Kalau kita sebagai anak tahun 90an mengingat masa kecil, tidaklah jauh-jauh dari rental PS dan warnet. Keduanya memang identik dengan game dan mungkin itulah yang jadikan kita sebagai individu yang kenal baik dengan perkembangan industri game saat dewasa.
Warnet atau istilahnya warung internet memang baru mulai menjamur sejak tahun 2000an awal. Munculnya warnet saat itu juga jadi wanti-wanti oleh pemilik rental PS karena berbeda dengan game konsol, PC lebih punya game yang lebih mengedepankan interaksi sosial, game online adalah salah satunya.
Daftar isi
Kenapa Warnet Banyak yang Tutup Akhir-akhir Ini?
Pelan namun pasti, rental PS mulai tergerus oleh hadirnya warnet. Saat itu harga yang dipatok dibuat seimbang mungkin dengan rental PS. Lambat laun, pemain di rental akan berpindah ke PC dan bersarang di sana. Maka tidak heran kalau sekarang kita tidak lagi bisa menemukan rental PS dimana-mana, terutama untuk kota-kota besar.
Pasar mereka sekarang lebih ke daerah pedalaman yang memang lebih minim pilihan dan tidak terjangkau internet. Sejak 2010an, warung internet sudah menjadi pemain tunggal industri gaming dan perkembangannya melonjak naik, hingga beberapa tahun terakhir ini.
Kini nasib warnet sudah sama seperti rental PS yang ia kalahkan. Banyak yang tutup dimana-mana. Adapun yang bertahan tinggal yang punya modal untuk terus menyokong, atau yang tempatnya strategis. Kemana warnet-warnet biling budget yang selama ini jadi langganan kita untuk melepas masa remaja itu? Mengapa warnet tutup jadi tren untuk saat ini?
Gempuran Kiri-Kanan, dari Game Mobile hingga Pandemi
Mari berbicara dari pengalaman pribadi. Sebelum ini penulis pernah membuka di sebuah warnet yang penghasilannya cukup tinggi di sebuah kota di daerah barat Indonesia.
Waktu itu sekitar tahun 2016, dalam satu bulannya bisa mendapatkan profit yang cukup untuk membuka satu lagi warung internet skala kecil dalam kurun 2 tahun jika di uangnya di tabung.
Tapi, masa keemasan itu tidaklah bertahan lama. Sejak tahun 2020 awal, dunia mengenal yang namanya pandemi Covid-19 dan itu sangat membunuh industri hiburan di seluruh dunia, warnet juga salah satu yang paling terdampak saat itu.
Larangan dari pemerintah tidak membolehkan pemilik untuk melanjutkan bisnis mereka secara tidak langsung membunuh industri ini kedepannya. Mereka yang setiap bulan harus terus menutup biaya operasional seperti sewa ruko, tagihan listrik dan internet bulanan, belum lagi mereka yang meminjam ke bank untuk membuka bisnis ini.
Semua roda perputaran terhenti sejak saat itu dan ketika waktunya untuk bergerak kembali, dunia sudah berubah total.
Perubahan yang paling terasa adalah warung internet kecil hingga menengah sudah tidak lagi relevan di zaman yang serba mobile ini. Pandemi menjadi salah satu gerbang menuju mobile gaming karena saat itu siapapun tidak bisa meninggalkan rumah, hingga mobile gaming adalah sumber hiburan utama bagi sebagian orang.
Kini gamer terutama yang masih bocil lebih menyukai game mobile seperti Free Fire, Mobile Legends, PUBG Mobile dan lain sebagainya. Hilang sudah zaman Point Blank, Lost Saga, dan berbagai game MMORPG lainnya.
Konsekuensinya: warung internet dengan spesifikasi komputer ‘nanggung’ sudah tidak lagi ada peminatnya karena mereka tidak bisa memainkan game terbaru seperti Apex Legends, Call of Duty Warzone, Overwatch 2, hingga Fortnite misalnya.
Warnet Marjinal, Image Buruk Sebuah Warnet
Selain faktor eksternal seperti pergeseran zaman dan faktor luar kuasa seperti pandemi, sebenarnya industri ini memang dibunuh oleh pelaku usahanya sendiri. Memang tidak semua pelaku warnet yang dimaksud seperti itu. Tapi kalian tentu paham ada satu atau dua warung internet kumuh yang teringat dibenak kalian.
Penulis sendiri menamakan istilah ini sebagai warnet marjinal. Letaknya agak terpencil, dengan fasilitas seadanya, dan kualitas pelayanan yang buruk. Biasanya tempat seperti ini bukan diperuntukkan untuk tempat bermain bocil, melainkan sarang om-om untuk bermain poker online dan tempat menonton film dewasa secara diam-diam (atau terang-terangan).
