Unity telah eksis sebagai salah satu engine ternama di industri game selama 20 tahun lebih. Populer di kalangan studio indie, engine ini telah menjadi fondasi dari game-game sukses mulai dari Ori and the Blind Forest, Cuphead, Outer Wilds, dan lain-lain. Namun perlahan aplikasinya mulai merambah ke sektor lain, salah satunya ialah untuk keperluan militer yang dimana terkesan kurang nyaman untuk para karyawan.
Dilansir dari Vice, beberapa karyawan curhatkan ketidaksenangan mereka dengan kerjasama perusahaan dengan militer Amerika Serikat. Unity telah dimanfaatkan untuk program modelling dan simulasi virtual. Salah satu klien terbesar perusahaan ialah Lockheed Martin, salah satu kontraktor pertahanan terbesar di dunia.
Dengan memanfaatkan teknologi dari Unity, Lockheed Martin mengklaim telah mengurangi proses prototyping dan testing secara fisik yang dimana tak hanya menghemat jutaan dolar lewat eksperimentasi dan pengembangan teknologi militer. Pasukan udara AS juga diuntungkan banyak dari penggunaan Unity ini untuk simulasi virtual dan pelaporan data yang tak hanya menghemat dana, tetapi juga dapat mengurangi resiko yang tidak diinginkan dari latihan langsung.
“Semuanya tahu kalau Unity itu peralatan yang hebat untuk membuat konten, tetapi dengan Unity SDK, para developer dapat mengintergrasi dengan cepat sistem latihan dengan MOTAR LMS (Learning Management System), yang memperbolehkan pasukan udara untuk melihat data para murid,” jelas Arthur Goikhman dari Dynepic.
Meski secara teknis memang sifatnya baik, 3 sumber yang diwawancarai oleh Vice menjelaskan akan mengapa mereka merasa tidak nyaman berkerja dengan militer. Mereka ingin apa yang mereka buat itu sekedar ditujukan untuk kreator konten, dan tidak disalahgunakan untuk keperluan perang yang dimana dapat menewaskan nyawa seseorang.
“Saya datang ke Unity karena saya dengan naif percaya dengan marketing mereka yang ingin ‘menguatkan para kreator’ dan ‘membuat dunia menjadi lebih baik’ atau semacam itu lah. Saya berkerja di AI dengan ekspektasi akan membangun teknologi untuk ‘membuat yang lebih baik’ atau omong kosong semacam itu. Kamu lalu mengetahui dengan cepat, kalau menyenangkan para pencatut perang ialah jalan termudah hasilkan uang di industri teknologi,” ucap salah satu sumber yang dirahasiakan identitasnya.
Merespon artikel dari Vice ini, CEO Unity John Riccitiello memberikan respon internal yang dimana meyakinkan para karyawan apabila kontrak militer yang diteken perusahaan itu sangatlah restriktif dan juga “tidak mendukung program yang melanggar asas dan nilai perusahaan.”
Sayangnya respon ini justru memperburuk situasi dimana karyawan merasa tambah yakin apabila hasil kerja mereka telah dimanfaatkan untuk kebutuhan perang. Dengan para atasan dan manajemen yang dianggap miliki sifat mendukung yang kuat dengan para militer AS, semakin banyak yang merasa tidak senang dengan kerjasama terbaru mereka ini. Alhasil, Riccitiello disebut akan kembali membuat memo lanjutan membahas masalah ini minggu depan.
Unity bukan satu-satunya perusahaan game yang dimana teknologi dipakai oleh militer AS. Epic juga dalam beberapa tahun terakhi telah mempromosikan Unreal Engine sebagai fondasi banyak program militer dan kepolisian, serta Microsoft juga telah meneken persetujuan senilai $22 milyar untuk IVAS (Intergration Visual Augmentation System) berbasis teknologi dari Hololens.
Baca pula informasi lainnya beserta dengan kabar-kabar menarik lainnya seputar dunia video game dari saya, Muhammad Maulana.
For further information and other inquiries, you can contact us via author@gamebrott.com