Kenapa Pemblokiran PUBG Oleh MUI dan Menkominfo Terdengar Konyol Banget

3510842 pubgsite

Pertama-tama saya ingin menyampaikan duka yang amat mendalam kepada seluruh korban serta keluarga korban akibat aksi teror di Christchruch New Zealand. Aksi penembakan membabi buta nan biadap yang dilakukan seorang teroris di Christchurch, New Zealand memang menyisakan luka mendalam serta ketakutan diseluruh dunia. Namun hal tersebut diadaptasi serta ditanggapi secara reaktif oleh beberapa negara termasuk Indonesia dengan wacana yang terdengar cukup konyol.

Dilansir dari News Detik, pihak MUI (Majelis Ulama Indonesia) Jabar mempertimbangkan fatwa haram mengenai game PUBG dengan melakukan kajian terlebih dahulu. Statement serupa juga sebenarnya telah disampaikan oleh Ulama Malaysia, Mufti Negri Sembilan Datuk Mohd Yusof Ahmad, namun ditentang keras oleh Menpora Malaysia Syed Saddiq.

Hal yang mendasari ketakutan serta wacana pemblokiran tersebut sebenarnya simple. Seluruh wacana serta statement pemblokiran game PUBG muncul pasca kasus terorisme di New Zealand, hal tersebut terasa reaktif dan tanpa dasar karena secara jelas sang teroris sendiri melalui manifestonya menolak secara keras bahwa aksinya terinspirasi atau dilandaskan dari suatu Video Games.  Juga belum ada studi yang menjelaskan bahwa video game menjadi elemen utama yang menyebabkan sifat agresif.

1. Pemblokiran Satu atau Dua Game BUKANLAH SOLUSI

Source: Quora

Kekonyolan pertama ialah wacana yang diwacanakan serasa sangat tidak solutif. Apakah dengan diblokirnya game PUBG maka masalah akan selesai ? apakah dengan diblokirnya game PUBG game serupa tak muncul?. Sudah banyak game yang bertemakan FPS yang menjamur di Indonesia, pemblokiran PUBG tentu tak akan menghentikan masyarakat mengakses game lain seperti PB, Free Fire, atau game tembak menembak lain. Tanpa adanya perbaikan batasan umur rating video games secara struktural gamers hanya akan berpindah-pindah game lain. Pembumi hangusan satu game YANG POPULER hanya menjadi solusi reaktif jangka pendek untuk mencari-cari sensasi.


2. Perbaikan Mental dan Sosialisasi Lebih Krusial

Source: techaddiction

Coba bayangkan jika seorang anak dilarang merokok tanpa memberi pengertian bahaya merokok “Kamu tu ya masih kecil udah merokok ! gak boleh!” apakah anak akan berhenti ? atau malah curi-curi dibelakang ? silahkan dijawab MUI ataupun para Normies. Wacana yang hilang dari masyarakat kita adalah adanya ajaran mengenai toleransi, faktor pendorong teroris di New Zealand untuk melakukan aksi gilanya adalah karena bebasnya senjata serta beredar minimnya toleransi terhadap kelompok tertentu. Mengedukasi anak dan orang tua tentang filter kekerasan dalam video games justru lebih efektif, sosialisasi-sosialisasi seperti ini justru ditinggalkan oleh pemerintah.


3. Undang-undang Serta Badan Khusus Sudah Ada Loh

Mengapa wacana ini sebenarnya terasa agak aneh adalah karena pemerintah sendiri sudah memiliki aturan mengenai rating video games. Berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 11 Tahun 2016 sebenarnya sudah jelas tentang adanya Komite Klasifikasi Permainan Interaktf Elektronik yang bertanggung jawab untuk merating suatu video games. Berdasarkan aturan yang sama sebenarnya PUBG sendiri sudah dapat diklasifikasikan sebagai game untuk 18 tahun keatas karena konten darah serta senjata identik dunia nyata. Bahkan Komite tersebut juga punya hak untuk mengkaji suatu game berdasarkan isu yang ada, sehingga terasa aneh jika Kemkominfo justru seperti menunggu kajian MUI dahulu.

Pemerintah hanya perlu tegas terhadap aturan yang mereka buat sendiri, anak dibawah umur perlu dibatasi, namun aturan tersebut terasa hanya menguap diudara.


4.Video Games Sekarang Sudah Berbeda

Mereka yang terjebak pola pikir masa lalu terasa seperti orang tua jadul yang memegang smartphone canggih. Menganggap kegunaanya hanya untuk telfon dan sms saja, Video game sekarang bukanlah sekedar entertainment ataupun pengisi waktu luang biasa. Banyak hal positif yang sekarang menjadi sedang digaungi muda-mudi munculnya profesi baru seperti player E-sport ataupun Streamer merupakan buah dari pemanfaatan game di jaman sekarang.

Jess No Limit serta pro player PUBG lain yang menghasilkan jutaan rupiah seakan tak dipandang oleh mereka yang kontra terhadap game PUBG. Memandang game PUBG sebagai hal yang menimbulkan mudarat semata tanpa melihat hal-hal positif dibaliknya menunjukan betapa kolotnya pemegang aturan.

5. Oke Game Haram, Game Halal Kayak Gimana?

Munculnya halal haram dalam suatu game sebenarnya tidak ada masalah, namun jika suatu hal dianggap hitam maka ada hal lain yang menjadi putih sebagai tolak ukurnya. Bisa kita bayangkan jika suatu game perlu memasukan nilai-nilai suatu agama tertentu demi mendapat cap lolos. Perlu ada-nya elemen agama tersebut, perlu mengkaji berkali-kali agar cocok di setiap agama ( karena game rata-rata dibuat secara global bukan negara tertentu). Namun penyesuaian game atas unsur norma dan juga kemanusiaan lebih rasional untuk diaplikasikan karena HAM itu menjadi tolak ukur yang dipakai mayoritas semua negara.

Intinya kalau memang MUI benar-benar serius mengharamkan suatu game, mereka juga perlu memberikan rujukan atau referensi yang jelas bagaimana suatu game bisa dianggap Halal. Sehingga para developer tidak kebingungan untuk menyesuaikan standarnya dengan pasar Indonesia ataupun Malaysia. Tidak hanya melarang sana sini tanpa adanya SOLUSI yang Nyata, penutupan dan pelarangan sebuah game hanyalah pengekangan negara terhadap kemajuan yang ada.


Dimana diluar negeri terutama New Zealand sedang ramai game Fortnite dan Apex Legends lalu mereka justru memblokir PUBG Mobile atau PUBG Biasa semakin menunjukan betapa tidak pekanya mereka, serta mudahnya konsumsi Hoax menyebar di Indonesia. Media yang menggoreng isu ini juga tak kalah konyol karena isu yang lebih penting dari kasus New Zealand justru tertutupi dengan masalah pemblokiran Video Game Online.


Saya adalah penulis yang memfokuskan isu didalam dunia serta industri Video Games jika kalian ingin membaca tulisanku lain bisa kalian baca disini.

Exit mobile version