Mencoba Demo Tales of Arise – Lebih Matang

Tales Of Arise Cover1

Sejak pertamakali diumumkan, Tales of Arise mencoba untuk mengubah semua tentang seri Tales baik dari visual, cerita, maupun pertempurannya. Diracik via Unreal Engine teranyar dan mengangkat tema dan kisah penjajahan antara dua planet Rena dan Dahna, Tales of Arise pertemukan Shionne dan Alphen dengan latar belakang yang berbeda. Bersama, mereka akan menyelesaikan perseteruan keduanya dibantu oleh beberapa teman baru yang memiliki kepribadian dan alasannya masing-masing untuk bertempur.

Sekiranya itulah yang Bandai Namco deskripsikan dan ungkapkan di setiap trailer terbarunya. Dengan visual yang cukup berbeda dari biasanya, mereka mencoba membuat seri Tales of Arise sedikit lebih “dewasa”. Namun sedewasa apa?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut kami diberikan kesempatan untuk mencoba demo Tales of Arise terlebih dahulu untuk mengetahui sejauh mana Bandai Namco mengubah serinya. Menariknya? Rupanya mereka bekerja mati-matian untuk berikan rasa yang berbeda. Seperti apa? Berikut pendapat saya.

Sebelumnya sedikit disclaimer bahwa saya hanyalah penikmat cerita seri Tales dan seorang “filthy casual” soal game action, jadi mungkin pendapat saya akan berbeda dengan yang kamu rasakan nanti saat gamenya diluncurkan.

Demo Tales of Arise berdurasi kurang lebih satu jam kali ini perkenalkan beberapa mekanik dalam gamenya seperti battle action, combo, dan fitur apa yang akan disajikan termasuk pertempuran melawan bos. Memberikan sedikit gambaran apa yang akan kamu rasakan nanti. Saya juga diberi kesempatan untuk mencoba enam karakter berbeda dari Alphen, Shionne, Rinwell, Law, Kisara, dan Dohalim.

Tentu saja saya mencoba untuk menggunakan Alphen dan Shionne. Semua karakter di gamenya sangat keren, namun saya mencoba untuk merasakan varian vanilla atau default dari kedua tokoh utama Tales of Arise.

Skit karakter masih tetap ada.

Tales of Arise masih memiliki beberapa hal dari seri sebelumnya seperti skit karakter atau percakapan saat pertempuran maupun eksplorasi untuk ceritakan pendapat maupun kisah mereka, battle action dengan transisi, combo artes, memasak, dan hal menarik lainnya.

Hal paling besar yang berubah adalah tampilan visualnya yang kini lebih matang dari biasanya. Jika sebelumnya Bandai Namco membuat seri Tales dengan tampilan “anime-banget”, kali ini mereka menggabungkan warna seperti “water-color” dengan pilihan warna yang lebih gelap dan tak mentereng sama sekali. Kesan dunia yang gelap dan tengah berkecamuk akibat perang tergambar sangat jelas setiap kali saya mengeksplorasinya.

Kini gamenya miliki warna yang lebih gelap dengan visual layaknya lukisan.

Tampilan anime yang simple kini berubah menjadi visual yang lebih dewasa dengan desain karakter ala komik bergenre “seinen” atau dewasa. Kini model karakternya lebih detil dengan guratan tegas dan dalam yang membuat karakternya semakin terlihat seperti apa gambaran sifatnya hanya dengan melihatnya.

Ini belum termasuk apa yang mereka sajikan untuk background yang menurut saya bak lukisan. Perpaduan antara karakter dan backgroundnya yang pas semakin membuat tampilan visualnya terlihat sangat “next-level” jika dibandingkan seri sebelumnya. Ohya, Alphen menurut saya adalah karakter terkeren di sepanjang sejarah serinya. Jauh lebih keren dibanding Velvet.

Guratan yang lebih tegas membuat karakter tak lagi terkesan “anime banget” seperti seri sebelumnya.

Musik pilihannya juga tak melulu fantasi ala anime shonen, namun lebih terkesan natural layaknya film live action fantasi dengan transisi dan lantunan yang terdengar sayup-sayup. Misalnya saja saat berkeliling hutan, maka ia akan menyesuaikan dengan keadaan hutan dan tak mencolok seperti beberapa seri sebelumnya yang full musik saja tanpa perhatikan dunia yang dieksplorasi, apakah hutan, gua, atau tempat mencekam.

Memasuki ke pertempuran, saya menemukan beberapa combo yang familiar namun cukup berbeda. Seperti seri sebelumnya, kamu bisa menggunakan tiga artes yang bisa disetting sesuka hati. Setiap artes akan bisa digunakan dengan mengumpulkan beberapa bulatan yang muncul di atas HP karakter. Bulatan ini bisa dikumpulkan dengan menyerang biasa tanpa artes.

