Ketika bicara soal film adaptasi video game, selalu ada 2 kriteria orang; yang pertama adalah fans dari game tersebut yang berharap filmnya akan sebagus gamenya. Kedua, fans yang sudah pesimis terlebih dahulu, berpikir film tersebut akan menjadi buruk dan sekedar menjadi easy-cash dengan memanfaatkan popularitas game tersebut. Kriteria orang kedua ini bukan karena tidak ada alasan, film adaptasi video game memang belum ada satu pun yang dianggap bagus. Banyak yang selalu berakhir buruk dan melenceng dari sumber yang diadaptasi.
Dari 48 film yang diadaptasi dari video game sejauh ini, hanya ada 3 film yang mampu mencapai skor 60% di Rotten Tomatoes yang dimana menjadi skor paling minimum untuk dianggap “fresh” atau bisa dibilang “layak tonton”. Mungkin Anda tidak terlalu setuju dengan penilaian film melalui Rotten Tomatoes atau bahkan tidak setuju dengan pendapat para kritikus. Namun Anda harus akui bahwa kualitas keseluruhan adaptasi video game hingga saat ini lebih rendah dibanding dengan jenis adaptasi lain seperti buku ataupun komik.
Yang menjadi pertanyaan adalah kenapa bisa begitu? Berikut adalah beberapa opini saya mengapa film adaptasi game selalu gagal.
Yang menjadi pertanyaan adalah kenapa bisa begitu? Berikut adalah beberapa opini saya mengapa film adaptasi game selalu gagal.
Daftar isi
1. Pemilihan Penulis Naskah yang Salah
Ok, Anda punya franchise yang dikenal mempunyai jalan cerita yang menarik dan potensial membawa cerita tersebut menjadi sebuah mahakarya di sinema. Anda dapatkan aktor dan aktris Hollywood yang berbakat untuk memainkan peran karakter utama dari game tersebut. Ditambah lagi, franchise yang akan Anda adaptasi punya fans yang banyak. Apa yang Anda perlukan sekarang? Seorang penulis naskah yang tahu tentang game tersebut, atau setidaknya peduli untuk melakukan riset akan apa yang dia tulis.
Sayangnya, Hollywood lebih mencari penulis yang tak tahu apa-apa soal game yang akan diadaptasi. Dikarenakan akan lebih murah dan cepat, juga sisa modal lainnya bisa dipakai untuk produksi film.
2. Sutradara yang Ditunjuk Tidak Berkualitas
Pernahkah Anda perhatikan jika film adaptasi dari buku novel ataupun komik yang Anda cintai itu disutradarai oleh sutradara yang memang memiliki pengalaman serta kreativitas yang tinggi? Seperti halnya Christopher Nolan pada The Dark Knight trilogy ataupun Peter Jackson pada Lord of The Rings. Kedua sutradara tersebut habiskan waktu lama melakukan riset tentang apa yang akan mereka buat. Mereka memang dikenal sebagai sutradara yang professional dan berbakat.
Bandingkan dengan sutradara film adaptasi video game sejauh ini yang tak punya pengalaman sama sekali. Mereka dikenal selalu membuat film yang jelek, atau mereka bahkan tak tahu apa itu video game. Sama halnya seperti penulis nashkah yang sebelumnya dijelaskan. Bayangkan perbedaan seperti apa yang terjadi jika Anda berikan franchise dengan cerita menganggumkan seperti Max Payne ataupun Hitman kepada sutradara berbakat. Bukan Uwe boll ataupun Paul W. S. Anderson.
3. Merangkum Video Game Menjadi Film Berdurasi 2 Jam Bukan Tugas yang Mudah
Video game biasanya dapat diselesaikan dalam waktu 10-14 jam, bahkan lebih lama lagi kalau game tersebut RPG. Hal tersebut bukanlah hal yang mudah untuk dibuat menjadi film yang mayoritas berdurasi 2 jam.
Anda peduli dengan karakter yang Anda mainkan beserta karakter lain yang ada di game. Juga mengerti apa yang sebenarnya terjadi dalam game tersebut. Dikarenakan Anda telah habiskan waktu berjam-jam untuk ikut serta dalam pengembangan karakter dan jalan cerita game tersebut.
Sebagai contoh, dapatkah Anda ceritakan ke teman Anda seluruh kejadian di Mass Effect atau Metal Gear Solid dalam waktu 2 jam? Jika iya, dapatkah Anda membuat film yang dapat merangkum semua kejadian dari kedua game tersebut dengan sinematografi yang baik, hingga dapat diterima gamer, non-gamer, berserta kritik?
