. Yang melegakan adalah, musuh yang kamu bunuh akan men-drop health item berbentuk hati yang akan mengisi kembali health bar Phoenix, namun item ini tidak dapat disimpan dan hanya tidak semua musuh yang kamu bunuh akan memberikannya.
Conclusion
The Forbidden Arts cocok untuk player yang menggemari genre side scrolling atau platforming. Bagi player yang merindukan sensasi game nostalgia zaman old, maka tidak ada ruginya memainkan game ini. Selain itu, Stingbot Games juga memberikan update dan content baru, jadi kamu tidak perlu khawatir untuk sementara waktu ini.
Perlu diingat bahwa The Forbidden Arts masih daalm tahap early access, jadi hal yang wajar jika kamu mendapati bug ketika sedang bermain game ini. Early Access ini akan berlaku hingga satu tahun ke depan jika tidak ada perubahan dari Stingbot Games.
Sekadar informasi, The Forbidden Arts dibanderol dengan harga Rp. 69.999.