Beberapa hal familiar lain bahwa saya bisa meminta tolong teman satu tim untuk mengeluarkan “ultimate” mereka baik yang dalam satu party berisi empat karakter, hingga mereka yang disimpan di reserved.

Boost akan berikan damage besar yang memberikan efek one-hit-kill. Namun timing yang tepat dibutuhkan untuk melakukannya.

Hal menarik dalam battlenya adalah ketika kamu melancarkan artes atau menyerang biasa dengan ragam combo, maka kamu akan mengisi sebuah bar berbentuk plus. Ketika bar tersebut terisi, kamu bisa melancarkan serangan bernama boost untuk mendaratkan damage yang sangat besar. Boost miliki variasi combo per-dua karakter yang unik dan berbeda. Terdapat kurang lebih tiga boost yang bisa dilancarkan dalam gamenya.

Battlenya sangat cepat dengan ragam combo yang mungkin akan membuat kamu yang menyukai game dengan combo berkecepatan tinggi sangat menikmatinya. Ini karena timing dan keputusan cepat sangat dibutuhkan di setiap battlenya. Namun tidak untuk casual seperti saya.

Saya tidak begitu masalah dengan tipe pertempurannya yang sedikit lebih cepat dari seri sebelumnya, namun kurang begitu menyukai keputusan Bandai Namco untuk menyematkan kontrol yang cukup rumit untuk dipahami saat pertamakali mencobanya.

Saya tak bisa mengubah target dengan satu tombol saja via controller dan harus menekan dua tombol untuk melakukannya. Perlu kamu tahu, dua tombol ini adalah L3 dan L1 (atau L2 ya? Saya lupa). Ini membuat saya sering salah pencet dan tak bisa menarget musuh atau titik lemahnya yang ingin saya serang. Terlebih kebanyakan AI musuh akan menyerang player jika ia kebetulan tidak bergerak atau diam di belakang. Tak jarang saya dikeroyok oleh musuh kedua saat saya fokus ke satu musuh saja.

Oh tentu saja saya telah berusaha mengubah tombolnya karena gamenya dijalankan di PC, tapi khusus untuk controller, saya tidak bisa karena sepertinya settingan tersebut sudah pakem saat saya mencoba demonya.

Bos akan miliki titik lemah dan bisa masuk dalam mode berserk.

Battle melawan boss kini seingat saya cukup berbeda, boss akan masuk dalam mode berserk saat HP-nya menipis dengan titik lemah yang bisa diserang. Seperti yang bisa ditebak, ia akan miliki kekuatan berlipat-lipat yang akan buat sekarat sekali pukul. Namun anehnya ia kembali akan tertarik untuk menyerang player yang diam saja di belakang meskipun tiga AI telah mengeroyoknya.

Battle menantang tersebut tentu takkan lengkap tanpa melihat bagaimana setiap karakternya berinteraksi. Kini Bandai Namco tidak hadirkan Tales dengan karakter yang “shonen banget” dengan sifat edgy layaknya Velvet atau positif parah seperti Sorey. Dialog Alphen, Shionne, dan rekan-rekannya kini lebih dewasa dan jauh lebih baik. Terlihat sekali bagaimana Shionne digambarkan layaknya perempuan bermartabat yang sedikit judes, sementara Alphen seperti pemuda paruh baya yang bisa dibilang cukup “easy-going” namun menaruh tanggung jawab di beberapa aksinya.

Dialog karakter kini lebih matang

Setidaknya itulah kesan saya saat membaca beberapa dialog antar keduanya. Mereka terlihat lebih seperti suami-istri yang sedang “berantem” dibanding teman seperjuangan.

Saya cukup terkejut dengan perubahan yang Bandai Namco bawakan, namun dalam waktu bersamaan ingin mereka memperbaiki kontrol di controller untuk “filthy casual” seperti saya saat Tales of Arise dirilis nanti. Karena sejujurnya mengganti target tanpa tombol simple membuat semuanya jadi rumit dan sulit untuk diadaptasi. Setidaknya memberikan opsi untuk mengubahnya dengan binding dua tombol berbeda akan jauh lebih baik.

Semua perubahan di atas tentu saja akan berbeda saat gamenya diluncurkan. Namun setidaknya cerita saya bisa memberikan gambaran bagaimana Bandai Namco mencoba untuk membawa seri Tales of Arise untuk “bangkit” sebagai wajah baru di sepanjang sejarah serinya.

Seperti biasa, kami berikan segelintir screenshot betapa keren dan indahnya dunia Tales of Arise yang bisa kamu simak di bawah.

Exit mobile version