Riot Games merupakan sebuah perusahaan besar yang menjadi cikal bakal lahirnya game MOBA ternama bernama League Of Legend. Tiap perusahaan tentu memiliki budaya perusahaannya masing-masing, yang tentu berbeda satu dengan lainnya. Kemarin, sebuah media Game Barat bernama Kotaku memuat sebuah artikel berjudul “Inside The Culture Of Sexism At Rio Games” yang berisi temuan mengenai tuduhan keras bahwa adanya budaya Sexism pada perusahaan sebesar Riot.
Menurut Wikipedia Sexism/Seksime adalah diskriminasi atau prasangka terhadap seseorang berdasarkan gender atau jenis kelamin seseorang. Menjadi masalah karena, isu mengenai Sexism memang cukup kuat di luar sana. Melihat Riot Games bukan merupakan perusahaan kemarin sore, artikel ini langsung mendapatkan beragam tanggapan dan juga dukungan dari berbagai pihak.
Kotaku memuat laporan mendalam mengenai masalah ini dengan mengumpulkan 28 mantan pegawai dan juga pegawai aktif yang sedang berkerja di Riot Games. Selama pengerjaan ini para narasumber mengaku enggan untuk “menyebutkan nama”, dikarenakan takut akan perjanjian disparagement agreements (larangan kedua belah pihak untuk mengkritisi pihak lain). Salah satu narasumber wanita yang enggan namanya di catut bercerita mengenai pengalaman pahit yang pernah ia alami selama berkerja didalam Riot Games. Menurut laporan Kotaku, seorang pekerja wanita bernama Lacy (bukan nama asli) terkadang mendapatkan komentar dari manajernya bahwa posisinya sekarang, mampu ia raih hanyalah akibat dari penampilannya. Terkadang atasan laki-lakinya juga menyindirnya saat sedang melakukan rapat, dengan membahas bahwa anak dan suamimu pasti rindu denganmu ketika kamu sedang berkerja.
Cukup mengagetkan
Laporan dari Kotaku mengatakan bahwa suatu hari, Lacy mencoba melakukan Experiment dengan melibatkan kolega laki-lakinya untuk mempresentasikan ide miliknya pada orang dan kelompok yang sama. Dimana sebelumnya, ide tersebut ditolak mentah-mentah oleh kelompok tersebut dalam sebuah rapat, padahal ia cukup yakin akan ide tersebut. Awalnya Lacy skeptis akan experiment ini. Namun akhirnya, kolega laki-lakinya tersebut setuju untuk melakukan presentasi yang sama, dengan materi yang sama pula dan seketika seluruh orang di ruangan tersebut berkata “ya tuhan, ini menakjubkan“. Lacy pun sangat kecewa akan hal itu, ” mereka tak menghargai perempuan” kata Lacy.
Kotaku juga mengaku bahwa tak sedikit wanita yang bercerita layaknya Lacy, namun mereka juga tak berani memasukan nama. Selain karena permasalahan kontrak, mereka juga takut akan masa depan karir mereka dalam dunia gaming dan juga takut akan backlash besar dari komunitas League of Legends di luar sana yang tak setuju. Narasumber wanita tersebut menggambarkan bahwa Riot merupakan tempat kerja yang tak adil bagi wanita. Berbeda dengan narasumber wanita lain yang mau untuk disebut nama dan juga masih berstatus sebagai pekerja Riot Games, mereka menapik tuduhan tersebut, dan mengaku tak pernah mengalami pengalaman semacam itu.
Dalam laporan tersebut juga ditulis, ada 3 narasumber yang mengaku bahwa selama mereka berkerja di sana mereka “dipersiapkan untuk promosi, dan berkerja diatas posisi serta gaji yang mereka dapat, sampai pada saatnya ada laki-laki yang menggantikan pekerjaan mereka” kata Kotaku.
Hal mengejutkan lain adalah, ada 2 orang narasumber laki-laki dan perempuan mengaku pernah mendapatkan kiriman gambar alat kelamin yang tak diinginkan dan diminta dari bos serta koleganya. Narasumber Kotaku tersebut juga menyebut tindakan ini sebagai “Bro Culture”. Salah satu narasumber wanita tersebut juga mengaku pernah melihat email ancaman tentang dirinya yang bercerita mengenai bagaimana rasanya jika “bersetubuh dengannya”, dan juga menggambarkan bahwa dirinya merupakan wanita yang layak ditiduri lalu ditinggalkan.
Respond dari pembaca
Hal ini memang sangat sulit dipercaya mengingat bahwa Riot Games merupakan perusahaan yang sangat besar, dan juga para narasumber tersebut enggan menyebutkan nama. Namun berdasarkan respon dari para pembaca dan juga mantan pegawai yangpernah berkerja di Riot, hal ini nampaknya tidak bisa dianggap remeh.
I worked there for 3 years and I’m still recovering, honestly.
An amazing, important piece of reporting by @cecianasta that you should absolutely take the time to read:https://t.co/nLW9GJD2nV
— Jessie Perlo (@Gogo_Usagi) August 7, 2018
Tough to read this but this is dead on about some problems in our house.
There’s no acceptable amount of sexism. https://t.co/uzX7oJERpV
— J.T. Vandenbree ???? (@RiotTiza) August 7, 2018
Multiple women confided in me about being sexually harassed at work. About their asses being slapped, being groped at parties, or being raped at Riot events.
At first it was shocking. Then it became standard.
— Kristen ? (@MiniWhiteRabbit) August 7, 2018
Tanggapan Riot Games.
Melalui Public Relation dari Riot Games Via Reddit mereka menyampaikan pernyataan resmi, bahwa beberapa poin dirasa tidak sesuai. Mereka bercerita bahwa poin tersebut tak sesuai “Bagaimana berbicara tanpa menghargai perempuan, menerima perkerja yang tidak lebih baik daripada orang lain, dan tak menghargai pendapat orang lain bukan merupakan cerminan dari budaya yang ada di Riot Games.”Respon Riot Games Via Reddit. Ia mengaku bahwa jika tindakan tersebut disamakan dengan budaya Riot maka hal tersebut adalah SALAH. Riot menambahkan dengan menyapaikan bahwa “Kita tak mentolelir sedikitpun diskriminasi, pelecehan, balas dendam, bullying, dan sifat toxic.” Respon Riot Games Via Reddit. Mereka juga mengaku akan mencari tahu, mengevaluasi, dan juga menyampaikannya kembali.
Mereka juga mengaku tengah berkerja keras untuk mengembangkan program D&I mereka, yaitu program untuk membuat suasana perkerjaan sesuai dengan nilai-nilai kesetaraan tanpa membanding-bandingkan. Mereka juga mengaku alasan penting untuk penerimaan kerja dalam Riot Games adalah menjadi seorang gamers. Kalian bisa membaca keseluruhan pernyataan resmi Riot akan hal ini.
Bagaimana pendapat kalian mengenai isu sexis ini brott ?
Source : Kotaku