“Walking Simulator” membaca kata-kata ini saja sepertinya sudah membuat banyak gamer malas dan bosan untuk menengok game-game yang sengaja maupun tidak sengaja mendapat label ini. Padahal sebenarnya tidak ada yang salah dengan genre ini, karena secara harfiah maupun teknis pun sebenarnya hampir semua game yang dalam permainannya berjalan tentunya masuk ke dalam ranah Walking Simulator. Mau itu Death Stranding, Gone Home, Grand Theft Auto, maupun Call of Duty sekalipun.
Karena sejatinya mereka semua “berjalan” di dalam gamenya. Dan game memang mensimulasikan kamu untuk berjalan di dunia virtual, baik itu dengan literally berjalan menggunakan kaki, menggunakan alat, kendaraan, melayang, bahkan nge-blink sekalipun. Genrenya sendiri menjadi terasa negatif karena sugesti dari media-media game, para kritikus, dev. Game, dan tentunya para netijen dengan segala komentarnya yang melabeli game-game yang menitik-beratkan permainannya pada aktifitas berjalan tersebut sebagai walking simulator.
Daftar isi
Hujatan para netijen yang terbiasa dengan game kasual
Parahnya, game-game walking simulator ini langsung dihujani dengan hujatan-hujatan bahkan dari mereka yang tidak mencoba gamenya dan hanya “ngekor” ke orang atau sosok yang mereka dengar atau baca pendapatnya. Akibatnya, efek berantai dari opini-opini bodong netijen yang seakan mencuci otak bahwa game-game yang mendapat predikat ini merupakan game yang membosankan, yang tidak seru, bikin ngantuk, tidak niat, atau bahkan tidak layak dimainkan.
Pendapat-pendapat tersebut memang datang dari berbagai generasi yang memang dicekoki dengan segala aksi dan kekerasan. Mereka yang merasa bahwa dalam video game mereka memiliki kekuatan untuk beraksi, mengalahkan, mendominasi, atau bahkan membunuh karakter lain ataupun bahkan pemain lain. Terlebih lagi aksi tersebut semakin didorong dan diberi steroid oleh para developer dan publisher di era game yang didominasi oleh genre battle royale, MOBA, dan FPS.
Terbiasanya para gamer kasual dengan segala aksi, tempo cepat, reflek super, akurasi, pengambilan keputusan instan yang ditawarkan game-game “jaman now” ini memang membuat mereka akan langsung merasa game yang tidak mengedepankan aksi akan lebih inferior alias lebih lemah dari game-game yang mereka biasa mainkan. Layaknya seorang pecinta makanan pedas fanatik yang mencoba makanan pedas-manis kemudian mengatakan bahwa makanan tersebut gak ada rasanya, pedasnya gak nendang, dan lainnya. Atau pecinta film-film Marvel yang mengatakan film-film drama itu gak seru, bikin ngantuk, dan kawan-kawannya.
Gamer yang ngakunya milenial tapi nyatanya kolot
Mereka terkadang lupa, bahwa mereka juga tidak seharusnya melihat semua hal yang ada dengan kacamata yang sama. Atau setidaknya dalam kasus ini menyadari bahwa tidak semua game bisa dilihat, dimainkan, dan dinikmati dengan cara yang sama. Terkadang memang sulit untuk berpindah dari kebiasaan nge-game harian terlebih bagi para gamer yang memang bermain dengan harapan layaknya memakan popcorn. Ringan, mudah dikunyah, serta rasanya jelas dan sudah familiar.
Berbeda dengan game walking simulator yang lebih condong seperti oat, yang mungkin sedikit terasa hambar, tidak ringan, sulit dimakan, dan mungkin baru kita tahu sisi menyenangkannya setelah mencari tahu tentangnya lebih dalam. Ya, game-game seperti Everybody’s Gone to the Rapture, Firewatch, dan yang terbaru tentunya Death Stranding merupakan game yang tidak bisa dirasakan keasikannya secara instan. Kalian harus “mengunyah” gamenya lebih halus lagi agar mendapat esensi gamenya.
