Battlefield V mungkin menjadi salah satu game AAA raksasa tahun ini, namun dengan marketting besar-besaran yang telah dikeluarkan oleh EA selama beberapa tahun terakhir tampaknya tidak efektif. Battlefield V diperkerikan akan bernasib sama seperti Titanfall 2 pada tahun 2016 silam yang dimana penjualan game tidak sesuai ekspektasi publisher meskipun kualitas dan resepsi dari gamer dan kritikus sangatlah baik.
Berdasarkan data dari perusahaan analis Cowen yang dilaporkan oleh Sarah Needleman, reporter dari Wall Street Journal, jumlah pre-order dari Battlefield V sejauh ini tergolong rendah, khususnya ketika dibandingkan dengan Battlefield 1 yang telah menjadi game terlaris EA pada 2016 kemarin.
Pelaku terbesar atas buruknya tingkat pre-order ini ialah dua game raksasa yang dirilis pada bulan yang sama yaitu Call of Duty: Black Ops 4 dari Activision dan Red Dead Redemption 2 dari Rockstar. Kedua game ini dirilis berdekatan dengan Battlefield V dan telah menarik banyak perhatian game dalam beberapa bulan terakhir lewat reveal fantastis mereka.
Selain dari tanggal rilis yang berdekatan, reveal dari Battlefield V tergolong kontroversial. Game dianggap gamer memberikan representasi yang terlalu mengada-ada dan tidak akurat dari perang dunia kedua. Respon dari EA sendiri tergolong kontroversial dengan menyuruh gamer untuk “tidak usah membeli apabila tidak senang.” Tampaknya mereka benar-benar ikuti saran dari EA tersebut.
Alasan terakhir yang dapat menjadi faktor rendahnya tingkat pre-order Battlefield V ialah kontroversi Battlefront 2 tahun lalu. Battlefront 2 sempat dikritik keras oleh gamer karena keberadaan microtransaction via lootbox yang dianggap pay-to-win dan setara judi. Meskipun sistem monetisasi game tersebut kini telah “diperbaiki”, reputasi EA tetap tercemari oleh kontroversi ini dan wajar apabila gamer merasa pesimis dengan game keluaran mereka selanjutnya.
Battlefield dirilis pada 19 Oktober mendatang untuk PC, PS4 dan Xbox One. Apakah penjualan game akan membaik setelah rilis? Kita tunggu saja nanti.