Mencoba Tales of Arise – Kompetitor JRPG Terkuat dan Terbaik dari Bandai Namco

20210921214150 1

Bandai Namco umumnya dikenal dengan game ala fanservisnya selama bertahun-tahun. Mereka mengembangkan video game untuk fans baik dari anime yang diadaptasi, hingga memang pecinta game racikan mereka.

Ciri khas Bandai Namco yang kembangkan game dengan rata-rata keseluruhan masuk mediocre adalah kunci kesuksesan mereka bisa bertahan di industri yang semakin banyak persaingannya akhir-akhir ini.

Namun mereka memiliki franchise yang Bandai Namco-banget yang menjadi passion mereka mengembangkan video game. God Eater, Ace Combat, Tekken adalah segelintir judul yang digarap dengan penuh ketelitian. Termasuk seri Tales yang tahun ini rayakan ulang tahun ke-25nya, dan seri Tales of Arise dikirim ke fans sebagai hadiah ulang tahun ter-epik yang pernah mereka kembangkan.

Setidaknya itulah yang saya rasakan setelah “mencobanya”. Kenapa saya beri tanda kutip? Karena sebenarnya saya sudah menamatkan gamenya dan lupa harusnya berikan impresi. Ya, anggap saja impresi kali ini adalah gambaran besar dari yang sempat saya rasakan dan pendapat saya secara singkat.

Tales of Arise singkatnya ceritakan planet Dahna dan Rena di mana Dahna dijajah bangsa Rena selama lebih dari 300 tahun. Di sini kita dipertemukan dengan Alphen, seorang budak Dahna antah berantah yang terkutuk tak bisa merasakan rasa sakit, namun miliki rasa keadilan yang tinggi. Ia secara tak sengaja ketemu dengan Shionne, cewek Rena yang juga memiliki kutukan yang mana tubuhnya tak bisa disentuh karena akan mengalirkan aliran listrik yang disebut Thorn atau duri.

Pertemuan keduanya ini akhirnya bawa mereka ke satu tujuan yakni menumpas para pimpinan Rena yang menguasai setiap daerah di Dahna. Selain untuk membebaskan Dahna, menumpas pimpinan Rena juga akan jadi kunci lepasnya kutukan Shionne. Di sepanjang perjalanan, mereka akan dibantu oleh beragam karakter lain.

Tragedi, rasisme, dan kekejaman bakal terus mengelilingi kisah Tales of Arise. Tak jarang isak tangis, pilu, dan kesedihan selalu menyelimutinya. Gambaran dunia dan sifat karakter yang realistis tanpa dibutakan oleh utopia “pasti bisa menyelamatkan semuanya tanpa gagal” atau balas dendam semata menjadi nilai tambah yang membuat seri ini benar-benar berkembang jika dibandingkan iterasi sebelumnya.

Penulisan setiap karakter kunci juga dibuktikan dengan terpicunya amarah saya oleh salah satu karakter NPC berkat penulisan, animasi, dan aktingnya yang luar biasa keren. Saya pribadi jarang merasakan emosi di beberapa game JRPG, namun Tales of Arise sukses mengoreknya untuk keluar dari tubuh saya.

Tales of Arise juga merupakan seri pertama yang dikembangkan menggunakan Unreal Engine. Tak heran jika tampilan visual dan optimisasinya termasuk top markotop. Mereka menggunakan shader yang berbeda dari cell-shading biasa, obyek jauh akan terlihat seperti lukisan sementara ketika didekati ia baru nampak jelas.

Karakternya juga bukan full cell-shaded tradisional, melainkan gabungan modeling modern yang membuat karakter anime model baru yang tak hanya detil, namun juga berbeda dari karakter anime yang sempat dibuat oleh beberapa developer lain. Cukup sulit untuk menjelaskannya karena bukan bidang saya pribadi.

Penggunaan Unreal Engine ini juga tercermin pada battlenya yang kini jadi super asik dan seru jika dibandingkan seri sebelumnya. Mereka tambahkan ragam animasi kece, kekuatan boost yang benar-benar efektif, kontrol yang responsif, dan finisher yang keren. Semua tampak halus dan tak kaku. Kamu yang sempat mainkan judul sebelumnya bakal menemukan banyak hal yang cukup familiar, namun dalam waktu yang bersamaan sangat berbeda.

Beberapa boss maupun mini-boss kini miliki titik lemah yang akan hadirkan status stagger/stun atau apalah. Dalam status ini sistem akan langsung trigger beberapa fungsi untuk memudahkanmu mendaratkan damage super besar padanya. Salah satunya tentu saja finisher yang saya pribadi lupa namanya.

