Perkembangan video game Indonesia telah cukup berkembang ke ranah yang lebih baik. Hal ini karena sudah cukup banyak dari developer yang sukses ke ranah internasional. Bahkan sebelum ada badan seperti BEKRAF dan yang lainnya. Happinet, SEMISOFT, Mojiken, Toge Production, hingga Agate adalah salah satu developer yang sukses bawa gamenya ke kancah internasional. Menunjukkan bahwa kualitas gamenya sudah semakin baik dan tak hanya karena embel-embel “karya anak bangsa”.
Pesatnya perkembangan tersebut kemudian diikuti oleh developer lokal lain yang mencoba keluar dari zona nyaman dari membuat game smartphone untuk naik ke satu tingkatan lebih tinggi yakni PC maupun console. Tak jarang terdapat dari mereka yang langsung nekat ke PC dan console demi menunjukkan visi video game mereka masing-masing.
Mengadaptasi dan mempromosikan budaya sendiri melalui tema video game nampaknya sudah menjadi pattern yang sangat umum dilakukan oleh developer lokal yang memulai debutnya. Selain karena ingin melestarikan budaya, mereka juga ingin dapatkan perhatian penuh akan karya mereka setidaknya dari negeri sendiri.
https://www.youtube.com/watch?v=OEH78WW6NAc
Hal ini juga dilakukan oleh Devata Game Production, developer asal Bali yang memulai debut mereka dengan Biwar: Legend of Dragon Slayer. Game ini angkat cerita legenda dari Mimika, Papua tentang seorang pemuda yang tengah memburu seekor naga demi balaskan dendam ayahnya serta melepas rantai kutukan ibunya.
Tidak banyak yang diketahui tentang gamenya selain bahwa ia mengisahkan seorang anak lelaki yang berusaha melepas kutukan ibunya yang disematkan oleh seekor naga. Namun sebelum masuk dalam ceritanya, mereka mendeskripsikan bahwa player akan melewati beberapa kisah dan mitologi menyeramkan yang mungkin diangkat sepenuhnya dari Indonesia.
Biwar: Legend of Dragon Slayer rencananya akan dirilis untuk PC dan console khususnya PS4 dan PS5. Melihat visinya yang sangat besar, tentu saja banyak orang yang penasaran seperti apa gamenya. Beruntung, beberapa hari yang lalu mereka merilis demo yang bisa dicoba langsung oleh publik.
Kami sendiri mencoba demonya dengan ukuran download sekitar 5GB dan mendapatkan kesan yang cukup bercampur aduk. Namun cukup banyak saran yang akan kami sampaikan. Seperti apa gamenya?
Disclaimer: Saat demonya kami coba, ia masih dalam bentuk pre-alpha, dengan kata lain masih jauh dari kata rampung dikerjakan. Namun aman rasanya apabila mekanik dasarnya telah rampung.
Selayang pandang gamenya miliki tampilan visual yang bisa dibilang cukup oke. Hal ini karena Unreal Engine 4 memiliki banyak fitur visual yang memang telah memikat hati. Namun setelah memasuki gameplay, di sinilah ketangguhan kemampuan Devata Game Production diuji.
Tentu saja saya tidak akan menilainya sebagai game yang telah rampung dikerjakan, namun mungkin saran saya di ulasan ini akan bisa menjadi masukan pada developer.
Permainan versi demo yang masuk dalam kategori pre-alpha Biwar: Legend of Dragon Slayer tak menceritakan apapun tentang Biwar dalam permainannya. Gamenya langsung bawa kami ke dunia antah-berantah yang aman rasanya apabila kami katakan sebagai alam lain yang dihuni oleh beberapa makhluk bukan manusia.
Desain ini mungkin bukan versi final karena biasanya developer akan membuat “dasar”-nya terlebih dahulu kemudian merombak total saat gamenya dirilis. Sama seperti God of War, desain ini tunjukkan senjata, HP, dan sepertinya stamina karena begitu saya mencoba untuk berlari atau menghindar, bar di bawah HP tak berkurang sama sekali. Membuatnya cukup membingungkan apakah ini stamina atau mungkin bar yang tunjukkan MP/Mana.
Berlanjut ke gameplay, Biwar: Legend of Dragon Slayer miliki permainan hack ‘n slash layaknya game action adventure biasa. Kamu akan bisa menggunakan kapak dan perisai lengkap dengan panah. Pertempurannya kurang lebih sama dengan game serupa layaknya Dark Souls dan sejenisnya. Kamu bisa melakukan lock musuh, menghindar, dan tentu saja menghajar mereka dengan berbagai combo dengan finishernya.