Dan nilai plus dari game-game ini juga bukan berasal dari aksi, peperangan, dan ledakan (kecuali Death Stranding, yang bahkan Kojima masih memberikan unsur aksi di 2/3 progres gamenya). Namun lebih ke aspek lain yang mungkin tidak disediakan di game-game kompetitif kekinian yang bahkan terkadang tidak memberimu motif apapun kecuali untuk bertarung dan membantai siapapun yang menghalangimu dari tujuan atau kemenanganmu.
Kedalaman cerita, karakter, dan intrik mayoritas jadi aspek menarik yang bisa kamu gali dari game-game walking simulator ini. Sebenarnya cukup lucu melihat fenomena ini karena di satu sisi para gamer di seluruh dunia mengatakan bahwa mereka tidak menyukai game-game beralih fokus ke multiplayer, dan menghendaki lebih banyaknya game single player yang berfokus kepada cerita. Namun mereka sendiri juga tidak mau menerima keberadaan game-game ini yang bahkan menghadirkan cerita yang lebih kreatif, kompleks, terkadang tidak biasa dan lebih menarik dari game-game mainstream lainnya.
JNE Simulator yang katanya overrated
Kembali melihat Death Stranding yang baru dirilis, game ini memang mendapatkan respon beragam dimana banyak yang mengatakan bahwa game ini revolusioner dan terasa fresh. Dan beberapa lainnya mengatakan bahwa game ini boring dan hanyalah walking simulator. Padahal sejak awal Kojima sendiri mengatakan bahwa Ia membuat Death Stranding karena aksi dan kekerasan dalam video game kini sudah tidak terkendali. Sehingga Ia membuat game tersebut agar para gamer bisa mundur sejenak, dan belajar kembali untuk saling berbaik hati dengan pemain lain.
Dari situ sendiri sudah jelas bahwa Death Stranding memang bukan didesain layaknya game action, atau seperti game milik Kojima sebelumnya, Metal Gear Solid. Meskipun kamu masih bisa merasakan sensasi bertarung yang cukup mirip di gamenya. Namun memang titik berat Kojima dalam Death Stranding selain tentunya cerita yang cukup kreatif dan sebenarnya menggugah apalagi bila kalian menyukai fiksi ilmiah dan tentunya naratif khas Kojima. Serta koneksi antar pemain yang diberikan dalam game ini lewat saling memberi bantuan kepada pemain lain.
Bukankah hal tersebut memang jarang digali di game-game AAA sebelumnya yang memang terlalu fokus ke inovasi aksi, pertarungan, dan juga kompetitif dalam berbagai bentuk dan rupanya? Bukankah memang seharusnya game ini bisa terasa fresh bila memang tidak dibandingkan dengan game-game yang pernah ada? Dan game-game walk simulator lainnya juga bisa dikatakan fresh karena mengambil arah yang berbeda daripada game-game mainstream lainnya?
Game mainstream gitu-gitu aja, tapi tetap aja dimainin
Namun kembali ke kata-kata game mainstream yang tadi sempat disebutkan, banyak gamer di seluruh dunia ini termasuk di Indonesia yang tentunya masuk ke aliran ini. Dimana mereka lebih mau untuk menelan apa yang ditelan yang lainnya ketimbang mencoba sesuatu hal baru untuk ditelan. Padahal belum tentu apa yang dikatakan orang lain buruk itu akan terasa buruk bagi mereka. Perasaan terlalu takut untuk berbeda, dianggap tidak mengikuti tren, atau bahkan tidak relevan baik di pergaulan dunia maya maupun dunia nyata.
Padahal game-game Walking Simulator ini lebih bisa tenang dinikmati secara personal ketika kalian selesai dari aktifitas harian kalian, ketimbang game-game kompetitif macam battle royale, FPS, dan MOBA yang terkadang malah memancing emosi karena rekan setim yang tidak becus, kekalahan, atau bahkan dari kamu sendiri yang memang tidak dalam kondisi baik untuk berkompetisi dengan pemain lain yang pada akhirnya malah membuat kamu emosi, marah, dan merusak mood-mu yang sebenarnya sudah lelah akibat rutinitas.
Jangan lupa baca juga info-info menarik lainnya tentang Opini atau artikel-artikel gak umum lainnya dari Galih K.A. Contact me at galihka@gamebrott.com