Biasanya tipe ini punya paket internet seadanya dan hampir tidak bisa digunakan untuk menonton YouTube. Begitu kedapatan menonton, langsung disamber oleh om-om sebelah yang bermain poker dan takut kalau jaringan yang lemot berpotensi membuatnya kalah. Padahal memang kartunya yang lagi ampas.
Warnet seperti ini juga kerap kedapatan oleh pihak berwenang dan tersandung razia. Hingga image hiburan ini menjadi buruk bagi sebagian orang tua yang anaknya sering bermain di warnet.
Padahal tidak semuanya tempat yang penuh dengan maksiat dan harus dipaksa tutup di bulan puasa. Tujuan orang kesana tidak lain karena ingin bermain game, dan segelintir yang memang butuh melakukan tugas serta bekerja.
Warnet Print, Penyelamat Anak Sekolah dan Para Pencari Kerja
Tidak semua warnet diperuntukkan penggunanya untuk bermain game. Karena banyak juga warnet yang menyediakan printer sebagai penambah penghasilan. Warnet print inilah yang menjadi juru selamat bagi anak sekolah yang diberikan tugas sekolah oleh guru. Selain bisa print, mereka juga bisa minta operator di warnetnya untuk mencarikan tugas gambar yang kemudian di print, atau jasa ketik sekalipun.
Mereka yang sedang mencari kerja juga sangat diuntungkan dari jenis ini. Karena disana mereka bisa melakukan print lamaran pekerjaan, atau scan berkas yang dibutuhkan ketika lamaran dan cv perlu dikirim via email.
Sebenarnya yang paling berdampak ya tipe warnet ini. Karena modal mereka tidak seberapa untuk menunjang usaha tersebut, mau tidak mau mereka harus gulung tikar begitu tidak ada lagi anak sekolah yang masuk sekolah dan pekerja yang boleh keluar rumah untuk scan berkas. Alhasil, jumlahnya makin sedikit belakangan ini.
Perilaku Bar-bar Pemain Warung Internet
Ya memang kita tidak bisa berharap semua pemain di warnet itu orangnya baik dan sopan. Akibatnya banyak peralatan dan peripheral yang hancur lebur karena emosi pemain game atau om-om kalah judi misalnya.
Sejatinya hal seperti ini juga sebelumnya dialami oleh pemilik rental PS. Banyak stik PS yang rusak karena dibanting atau tombol yang tidak berfungsi karena ditekan sekuat tenaga. Disini yang jadi target kebanyakan adalah mouse, keyboard bahkan tidak jarang monitor dan headset.
Akibatnya, pemilik yang jarang maintenance perangkat karena lelah dengan perilaku gamer ini memutuskan untuk bersikap masa bodoh. Alhasil tidak ada lagi yang mau main di warnet tersebut dan berangsur tutup.
Rebranding Game Center dan Masa Depan Warnet
Dari berbagai faktor diatas, tampaknya image warnet sudah tidak bisa lagi diselamatkan. Salah satu cara keluarnya adalah meninggalkan citra tempat yang penuh manusia-manusia pengangguran dan anak bolos sekolah. Mereka perlu bertransformasi menjadi tempat yang lebih baik dan bergengsi.
Maka kebanyakan jika kita melihat warnet high–end masa kini menggunakan nama Game Center. Semua itu bertujuan untuk melepaskan diri dari cap buruk yang terkesan minim kualitas dan menyasar pemain dari ekonomi menengah keatas.
Desain interior dibuat sekeren mungkin dengan embel-embel gaming. Pemilihan nama yang keren, serta spesifikasi yang mumpuni untuk game kompetitif saat ini. Hingga tidak sedikit juga yang mengkaitkan Game Center dengan e–sport yang sekarang tengah booming.
Alhasil image Game Center adalah tempat bergengsi yang melahirkan banyak pemain e-sport jago semakin digaungkan. Tapi, untuk bisa membuka usaha semewah ini, biaya yang dibutuhkan tentu tidak sedikit. Tinggal pemain besar yang punya kantong cukup dalam yang bisa menikmati uang dari bisnis ini.
Jadi kalau ditanya kenapa warung internet banyak yang tutup, kalian setidaknya sudah paham ada beberapa faktor baik internal maupun eksternal yang mendukung hal itu terjadi. Apakah akan ada masa warnet kembali berjaya? Mari kita sama-sama berharap namun tetap turunkan ekspektasi serendah-rendahnya.
Baca juga informasi menarik Gamebrott lainnya terkait Tech atau artikel lainnya dari Andi. For further information and other inquiries, you can contact us via author@gamebrott.com.