[First Impression] Rage 2 – Bukan Sekedar Tech Demo Lagi

548570 screenshots 20190515163711 1

Dari seluruh franchise yang Id Software telah rilis, Rage mungkin menjadi salah satu yang terlupakan oleh fans. Dirilis pada tahun 2011 silam dan lebih dipandang banyak fans sebagai glorified tech demo untuk engine baru mereka, keberadaan sekuel dari game tersebut hampir tidak terekspektasi sama sekali. Tetapi dengan kolaborasi bersama studio dibalik Just Cause dan Mad Max – Avalanche Studio, Rage 2 dirilis dengan formula yang sedikit berbeda dari game pertama.


First Impression

Sebagai penggemar berat dari karya-karya Id Software, Rage pertama berikan kesan yang buruk hingga saat ini. Game dengan Id Tech 5 tersebut jauh dari kata “game buruk”, tapi banyak hal dari game tersebut terkesan seperti pamer kemampuan dari engine baru ketimbang ide maupun konsep yang benar-benar tereksekusi dengan matang. Game punya sesi open-world tetapi hanya sebatas kumpulan jalan tol untuk menuju ke misi fetch quest selanjutnya. Game ingin jadi lebih dari sekedar game linear ala Half Life 2 tetapi pada akhirnya masih menjadi game linear tetapi kamu dibuat mondar-mandir berbicara dengan NPC yang sama belasan kali hanya untuk selesaikan satu konflik sepele yang terkadang bahkan tidak terlalu sangkut paut dengan cerita utama.

Baiklah terlalu banyak intermezzo game pertama, bagaiman dengan Rage 2 sendiri? Saat beberapa jam memainkan Rage 2, impresi pertama yang saya dapatkan ialah game terasa seperti proyek sekuel Mad Max yang dibatalkan mulai dari sesi open-world hingga combat dalam kendaraan, semuanya miliki vibe yang sama dengan Mad Max yang dirilis beberapa tahun silam, tetapi karena mereka tidak lagi dibatasi oleh akurasi film yang diadaptasi, Avalanche dapat tampil segila mungkin dengan presentasi dunia post-apocalyptic yang mereka racik tanpa harus khawatir ada fans yang ngamuk. Meski dengan kebebasan berkreasi ini, sesi open-world dari Rage 2 masih menjadi sektor terlemah dari game ini.

Ya, dunia di game luas dan penuh dengan aktivitas yang dapat pemain lakukan, namun realitanya tak banyak yang game tawarkan dari open-world luas ini. Diisi oleh misi yang sama tetapi diulang ratusan kali dan disebar di berbagai tempat yang berbeda, menjelajahi dunia gurun di Rage 2 terkesan lebih seperti filler untuk memperlama durasi game ketimbang memberikan pengalaman bermain yang masif. Setelah bermain beberapa jam, saya hampir tidak terlalu peduli lagi akan aktivitas sampingan yang game tawarkan kecuali itu berhubungan dengan upgrade skill atau koleksi senjata saya. Tetapi diluar open-world yang penuh kesan negatif ini, Rage 2 masih menjadi game yang menarik untuk dimainkan dikarenakan satu hal yang developer benar-benar sukses eksekusi yaitu gunplay.

Gunplay dari Rage 2 merupakan salah satu yang terbaik yang game modern saat ini tawarkan. Cepat, brutal, dan memuaskan ialah kunci utama keasikan dari gunplay di game ini. Terlihat jelas jika bagian gameplay ini dieksekusi oleh Id Software melihat kemampuan mereka dalam mendesain gunplay game FPS sudah tidak dapat diragukan lagi.

Suara senjata, sistem recoil, arsenal senjata yang banyak sekaligus bervariasi, serta kemampuan superhuman yang kamu miliki membuat tiap konfrontasi melawan musuh menjadi adiksi tersendiri. Mungkin struktur misi selalu sama tetapi dengan gunplay sesempurna ini, hampir mustahil untuk tidak merasa intens tiap kali memasuki wilayah musuh. Jika ada yang dapat saya komentari dari sesi gameplay ini, saya hanya berharap komposer dari game ialah Mick Gordon – komposer dari Doom dan Wolfenstein.

Setelah belasan jam bermain, impresi pertama saya akan Rage 2 sebenarnya sedikit campur aduk. Pada satu sisi saya merasa bosan akan formula open-world ala Ubisoft yang Avalanche tawarkan, tetapi di satu sisi yang lain saya ingin terus bermain dan mencari senjata baru dikarenakan gunplay yang adiktif dan sangat memuaskan untuk dilakukan.

Masih banyak hal yang belum saya telusuri di Rage 2, meskipun tampaknya saya telah memasuki fase akhir dari cerita campaign, masih banyak upgrade, kendaraan dan senjata yang belum saya temukan. Maka dari itu saya belum dapat berikan pendapat akhir saya akan game ini. Tetapi berdasarkan playtime yang telah saya lakukan, Rage 2 bisa saya pastikan merupakan game yang tidak buat saya “rage” sama sekali.

Exit mobile version