Memainkan video game tanpa mengandalkan kinerja perangkat atau konsol melainkan internet. Konsep ini sering kali digembar-gemborkan akan menjadi suatu masa depan yang pasti dari industri video game nantinya. Dimana pihak Google ingin serius mengupayakan hal tersebut melalui platform Stadia yang pertama kali meluncur pada November 2019 kemarin.
Sayangnya belum sampai 2 tahun Stadia hadir, google baru-baru ini justru malah telah resmi menutup studio first-party mereka yang berlokasikan di Montreal dari hasil akuisisi Typhoon Studio (developer game Journey to the Savage Planet) dan studio baru lain yang bertempat di Playa Vista, Los Angeles. Tidak hanya sampai di situ, Jade Raymond (pencetus franchise Assassin’s Creed) yang sempat dipercaya untuk memimpin pengembangan game-game eksklusif dari Stadia pun telah ikut hengkang.
Dengan tidak adanya lagi proyek pengembangan game eksklusif untuk Stadia yang hingga detik ini memang belum ada, bukan berarti bila kiprah platform Cloud Gaming tersebut akan berakhir. Phil Harrison selaku General Manager dan wakil Presiden Stadia dalam blognya menegaskan bahwa platform Stadia masih tetap akan terus beroperasi. Sementara para karyawan yang terkena imbas penutupan pun, akan diposisikan lagi di bagian divisi perusahaan yang lain.
Secara lebih lanjut, Google akhirnya memang lebih ingin menaruh fokus untuk mengembangkan dan menyempurnakan teknologi Stadia. Tak ketinggalan juga dalam memperluas jaringan partner bisnis (dari pihak third party) mereka sebagai gambaran strategi utama untuk membangun platform ini dengan solid.
Sehingga Google pun tentunya cukup meyakini bila platform mereka masih tetap akan banyak didatangi oleh para developer-developer dari pihak ketiga yang dianggap bersedia dalam menginvestasikan segala macam bentuk kontribusinya di Stadia.
Baca pula informasi lain terkait Stadia, beserta dengan kabar-kabar menarik seputar dunia video game dari saya, Ido Limando. For further information and other inquiries, you can contact us via author@gamebrott.com