Video game itu sendiri tidak selalu memiliki jalan cerita yang linier seperti di film. Kebanyakan game, khususnya di zaman modern ini memiliki cerita yang bercabang. Bahkan bisa berubah tergantung pada cara bermain atau keputusan Anda. Sebagai contoh, kita ambil saja Heavy Rain. Dalam game tersebut, karakter yang Anda mainkan ditentukan nasibnya dari keputusan serta ketepatan Anda dalam quick time event. Ada puluhan kemungkinan game tersebut dapat berakhir, membuat hal tersebut tidak dapat diciptakan lewat film. Dikarenakan film sifatnya hanya menceritakan suatu cerita secara
4. Hollywood Tak Peduli dan Tak Hargai Video Game Sebagai Media Cerita
Tidak semua orang di balik pembuatan film menganggap video game sebagai suatu “media storytelling”. Kebanyakan dari mereka berpikir video game hanya sekedar permainan anak-anak yang mungkin dapat menghasilkan profit jika dibawa ke sinema. Sebagai contoh, kita ambil mereka yang tidak tahu apa-apa soal gaming. Jika ditanya soal Grand Theft Auto V, kemungkinan besar mereka melihat game tersebut sebagai “game penuh kekerasan yang memperbolehkan Anda membunuh orang dan datang ke strip club melihati hooker”. Bukan kisah dari 3 pria yang mencari kehidupan mewah dengan cara kriminal.
Anda mungkin berpikir proses Greenlight project suatu film di sebuah studio berkerja seperti ini, “Hey, saya suka game ini dan saya tahu semua lore yang ada di dalamnya. Saya punya ide untuk membuat film yang dapat membuat gamer dan pecinta film suka.”
Sayangnya, Hollywood tidak berkerja seperti itu. Mereka mencari franchise yang dapat menghasilkan keuntungan paling besar dan mempunyai fans yang banyak. Mereka juga akan mencari sutradara dan penulis yang mengerjakan projek tersebut. Apakah kedua orang tersebut tahu sesuatu tentang game yang diadaptasi? Tidak, bukan masalah. Tetapi, apakah film yang mereka hasilkan sebelumnya mendapatkan banyak uang? Ya, itu yang penting.
Film adaptasi video game bukan lagi hal yang baru. Dan walau sudah puluhan kali gagal membawakan adaptasi yang sesuai harapan fans game, hal ini akan terus terjadi. Melihat betapa populernya video game sekarang ini sebagai media hiburan dan film-film sebelumnya masih menghasilkan keuntungan meskipun dibenci habis-habisan oleh penonton.
A New Hope
Memang banyak film adaptasi video game berkualitas “busuk” secara keseluruhan, namun muncul sebuah trend dalam beberapa tahun terakhir dimana video game mulai dihargai sebagai media cerita dan kebanyakan dari mereka muncul dalam format serial (series).
Castlevania dan Arcane: League of Legends menjadi dua contoh apabila kamu bisa mengadaptasi video game menjadi sebuah media cerita pasif yang menyenangkan dan menggugah penontonnya. Kedua serial ini mengambil sumber material sebagai fondasi, dan membangun cerita fokus karakter lengkap dengan sinematografi, aksi, gaya visual, dan presentasi yang menarik perhatian. Ironisnya ialah kedua serial ini yang dimana bisa saya sebut sebagai adaptasi game terbaik sejauh ini ialah dua serial yang sumber materialnya tidak fokus pada aspek naratif sama sekali.
Castlevania ialah game yang orang kenal karena platforming yang sulit dan musik dan tema vampir yang ikonik, sedangkan League of Legends ialah game MOBA yang dimana orang lebih fokus akan meta dan kata rasis apa yang ingin dilontarkan saat kalah ketimbang lore masing-masing karakter.
Cuphead dan Dota: Dragon’s Blood menjadi 2 serial lain yang juga miliki kualitas yang cukup lumayan. Memang tidak sebagus Castlevania dan Arcane, tetapi kedua serial ini memunculkan tanda tanya “apakah format serial TV memang lebih cocok untuk adaptasi video game?” Dengan The Last of Us produksi HBO dan juga HALO produksi Paramount segera tiba, pertanyaan tersebut mungkin dapat terjawab lebih jelas lagi.
Sementara itu, untuk format film 2 jam sendiri sedikit ada peningkatan. Sonic the Hedgehog, Angry Birds 2 dan Detective Pikachu menjadi beberapa contoh terbaru yang sedikit memecahkan kutukan buruk adaptasi video game. Ketiga film ini memang bukan film mahakarya yang pantas masuk penghargaan akademi Oscar, tetapi setidaknya lebih memunculkan usaha dan rasa hormat sedikit terhadap sumber material yang menginspirasi serial dan TV tersebut lewat jalan cerita yang menghibur dan tidak membelokkan fakta atau aturan yang dibuat oleh game yang diadaptasi.
Apakah era baru dari adaptasi video game akan membaik dari sekarang? Kita lihat saja nanti.
Baca pula informasi lainnya beserta dengan kabar-kabar menarik lainnya seputar dunia video game dari saya, Muhammad Maulana.
For further information and other inquiries, you can contact us via author@gamebrott.com