Cloud gaming mungkin bukan sebuah istilah baru lagi di industri video game. Penjelasan paling simplenya, cloud gaming adalah layanan streaming video game tanpa perlu memiliki hardwarenya. Kamu hanya perlu memiliki satu hardware saja dan koneksi internet untuk menikmatinya dari jarak jauh. Dengan kata lain, download atau proses pengunduhan data tidak perlu dilakukan sama sekali.
Cloud gaming bisa dinikmati oleh semua hardware, baik PC dengan spesifikasi cukup rendah, smartphone, smartTV, hingga console. Layanan ini tidak membutuhkan kemampuan hardware yang tinggi, namun koneksi internet yang cepat dan stabil.
Hal ini menjadi sebuah polemik di kalangan masyarakat khususnya kawasan Asia Tenggara sendiri. Fakta bahwa infrastruktur internet sebagian besar negara di Asia Tenggara, masih belum mampu menghadapinya tidak bisa dielakkan. Terlebih dengan masih banyaknya layanan provider internet yang belum sesuai janjinya. Meskipun begitu, Singapura dan beberapa negara maju lain telah bersiap untuk mengadaptasinya.
Lalu, bagaimana sebenarnya jika cloud gaming benar-benar diimplementasikan di Asia Tenggara sekarang juga? Apakah secara infrastruktur internet, beberapa negara di Asia Tenggara mampu mengadaptasinya?
Kali ini Gamebrott diberikan kesempatan untuk mewawancarai Charlie Baillie, Co-Founder dan CCO dari Ampverse, sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang esports, content studio, dan tech analytics di Asia Tenggara untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana jika cloud gaming diimplementasikan di Asia Tenggara.
Interview ini akan dibagi menjadi dua bahasa, Indonesia dan Inggris. Beberapa pertanyaan telah kami perjelas dalam versi bahasa Indonesianya.
Daftar isi
INDONESIAN
Apakah cloud gaming merupakan sebuah alternatif yang lebih murah dibanding platform gaming pada umumnya atau justru miliki kekuatannya sendiri?
Di wilayah seperti Asia Tenggara di mana game mobile free-to-play lebih dominan, cloud gaming bisa jadi merupakan fenomena yang kontradiktif dengan fakta yang ada. Terlebih jika dibandingkan di wilayah Asia Pasifik lain dan negara barat, di mana game console lebih populer. Game console sendiri menawarkan mode single-player yang tak membutuhkan koneksi internet dengan resolusi yang sangat tinggi. Membuat gamer bisa menikmati gamenya dengan sangat cepat tanpa halangan apapun.
Namun ketika mengkombinasikannya dengan kepopuleran game mobile dengan potensi tampilan visual yang lebih apik di Asia Tenggara. Maka pada dasarnya industri gaming di Asia Tenggara telah memenuhi kebutuhan tersebut sebelum adanya cloud gaming. (Dengan kata lain, cloud gaming miliki kekuatannya sendiri)
Sejauh yang saya ketahui, banyak sekali gamer yang lebih gemar memainkan gamenya secara offline, terlebih dengan masih banyaknya negara di Asia (khususnya Asia Tenggara) yang tak miliki koneksi internet berkecepatan tinggi. Menurut Anda, bagaimana cloud gaming bisa menarik lebih banyak perhatian di negara-negara Asia?
Asia Tenggara merupakan wilayah yang miliki banyak potensi untuk cloud gaming mengingat banyak sekali konsumen bisa mengakses berbagai judul game tanpa perlu khawatir harus miliki hardware yang mahal. Ini adalah salah satu poin penting bagi beberapa player, sebut saja dari negara seperti Thailand dan Vietnam yang kini tengah berusaha untuk memainkan game di hardware yang lebih terjangkau.
Cloud gaming sendiri memberikan opsi lain untuk menikmati hiburan tersebut dan menawarkan servis baru bagi para pelanggannya. Sebuah langkah kompetitif untuk siapapun yang bisa mengadaptasinya lebih awal. Contohnya saja, perusahaan komunikasi Singtel di Singapura yang telah mengumumkan 5G cloud gaming trial dengan bekerjasama bersama Razer dan Infocomm Media Development Authority (IMDA) tahun lalu.
