Awalnya menjadi bahan tertawaan, keberadaan esport perlahan-lahan semakin diterima oleh masyarakat. Dengan premis sukses dengan hanya bermodalkan hobi video game, menjadi pemain profesional menjadi impian banyak gamer. Semakin populernya dunia esport ini menguntungkan seluruh pihak. Gamer yang penuh dedikasi akan suatu game dapat tuangkan keahliannya, developer game kini miliki alasan jelas untuk terus perbarui konten game, peminat game dapat menonton keseruan pemain ahli saling bertanding, dan para perusahaan dapat promosikan brand mereka lewat tim atau bahkan turnamen yang berlangsung.
Dengan minat akan video game dan esport yang terus bertambah, wajar apabila tim atau organisasi baru terbentuk setiap harinya untuk menyaingi tim-tim raksasa yang sudah ada. Tetapi trend baru yang muncul setelah maraknya esport sekarang ialah public figure dan instansi yang jauh dari urusan gaming ikut terjun dalam dunia esport ini. Kenapa demikian? Berikut beberapa opini dari kami.
Daftar isi
Mengikuti tren
Keberhasilan DOTA 2, League of Legends, dan belasan game kompetitif lainnya telah membuat gaming profesional menjadi cabang karir baru yang sedang trending saat ini. Dengan kerja yang terdengar “mudah” dalam kertas, hampir mustahil untuk menolak tawaran karir ini apabila diberi kesempatan. Inilah yang pada dasarnya dirasakan oleh sebuah kelompok dari instansi non-gaming yang masuk dalam dunia esport.
Bisa dibilang bandwagon, tapi siapa tahu dapat membuahkan hasil positif. Bahkan apabila tim tersebut gagal, diharapkan setidaknya nama mereka mendapat rekognisi dari audiens esport dan dapat dia gunakan rekognisi tersebut apabila dia ingin beralih ke livestreaming atau cabang karir lain apapun yang masih berhubungan dengan gaming.
Mengejar kembali relevansi
Tidak ada popularitas yang abadi, suatu hari orang pasti akan bosan dan melupakan eksistensimu kemudian beralih ke hal baru yang sedang naik daun. Untuk dapat pertahankan relevansi di dunia hiburan modern saat ini, mengikuti trend terbaru terkadang menjadi jalan pintas tercepat dan termudah.
Kamu baru-baru ini mungkin telah mendengar kabar akan girlband populer saat ini telah membentuk tim esport sendiri. Tanpa ada maksud mengatakan grup tersebut sudah tidak relevan lagi, keputusan mereka untuk terjun ke dunia esport tak lain dan tak bukan hanya untuk bangkitkan relevansi mereka yang perlahan terus menurun. Apabila keputusan esport ini tidak berjalan sesuai rencana, setidaknya nama mereka dibincangkan lagi oleh para media dan kaum milenial.
Percaya diri miliki potensi di bidang tersebut
Mari kita berpikir positif sedikit atas trend ini, mungkin roster yang dilibatkan memang miliki bakat luar biasa soal gaming. Apabila kita belajar dari pemain-pemain profesional tersukses yang telah ada sekarang, seorang talenta di esport memang bisa datang dari mana saja. Yang dibutuhkan hanyalah dedikasi dan keberanian untuk mengambil karir ini.
Loko E-sport yang merupakan tim yang dibentuk oleh PT Kereta Api Indonesia telah meraih prestasi baik dalam waktu yang cukup singkat. Berhasil mencapai tahap final dalam turnamen PUBG di Spirit of Millenials Games Day 2018 telah memperlihatkan bahwa divisi esport ini memang terlihat serius dan memang ada keahlian untuk urusan gaming. Meski dengan semua kesan skeptis yang kita semua rasakan melihat divisi esport yang datang dari perusahaan BUMN, kita takkan pernah tahu kejutan apa yang akan muncul dari tim semacam ini.
Promosi brand
Terkadang lahirnya sebuah tim esport tak lain hanya sekedar untuk publicity stunt untuk brand yang sudah ada. Pada pertengahan tahun 2018 lalu, KFC membuka divisi esport berdekatan dengan perilisan Call of Duty: Black Ops 4 dan puncak dari popularitas Fortnite. Mengikuti trend milenial sekarang untuk salah satu game paling diantisipasi di tahun 2018 serta game terpopuler saat ini membuktikan bahwa aksi yang diambil ini tak lain dari sekedar aksi promosi brand. Mungkin tak ingin membuatmu merasa lapar dan nafsu untuk makan ayam mereka secara seketika, tetapi setidaknya memberikan rekognisi lebih kepada brand mereka lebih dari brand fast food lain.
“Murah”
Dibandingkan membangun organisasi olahraga lainnya, pembentukan tim esport tergolong “murah” tetapi potensi profit yang dihasilkan sangalah besar. Ketika kamu membentuk tim esport, kamu pada dasarnya hanya membutuhkan 4-6 pemain, beberapa komputer/console, tempat yang dapat dijadikan markas berlatih, serta staf admistrasi.
Dibandingkan dengan olahraga lain yang membutuhkan lapangan berlatih besar, stadium masing-masing, sejumlah pemain cadangan, dan beberapa fasilitas lainnya, esport bisa dikategorikan murah. Kompetisi yang harus dihadapi esport juga tidak serepot olahraga lain dimana tim baru harus mulai dari liga paling bawah dan terus naik sampai tertinggi. Pada esports, kamu hanya perlu masuk sebuah turnamen dan bersaing ketat dengan tim besar yang sudah ada, dan kalau bisa menangkan turnamen tersebut agar dapatkan popularitas yang diperlukan untuk tarik banyak perhatian sponsor dan fans. Ini pada dasarnya alasan kenapa banyak pemain esport populer selalu bangun tim sendiri apabila dikeluarkan atau tidak puas dengan tim sebelumnya.
Apabila proses membuat tim baru ini masih terdengar ribet dan menginginkan jalan pintas, sebuah organisasi selalu bisa mengakuisisi tim yang sudah ada atau memberikan investasi besar terhadap tim tersebut. Contoh termudah saat ini mungkin ialah LGD yang kini telah berganti nama PSG.LGD mulai dari tahun kemarin. Bisa dibilang kedua pihak sama-sama untung atas bisnis semacam ini. Organisasi investor dapatkan tim ternama yang dapat mereka manfaatkan untuk segala macam sponsor serta tim itu sendiri mendapat uang besar agar dapat meningkatkan kualitas tim.
Kesimpulannya ialah esport sedang dalam puncaknya sekarang dan seluruh pihak inginkan profit besar yang divisi ini dapat berikan. Maka apabila mendadak ada tim esport baru dari perusahaan yang melenceng jauh dari soal gaming, kini kamu tahu kenapa.