[Game Story] The Last of Us 2 – Washington Liberation Front : Melakukan Revolusi dengan Kepatuhan

capture 1

Artikel ini mengandung informasi spoiler. Jangan lanjutkan membaca apabila Kalian belum memainkan atau menamatkan The Last of Us 2.

“May your survival be long. May your death be swift.” – Slogan Wolves.


Faksi Barbarian

Peradaban manusia telah runtuh lama di tahun 2039, tetapi kehidupan tidak terhenti sampai di situ. Adalah suatu keniscayaan bahwa sesuatu yang baru pasti akan muncul ke permukaan. Itu adalah konsekuensi yang tidak dihindarkan. Karena bumi dihuni oleh dunia dua jenis manusia; manusia kanibal dan manusia tulen, sesuatu yang baru, tidak kurang tidak lebih, akan lahir dari salah satunya. Washington Liberation Front adalah secuil contoh dari sebuah konsekuensi perubahan zaman yang dimaksud.

Organisasi WLF lebih dikenal dengan sebutan Wolves. Wolves adalah salah satu faksi besar yang mengisi dunia The Last of Us 2. Kelompok ini merupakan barbarian selanjutnya yang berhasil bertahan hidup dan berbasis di wilayah Seattle pada tahun 2039.

Organisasi Wolves sendiri dipimpin oleh pria bernama Isaac Dixon. Dixon memiliki perawakan tinggi dan bertubuh cukup kekar. Karakternya yang terlihat dingin namun tegas membuatnya ditakuti juga dihormati seluruh bawahannya. Ada satu adegan di mana ia baru selesai mengintrogasi tawanannya menggunakan siksaan yang berat dan disaksikan oleh Abby. Tidak mengherankan juga apabila Wolves terkenal dengan kebengisannya. Pimpinannya sendiri tidak segan-segan mengadopsi model penyiksaan ala tahanan militer ketika menginterogasi tawanannya yang mayoritas adalah anggota Scars.

Pada masa kehancuran dunia, dengan beragam man power yang telah dikumpulkan, Wolves berhasil membangun kembali peradaban sosial bersama yang selamat. Mereka yang ikut merapat ke kelompok tersebut sama halnya dengan orang-orang yang tumbuh di Jackson atau wilayah lain sekalipun; Mereka telah menemukan kehidupan dan memiliki pengalaman hidup masing-masing.


ANARKIS DI ZAMAN APOKALIPTIK

Poor Joel. – RIP

Jika boleh digambarkan, Washington Liberation Front lebih mirip dengan sekelompok anarkis yang masih hidup di zaman apokalips. Satu-satunya alasan mengapa tindakan anarkis legal mereka lakukan pada masa itu karena cipta situasi dan kondisi yang memungkinkan. Masa-masa gelap di Seattle maupun di belahan bumi lainnya yang mendorong perubahan moralitas manusia pada saat itu..

Lagipula dunia apokaliptik tidak mengenal belas kasihan. Ketika berbicara soal bertahan hidup di luar teritori masing-masing, maka prinsip kasihan-mengasihi tak lagi ada. Mereka yang berhasil hidup, harus berani membuang unsur kasihan. Bunuh-membunuh satu sama lain demi keselamatan diri atau kelompoknya adalah hal yang wajar.

WLF dan Seraphites bak dua sisi mata koin yang berbeda. Kita tentu tidak akan menemukan anggota Wolves melakukan ritual aneh atau semacamnya. Bentuk loyalitas mereka adalah kedisiplinan dan kepatuhan absolut agar visi misi organisasi tercapai. Kebersamaan juga adalah pondasi yang memperkokoh organisasi tersebut untuk bertahan hidup melewati ketidakpastian masa depan pasca kehancuran dunia.

Buat kamu yang pengen topup Google Play, Steam Wallet, PlayStation Network, ataupun Nintendo eShop yang paling murah dan terjamin, coba cek RRQ TopUp ya! Jangan lupa juga, gunakan kode voucher “GAMEBROTT” di RRQ TopUp untuk dapet potongan harga spesial buat kamu.

Kekejaman Wolves, dari sudut pandang Ellie, tentu adalah ancaman absolut. Kita perlu membunuh mereka lebih dulu sebelum yang terjadi sebaliknya. Sama seperti organisasi di masa modern, Wolves tetap membuka diri untuk siapa saja yang ingin bergabung menjadi anggotanya. Pengalaman dan kemampuan militer sangat bernilai tinggi bagi kepentingan kelompok. Hal ini dibuktikan dengan sejumlah daftar mantan anggota Firefly yang ikut bergabung setelah organisasi tersebut bubar. Beberapa dari mereka yang masih hidup menemukan jalan bertemu dengan Wolves; Salah satunya adalah Abby Anderson, anak dari Jerry Anderson seorang dokter bedah yang dibunuh oleh Joel Miller di The Last of Us pertama.

 

Ciri-ciri kelompok Wolves mudah ditemukan. Mereka memiliki tipikal mengenakan pakaian bebas namun cenderung mirip anggota paramiliter dengan jaket anti peluru. Hal itu juga diperkuat dengan kesediaan persenjataan yang mereka miliki. Mereka melatih anjing penjaga dengan sangat baik. Anjing-anjing tersebut mereka gunakan untuk memburu dan membunuh musuh; baik manusia maupun zombi.

Di stadium tempat mereka bernaung, memiliki kelengkapan fasilitas hidup seperti arena fitnes, perpustakaan, dan sebagainya. Terakhir, Wolves tidak akan bisa melaksanakan aksinya tanpa bantuan alat transportasi. Mobil model Jeep siap diturunkan untuk operasi pengamanan area yang mereka lakukan. Jika dibandingkan dengan Scars, seharusnya Wolves jauh lebih baik dari segi kapabilitas.


PERANG BESAR

Di The Last of Us 2, Wolves diceritakan secara implisit sedang menghadapi situasi genting. Isaac Dixcon berniat melakukan invasi besar-besaran terhadap markas Scars di The Haven. Ia berharap bahwa peperangan besar ini dapat efektif mengalahkan Scars dan akan menjadi taruhan terakhir. Sudah lama kedua kelompok tersebut memang terus saling memperebutkan kontrol kekuasaan atas teritori Seattle dan sekuel The Last of Us 2 secara tidak langsung akan menjadi cerita.

Di saat jumlah korban dari kedua kubu pun terus berjatuhan, Dixon tersebut terus berupaya memperkuat kapabilitas pasukannya yang semakin lama semakin berkurang karena banyak yang mati akibat konflik tersebut. Untungnya, kekuatan arsenal yang dimiliki berada di pihak mereka.

Apabila kelompok Scars baru muncul dipertengahan cerita, maka berbeda dengan Wolves di mana mereka sudah siap memburu Ellie sejak ia pertama kali menginjakkan kaki di Seattle.

Di akhir cerita The Last of Us 2, nampaknya nasib organisasi Wolves berakhir sama seperti kelompok Firefly di cerita The Last of Us pertama. Pimpinan mereka mati dan Abby pergi berkelana menjalankan misi pribadinya.

Exit mobile version