Tentunya koneksi dan infrastruktur masing-masing negara di Asia Tenggara akan sangat berbeda. Oleh karenanya kita perlu menghadapi peluang cloud gaming dan 5G dalam waktu dekat.
Menurut Anda, bagaimana agar cloud gamer (khususnya streamer/content creator) bisa populer dan menarik perhatian banyak orang, terutama di negara Asia yang miliki trend yang terus berubah?
Pada dasarnya semua gamer dapat mengembangkan kepopulerannya di berbagai channel (termasuk cloud gaming). Namun terdapat dua hal penting yang harus diperhatikan: 1) Seberapa menarik interaksi mereka sebagai content creator, 2) Seberapa loyal penontonnya.
Dengan kata lain, jika cloud gamer tidak bisa memenuhi kebutuhan para penontonnya (khususnya dua hal yang disebut di atas), maka akan sangat sulit bagi mereka yang pertamakali berlangganan cloud gaming sebagai content creator untuk mengajak para penontonnya beralih ke cloud gaming.
Bagaimana developer cloud gaming mendapatkan keuntungan dari bisnis free-to-play? Apakah menggunakan iklan dalam game merupakan cara yang tepat?
Game dengan dasar cloud based merupakan game yang miliki servis yang sama dengan Gaming as a service atau GaaS. Sebuah cara baru untuk memainkan game menggunakan server di smartphone (atau device lain) dengan memanfaatkan kecepatan internet. Para player bisa menikmati game dengan smartphone dan device lain tanpa mengunduh atau menginstallnya.
Menggunakan model bisnis tradisional seperti iklan atau indeks harga konsumen dengan mencoba gamenya melalui link menjadi model bisnis bagi game yang dibuat khusus untuk cloud.
Sementara untuk pemasarannya, video naratif menjadi instrumen yang sangat cocok bagi influencer untuk mempromosikan gamenya baik di Twitch, Tik Tok, dan YouTube. Dengan cloud games, para content creator akan bisa berubah menjadi lebih baik, baik dari komunitas maupun mengajak mereka untuk terus menikmati gamenya.
Apakah cloud gaming bisa dimainkan secara kompetitif? Misalnya saja esports?
Secara teoritis, cloud gaming akan membuat esports bisa diakses untuk semuanya. Jika hal tersebut bisa berjalan dengan sangat baik, maka cloud gaming bisa saja menjadi pilihan ideal untuk semua orang demi terjun ke esport. Hal ini karena cloud gaming mengurangi kebutuhan para playernya untuk membeli hardware mahal.
Namun pada kenyataannya, di wilayah seperti Asia Tenggara di mana esports mobile lebih mendominasi, cloud gaming esports takkan menjadi pilihan. Hal ini bukan masalah teknologinya, namun investasi infrastruktur. ISP / provider internet takkan berikan koneksinya secara gratis, sementara faktanya di berbagai belahan dunia kebutuhan cloud gaming untuk esports sama sekali tak dibutuhkan.
ENGLISH
Is cloud gaming a cheaper alternative to traditional gaming platforms, or is cloud gaming a force of its own?
In a region like Southeast Asia where free-to-play mobile games are typically played, it contradicts the argument of paying for a cloud-based service.
Furthermore, in other APAC and Western markets, console games are more popular among gamers. These console games increasingly offer a single-player mode that does not require online access, and is very high resolution. These improvements should allow consoles gamers to experience faster load times, less latency and quicker updates.
When you combine the popularity of free-to-play mobile games with potentially better graphics and experience, you’ll see that the industry is already addressing the core needs before cloud gaming.
As far as I know, there are a lot of gamers that still prefer to play video games, especially since not all Asian countries have high-speed internet connectivity. How do you think cloud gaming can gain interest across Asian countries?
Southeast Asia does have the potential for cloud gaming in some respects given the ability for consumers to access a range of titles without needing expensive hardware. This is a crucial point for young players in markets such as Thailand and Vietnam who are playing on more affordable devices.
