Instagram Cabut Fitur ‘Like’ di 6 Negara, Inilah Alasanya!

I02 1

Instagram telah mencoba metode baru lewat sebuah tes, dimana baru-baru ini diketahui IG telah meluncurkan fitur yang seolah mencabut fitur Like, padahal hal ini hanya mencegah suatu pengguna IG untuk melihat berapa banyak ‘Like’ dari sebuah postinganya sendiri, ibarat disembunyikan saja.

Aplikasi milik sosial media besar yaitu Facebook ini meluncurkan percobaan tentang “Fitur” terkait bukan tanpa sebab, Instagram hanya ingin pengguna sosial media terutama IG saat ini merasa “Bebas berekspresi” dalam penggunaan platform ini, tak perlu mencemaskan suatu hal apapun, terutama urusan seberapa banyak ‘Like’ didalam suatu postingan, karena pada beberapa negara “Anehnya” “Like” adalah faktor penentu derajat dalam strata sosial kehidupan remaja milenial.


Orang-orang di Australia, Brasil, Irlandia, Italia, Jepang, dan Selandia Baru ternyata sudah memulai hal ini, dimana para pengguna IG disana tidak dapat melihat berapa banyak Like yang didapat pada postinganya, hal yang dilakukan oleh negara-negara terkait diberlakukan setelah pertama dilakukan suatu uji coba fitur ini di Kanada.

CEO Instagram Adam Mosseri juga menjelaskan mengapa langkah seperti ini dijadikan suatu percobaan oleh Instagram, dimana hal ini adalah suatu respon balik dari suatu fenomena milenial yang dikira dinilai menjadi suatu Ironi tersendiri dalam kehidupan sosial media.

Karena dibeberapa negara, Instagram dianggap suatu tren masa kini, banyak kalangan anak muda yang bisa dibilang melakukan hal-hal “norak” karena hanya bertujuan mendapatkan “banyak Like” didalam postinganya. Tidak sampai disitu, banyak pula oknum yang menggunakan Like Instagram sebagai bahan Bullying.

“Kami ingin orang-orang tidak khawatir tentang berapa banyak suka yang mereka dapatkan di Instagram dan menghabiskan waktu lebih banyak untuk berhubungan dengan orang-orang yang mereka sayangi (orang terdekat, dunia nyata) tidak hanya dalam Sosial media saja,” katanya.

Perlu diketahui pada tahun 2017 bahwa Instagram dinobatkan sebagai Sosial media terlaris dalam urusan Cyber Bullying. dilansir dari Kompas, Tak kurang dari 10.000 remaja berusia 12 hingga 20 tahun yang berdomisili di Inggris dijadikan sebagai sumber survei. Hasil survei menunjukkan, lebih dari 42 persen korban cyber-bullying mengaku mendapatkannya di Instagram, sebagaimana dilaporkan Mashable dan dihimpun KompasTekno.

Selain itu, dilansir dari Liputan 6 Seorang remaja putri berusia 16 tahun di Malaysia dikabarkan membunuh dirinya sendiri setelah mengunggah sebuah polling di Instagram.

Rupanya, dalam unggahannya, gadis tersebut bertanya kepada follower-nya apakah dia harus bunuh diri atau tidak. Alih-alih menyarankan remaja tersebut untuk tidak bunuh diri, pengguna malah memilih bunuh diri dengan persentase 69 persen.

Mengutip laman The Guardian, kepolisian di Sarawak, Malaysia, mengatakan, gadis yang tidak disebutkan namanya itu mengunggah foto di Instagram dengan pesan, “sangat penting. Bantu aku untuk memilih D/L.”

Langkah ini mengikuti beberapa penelitian yang tampaknya menghubungkan tekanan pada media sosial dengan keterkaitan dengan masalah kesehatan mental.

“Kami ingin Instagram menjadi tempat di mana orang merasa nyaman mengekspresikan diri mereka sendiri,” kata Mia Garlick, kepala kebijakan Facebook di Australia dan Selandia Baru.

“Kami berharap tes ini akan menghilangkan tekanan dari berapa banyak Like postingan yang akan diterima, sehingga Anda dapat fokus pada berbagi hal-hal yang Anda sukai.”


Namun tentu tidak semua pengguna senang dengan langkah ini, dengan banyak yang menggunakan media sosial untuk mengeluh tentang bagaimana hal itu dapat memengaruhi peluang pendapatan para influencer.

“Bagaimana dengan orang-orang yang menggunakannya untuk pendapatan?” Tulis seorang pengguna di Twitter. “Orang-orang yang bekerja keras membuat konten, untuk kemudian kerja keras mereka pastinya menjadi sedikit tidak dihargai/ tidak dianggap dimata orang lain?”

Intinya Instagram melakukan hal ini bertujuan untuk menertibkan kembali Sosial Media ini, karena dari fenomena-fenomena diatas tentunya IG sebagai salah satu faktor yang turut andil, biarpun fenomena-fenomena tersebut dilakukan oleh “Oknum” atau beberapa orang saja, dan tentunya ini adalah langkah lanjutan dari IG tentang pencegahan penyalah gunaan sosial media seperti Bullying dsb contohnya, sebelum terjadi dampak buruk di era yang akan datang untuk dibeberapa Negara atau daerah di dunia yang dikenal “rawan” akan krisis “Like” didalam kehidupan Sosial Media.

Apakah Indonesia akan kebagian ‘Tes’ seperti ini? jika suatu saat ada diterapkan Tes seperti diatas apakah kamu sudah siap?


Sumber: Liputan 6, Kompas, dan Independent.uk


Baca juga Artikel dan Berita menarik lainya seputar AOV, Game, dan Tech dari Mohammad Abdul Fatah

Email: abdolefathah@gamebrott.com

Exit mobile version