Game Dianggap Sebagai Plagiat – Kasus plagiarisme belakangan ini kembali mulai ramai dibincangkan oleh gamer. Meski sebenarnya topik tersebut sudah ramai jadi bahan obrolan, tapi tetap saja para gamer masih punya alasan tersendiri untuk mengungkit topik tersebut agar dibahas kembali.
Mungkin yang paling dekat dengan kita sebagai gamer asal Indonesia yaitu pembahasan tuduhan plagiarisme game Mobile Legends: Bang Bang dan game Genshin Impact. Keduanya merupakan judul yang cukup populer di tanah air dan sewajarnya memicu diskusi hangat.
Meski sering dikatakan sebagai plagiat atau istilah komunitasnya “terinsplagiat”, sebenarnya sejauh apa sebuah game itu bisa dikatakan sebagai game plagiat? Berapa persen yang boleh dijadikan referensi oleh kreator game agar tidak dianggap plagiat oleh gamer? Atau pertanyaan lebih mendasarnya, apa itu plagiat?
Daftar isi
Sejauh Mana Game Dianggap Sebagai Plagiat Game Lain
Menurut KBBI, plagiat adalah mengambil karangan (pendapat atau sebagainya) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat dan sebagainya) sendiri, misalnya menerbitkan karya tulis orang lain atas nama dirinya sendiri. Pengertian kedua dari plagiat adalah jiplakan.
Berbekal pengertian tersebut, bisa kita tarik sebuah konsensus kalau plagiat itu berarti meniru atau menjiplak karya orang lain yang bukan miliknya dan seolah-olah itu adalah kepemilikan pribadi.
Di Indonesia sendiri ada 3 syarat di diperlukan agar sebuah karya itu bisa dianggap sebagai plagiarisme. Menggunakan karya orang tanpa izin, menggunakan untuk mendapatkan profit, dan menggunakan karya yang ada hak cipta adalah tiga syarat utama dimaksud.
Alasan Kenapa “Plagiarisme” Sering Terjadi
Tapi, kita tidak akan membahas sesuai hukum di Indonesia dan membahasnya secara lebih umum saja. Tentu ada alasan mengapa dalam konteks game developer mempunyai tendensi untuk memasukkan gaya karakter/dunia game lain di dalam game buatan mereka. Setidaknya ada beberapa alasan yang terpikirkan oleh penulis.
Disclaimer: Artikel ini tidak dibuat untuk menyudutkan pihak tertentu dan merupakan opini untuk memicu sebuah bahan diskusi yang konstruktif
1. Ingin Mencari Jalan Pintas dalam Mengembangkan Game
Alasan yang paling keji dari semua ini bisa jadi poin pertama. Bisa dikatakan alasan developer menggunakan atau meniru aset game lain adalah mereka antara malas memikirkan konsepnya secara mandiri atau memang ingin memanfaatkan yang sudah ada agar pengembangan game jadi lebih mudah. Apapun alasannya kalau sudah seperti ini memang bukan perilaku yang etis.
2. Murni Menyukai konsep dari Game Sebelah dan Ingin Membuat yang Serupa
Alasan yang kedua ini bisa dikatakan masih abu-abu. Developer game juga berangkat dari seorang gamer yang mencintai game. Maka tidak jarang jika kecintaan mereka itu membuat mereka ingin melahirkan game yang mirip dengan judul game kecintaan mereka. Jatuhnya kalau mereka bisa dikatakan sebagai ‘terinspirasi’ oleh game tersebut asal jangan menjiplak mentah-mentah apa yang dilakukan developer lain.
3. Dipaksa oleh Durasi Pengembangan Game yang Ketat
Terkadang durasi pengembangan game yang ketat juga memaksa beberapa developer memangkas durasi menciptakan aset baru mereka. Cara paling mudah ya dengan maling aset dari game sebelah. Otak-atik sedikit dan jadilah aset baru.
Batas Tipis Antara Game Terinspirasi dan Game Plagiat
Hingga batas antara plagiarisme dan terinspirasi itu sebenarnya sangatlah tipis dan berbeda orang bisa punya beda pendapatnya tergantung sudut pandang mereka. Bila kita sudah mengutarakan konsep atau ide dari sebuah karya, sangat sulit untuk mengatakan sebuah hasil akhir itu tidak terinspirasi atau mengambil referensi dari game sebelumnya.
Ambil saja contoh konsep A yang mana merupakan referensi dari konsep game B. Tetapi konsep game B sendiri bisa jadi merupakan referensi dari konsep game C atau bahkan mengambil langsung dari sejarah dunia.
Otomatis, tidak ada yang benar-benar bisa dikatakan sebagai plagiat selama ide atau gagasan itu bersifat abstrak dan eksekusinya juga tidak sama persis dengan game lain. Pondasi dasar inilah yang kelak sebenarnya akan menjadi pedang bermata dua karena jika terlalu banyak kemiripannya, maka bersiaplah untuk dicap sebagai plagiarisme.
Bahkan sebuah genre game sendiri berarti akan ada banyak game yang ‘terinspirasi’ dan membuat game serupa. Apakah itu jatuhnya plagiarisme? Tentu saja tidak. Selama tingkat kemiripan tidak mencapai angka tertentu, masih bisa dengan aman dikatakan sebagai terinspirasi, bukankah begitu?
Bagian terburuk dari terlalu banyak mengambil referensi secara langsung adalah, karya kita akan dianggap tidak kreatif dan penciptanya seorang pemalas yang tidak mau berkreasi mencari ide sendiri. Setidaknya itu yang banyak digaungkan oleh para kreator dan seniman.
Lalu seberapa banyak persentase yang bisa ditolerir hingga tidak bisa dicap sebagai game plagiat? Apakah 40%? 30%? 20%? Biarkan ini menjadi diskusi terbuka karena jawaban yang pasti hampir tidak mungkin bisa didapatkan selama ranahnya masih subjektif dan tidak melanggar hak cipta. Bagaimana menurut kalian, brott? Apa kriteria game terinspirasi menurut kalian?
Baca juga informasi menarik Gamebrott lainnya terkait Opini atau artikel lainnya dari Andi. For further information and other inquiries, you can contact us via author@gamebrott.com.