Cloud gaming presents another way for telcos to expand their entertainment portfolio and offer new services to their subscribers, providing a competitive advantage to firstmovers. For example, Singtel in Singapore announced their 5G cloud gaming trial with Razer and Infocomm Media Development Authority (IMDA) last year.
That being said – connectivity and infrastructure can vary significantly across different Southeast Asian markets, therefore, we need to carefully approach the opportunity of cloud gaming and 5G in the immediate future.
How should cloud gamers grow their popularity and get people interested, especially in Asian countries where there are new cultural trends constantly emerging?
Ultimately gamers on any channel will grow their popularity based 2 things: 1) how engaging and entertaining they are as content creators 2) how loyal their audience is. That being said, unless the key value proposition of cloud gamers is addressing a genuine consumer need then early adopter cloud gamers will struggle to migrate significant audiences over to cloud gaming.
How can cloud gaming developers earn revenue from having a free-to-play model? Is in-game ad revenue the right way?
Cloud-based games, referred to as Gaming-as-a-Service or GaaS, is a new way of playing games using the power of servers on smartphones with reliable internet speed. Players play the live games via a cloud server via their mobile devices without installing or downloading the game.
Besides greater virality, cloud-native games will also enable new forms of marketing for the leading games, which have traditionally relied on more traditional advertising or standard CPI-based activity. With no install times, new buyers will be able to click a link to immediately try a game.
Video narratives are particularly well-suited to influencers on social platforms like Twitch, Tik Tok, and Youtube. With cloud games, creators will evolve from more community-based activity to commerce by driving consumers to take action in orderto keep playing.
Can cloud gaming be played competitively like e-sports?
In theory, cloud gaming will make esports accessible to absolutely everyone. If itreally works perfectly, it would be ideal for letting literally anyone engage in the sport as it reduces need for people to buy expensive hardware. However, the truth is, in a region like SEA where mobile esports dominates, cloud gaming might have less value.The barrier isn’t largely technology anymore; it is an investment in infrastructure. ISP won’t provide the required connections for free, and in many parts of the world, the connection cloud gaming for esports needs does not exist.
Opini dan Kesimpulan
Meskipun saya pribadi sebagai yang menanyakan pertanyaan tidak mendapatkan jawaban yang menurut saya memuaskan karena berbagai hal. Namun yang saya tangkap dari jawaban Charlie Baillie adalah bahwa cloud gaming bisa saja menjadi alternatif gaming di Asia Tenggara khususnya untuk gamer mobile yang menjadi fokus pengembangan bisnis gaming selama beberapa tahun terakhir di Asia Tenggara.
Cloud gaming memang secara teoritis bisa diimplementasikan untuk esports. Hal ini karena ia akan berikan kesempatan lebih luas, bagi mereka yang ingin menjadi atlet esports tanpa perlu pusing memikirkan hardware yang dibutuhkan. Namun dengan berbagai masalah infrastruktur dan kebutuhan. Dalam praktiknya, cloud gaming takkan bisa menggantikan esports yang saat ini telah berjalan melalui sistem yang telah ada.
Model bisnis dengan cara tradisional memang masih menjadi pilihan untuk mendapatkan keuntungan dari cloud gaming. Namun bukan berarti model bisnis lain tidak bisa diimplementasikan. Dengan kata lain masih banyak perusahaan yang meraba bagaimana seharusnya cloud gaming dipasarkan.
Cloud gaming sangat mungkin diadaptasi di Asia Tenggara, namun dengan langkah bisnis yang tepat. Dengan kata lain trial dan error masih menjadi dasar bisnisnya untuk saat ini sampai menemukan pakem yang tepat. Dengan Singapura yang menjadi salah satu negara pertama yang mulai menyambutnya dengan infrastruktur internetnya. Maka bukan hal yang tidak mungkin bagi negara lain di Asia Tenggara untuk mengikutinya. Tentunya dengan dukungan infrastruktur internet yang baik dari berbagai ISP masing-masing negara.