Simplenya jika kamu tahu cerita rakyat di mana zaman dulu nenek moyang kita masih menggunakan sihir dengan ilmu hitam, pemujaan, hingga kesaktian. Maka kurang lebih inilah yang Biwar: Legend of Dragon Slayer coba untuk tampilkan.
Sayangnya, saat saya mencoba gamenya terdapat beberapa hal yang perlu Devata Game Production perbaiki. Salah satu yang paling utama adalah bagaimana mereka harus memperbaiki animasi pertempuran menjadi lebih luwes dan lancar. Bug dari animasinya serta bagaimana mereka harus perhatikan dan uji coba berkali-kali hingga terhindar dari beberapa masalah teknis.
Yang saya alami, kamera tertahan di titik lurus dan tak bisa digerakkan sama sekali menggunakan mouse. Kepala Biwar saja yang bergerak dan bukan kameranya. Ini menjadi masalah ketika harus bertempur melawan musuh lain. Anehnya, ketika memasuki area baru ia kembali normal, namun saat mencoba kembali ke area sebelumnya, bug tersebut kembali terjadi.
Perubahan transisi kamera dari satu area ke area lain juga cukup mengganggu. Bahwa ia tidak alami transisi yang lembut namun sangat kaku saat berjalan masuk lorong/gua dan keluar darinya. Devata Game bisa memperbaikinya dengan berikan animasi zoom-in/out untuk ini dan tak perlu “memotong” perubahan kameranya.
Saya juga merasakan bagaimana controlnya tidak responsif dengan kecepatan tangan dan klik yang saya masukkan. Beberapa animasi terkadang tidak berjalan sesuai apa yang saya tekan. Saat ingin parry serangan musuh misalnya yang tak lantas langsung berjalan dan harus menunggu animasi lain rampung. Atau saat saya ingin menyerang dengan membabibuta namun karakter justru terkesan masih loading input yang dimasukkan.
Panah juga tidak bisa dipakai saat demo, jadi player tidak ada gambaran sama sekali bagaimana mekanik panah yang akan diberikan.
Dalam legenda tersebut diceritakan seorang pemuda yang ingin membunuh seekor naga demi balaskan dendam ayahnya dan memutuskan rantai kutukan yang menjerat ibunya.
Jika gamenya benar-benar bersetting di Papua sama persis seperti legendanya tanpa mengubahnya demi alasan hiburan. Maka mereka bisa tambahkan ciri khas armor papua dengan desain modern atau dengan energi kekuatan sihir yang bisa menjadi pelindung Biwar. Hal ini terkait karena suku Papua juga terkenal dengan sihirnya yang cukup ampuh hingga saat ini.
Dari sisi visual, saya tidak miliki komplain sama sekali karena sukses tampilkan nuansa seramnya dengan baik. Namun terdapat satu hal yang cukup mengganggu, yakni kabut asap yang muncul di gua dengan kombinasi efek cahayanya.
Desain area kedua yang berada di hutan dengan aksen warna hijau kebiruan juga perlu diberikan batasan karena saya menemukan bahwa terdapat tempat yang bisa diakses karakternya yang seharusnya tidak bisa diakses. Memberikan kesan belum selesai yang amat kuat, padahal area tersebut memang bukan area yang bisa diakses.
Optimisasi menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan saat pembuatan game, dan Biwar: Legend of Dragon Slayer nampaknya kurang optimal di beberapa aspek. Khususnya untuk pengaturan source yang berimbas pada suhu PC. Setidaknya ini yang saya alami sendiri saat mencoba demonya. Gamenya membuat PC saya cukup panas meskipun terlihat tidak membutuhkan spesifikasi tinggi.
Sejauh ini, Biwar: Legend of Dragon Slayer cukup oke dan menjanjikan. Namun Devata Game Production masih perlu memoles dan memperbaiki banyak sekali hal yang membuatnya kaku dan tak terkesan sebagai game dengan mekanik jadul dan membuat frustasi karena beberapa masalah teknis dasar permainannya. Entah karena bug atau masalah input atau masalah musuh menyerang terus-menerus dan player tak bisa menangkisnya tepat waktu karena loading. Selebihnya, mereka perlu banyak sekali lakukan uji coba dan tak terburu-buru merilisnya. Terlebih jika mereka ingin merilisnya di PS5.