Sayang, fokus Bandai Namco mengembangkan proyek super besar ini berdampak pada desain monster banyak yang seragam. Kamu bakal banyak nemuin monster yang sama hingga akhir game dan cuman reskin saja. Sementara boss lebih beragam desainnya meskipun yaaa pada akhirnya kamu juga nemu kok boss yang bentuknya sama tapi warnanya beda.

Desain dunianya juga kini lebih luas dan detil tanpa adanya banyak hal yang dibuang sia-sia meskipun saya pribadi sempat menemukan beberapa ruangan besar tapi berisi satu obyek saja. Quality of life dari nambang, peti harta yang dibagi atas dua bentuk: kotak dan agak bulat kayak kepala alien, camping, dsb juga masih ada di sini.

Kamu juga bisa mengumpulkan burung hantu di tengah perjalanan. Semakin banyak, maka semakin menarik pula hadiahnya. Saya spoiler deh, terdapat sekitar 32 burung hantu yang bisa kamu kumpulkan. Setelah lanjut cerita, maka kamu akan bisa mengumpulkan kembali 6 burung hantu spesial untuk keperluan New Game+.

Saat camping kamu bisa memasak sesuai apa yang karaktermu suka dengan efek tambahan tertentu. Misalnya saja jika Alphen yang memasak ayam goreng dia bisa nambah efek ayam goreng yang +XP besar selama 30 menit jadi 40 menit. Analoginya seperti itu. Kamu juga bisa ngobrol dengan karakter lain yang terdapat icon balon narasi untuk pererat hubunganmu. Semakin tinggi, maka dialog mereka saat camping akan semakin berbeda. Shionne yang pemarah jadi semakin sayang, dsb.

Skit juga kembali meramaikan gamenya, namun alih-alih ngasih skit ngga berguna di sepanjang perjalanan, Bandai Namco berikan konten “berdaging” yang akan jelaskan pendalaman karakter.

Penempatannya juga pas karena saat cerita sampai tamat maka skit akan berisi semua yang berhubungan dengan perjalanan, pemikiran setelah suatu kejadian, masa lalu karakter, perkembangan karakter, dsb. Sementara jika kamu masuk side-quest yang tergolong santai seperti mandi di pemandian, maka skit akan mengarah ke fanservis dan komedi. Sederhananya begini, cerita = skit serius, side quest yang jadi sisa di akhir cerita = skit fanservice.

Saya juga sempat tertawa terbahak-bahak karena salah satu skit konyolnya dibentuk dengan cukup baik. Tak berlebihan dan pas.

Sayangnya, saking seringnya skit di cerita lama-lama membuat saya jengkel karena baru jalan selangkah sudah skit sampai dua hingga tiga kali. Pengemasannya diambil dari pengemasan skit yang mirip dengan Scarlet Nexus yang gunakan frame-by-frame komik. Saking jengkelnya saya sampai bergumam dalam hati “udah belum ngobrolnya?”. Kelihatannya memang, “ah ringan itu”, tapi setelah kamu merasakannya, lama kelamaan kurang yakin kalau kamu ngga jengkel.

Sementara musik, saya ngga bisa berkomentar banyak selain bagus. Yaa meski ngga bisa dibilang semua musiknya masuk “top notch” juga sih.

Kalau ditanya apakah ada cerita cinta, iya ada. Faktanya keenam karakter ini memang sengaja didesain berpasangan satu sama lain. Terdapat momen-momen lucu, romantis, dan menarik untuk tak kamu lewatkan meskipun tidak secara eksplisit selain beberapa karakter tertentu. Penyajian keadaannya juga sangat pas. Eits saya ngga mau lanjut karena ini bakal spoiler.

Sejauh ini Tales of Arise menurut saya adalah yang terbaik di antara seri Tales sebelumnya. Ia menjadi lebih dewasa tak lagi kekanakan dengan karakter edgy maupun butuh pengakuan jika dibandingkan iterasi sebelumnya, khususnya Zestiria dan Berseria. Jika saya dipaksa untuk memberikannya nilai, tentu saja 9 tidak akan berlebihan.

Game ini bisa disandingkan dengan judul besar seperti Dragon Quest, Persona, maupun Final Fantasy. Jika Bandai Namco mengembangkan judul game mereka selanjutnya seperti ini, maka tak bakal heran apabila game mereka selanjutnya akan sangat diapresiasi.

Ohya, ini ada screenshot bonus.

Exit mobile version