Semua gamer pasti pernah bermain game favorit mereka dan berkata “wow, ini grafis keren dan realistis banget.” Mungkin ungkapan tersebut takkan keluar lagi dari mulutmu apabila kamu mencoba untuk memainkan kembali game tersebut sekarang. Game seperti Resident Evil, Super Mario 64, Counter Strike mungkin terlalu cantik di masanya. Namun layaknya teknologi pada umumnya, game baru selalu hadir setiap harinya dengan kemampuan visual yang lebih canggih, membuat game lama yang telah dirilis termakan oleh zaman.
Orang selalu membuat lelucon akan peristiwa seperti ini, dan kita sebagai pembacanya selalu merasa lelucon tersebut relateable karena kita semua merasakannya khususnya gamer yang benar-benar bermain game dari zaman NES. Akan tetapi mengapa ini bisa terjadi, mengapa kita selalu mengingat game retro lebih cantik dari kenyataannya?
Daftar isi
Standar baru visual game yang terus berkembang
Tiap generasi console gaming miliki limitasi tersendiri karena teknologi di zamannya. Dan standarmu akan “grafik” bagus hanya terbatasi oleh teknologi terbaru yang ada di zaman tersebut. Apabila kamu bermain game sebelum tahun 2000, maka game seperti Half Life, Metal Gear Solid, dan The Legend of Zelda: Ocarina of Time terlihat seperti Crysis di zaman itu. Hal ini dikarenakan game-game tersebut miliki visual yang memang apabila dibandingkan dengan game-game dirilis generasi sebelumnya akan terlihat primitif.
Grafik selalu berkembang tiap tahun, dan standar akan “grafik bagus” juga terus naik, membuat tiap game yang tidak ikuti apa teknologi terbaru visual sekarang akan ketinggalan. Grafik mungkin bukan aspek terpenting dalam sebuah game, namun tetap saja akan distracting ketika game tidak miliki kualitas visual yang sesuai standar benchmark sekarang. Coba lihat Deadly Premonition sebagai contoh, ini game bagus tetapi apabila kamu tak tahu apa-apa akan game ini dan hanya melihatnya lewat screenshot atau video gameplay, maka mungkin kamu berpikir jika itu adalah game jadul yang dirilis di era PS2. Akan tetapi kenyataannya game tersebut dirilis pada tahun 2010 untuk console terbaru saat itu yaitu PS3 dan Xbox 360. Gamer cepat dalam menentukan standar baru dari kualitas sebuah game. Ketika ada game baru yang melebihi kualitas visual game lain, game tersebut langsung menjadi standar baru dan terus lanjut seperti ini untuk kedepannya.
Setiap tahunnya gamer selalu berdiskusi akan seberapa “realistis” visual game terbaru yang sedang heboh. Namun kenyataannya adalah hingga saat ini belum ada game yang benar-benar terlihat 100% layaknya dunia nyata, hanya sekedar mirip dan tak lebih dari itu. Ketika dalam bentuk screenshot, mungkin orang masih bisa keliru antara yang mana video game dan yang mana foto asli. Namun ketika dijalankan game tersebut secara real-time, video game sebagus apapun belum bisa mereplika gambar dunia nyata dan mungkin takkan pernah capai level setingkat itu, tetapi kita takkan pernah tahu.
Resolusi gambar dan monitor yang berbeda
Alasan paling teknis akan mengapa game retro terlihat lebih buruk dari yang kamu ingat adalah resolusi gambar dari game retro tersebut. Pada zaman dulu, tak ada istilahnya “HD” atau resolusi 4K, yang ada hanyalah TV tabung dengan resolusi 240p. Bagi kamu yang sering membuka Youtube saat ini, maka kamu tahu seberapa buruk kualitas 240p ketika ditampilkan di layar monitor laptop atau PC-mu yang 720p – 1080p, hal yang sama terjadi pada game lama.
Game zaman dulu didesain untuk dimainkan pada resolusi 240p, maka ketika kamu bermain game lama ini via emulator atau menampilkannya lewat TV baru sekarang, kualitas game terpaksa diperbesar. Kebanyakan game retro akan otomatis memperbesar gambar menjadi resolusi 480i. Dengan pembesaran gambar yang diluar dari apa yang developer desain, wajar apabila kualitas gambar akan terlihat lebih buruk dari seharusnya.
Developer dulu juga memamfaatkan trik tertentu untuk ciptakan kualitas gambar terbaik pada TV tabung. Developer menggunakan teknik dithering pada gambar game yang dimana cahaya tiap pixel akan saling berbaur dengan pixel lain yang berdekatan, menciptakan gambar yang lebih halus dari seharusnya. Ketika kamu bermain game lama di monitor modern saat ini, tiap pixel dan polygon terlihat lebih “kotak” karena monitor modern tak miliki cara yang berbeda dalam menampilkan gambar dibandingkan TV tabung yang notabene lebih terbatas akan warna.
Imaginasi dan kerja otak yang kompleks
This is the big one. Ketika kamu bermain sebuah video game, yang membuatmu terjun dalam immersion sebuah game tak terbatas di grafis. Ya… kamu melihat pixel dan polygon disini dan disitu, namun imajinasimu membentuk gambaran yang lebih baik akan gameplay yang kamu mainkan. Contoh termudahnya ialah saat kamu membaca buku, buku tersebut mungkin penuh teks dan minim gambar, namun imajinasimu terus menggambarkan tiap situasi yang tersusun di tiap paragraf kalimat. Hal yang sama terjadi saat kamu bermain video game namun dalam perspektif yang berbeda. Saat kamu bermain game JRPG seperti Final Fantasy atau Chrono Cross, kamu mungkin tak dapatkan animasi super realistik di tiap jurus yang dikeluarkan, akan tetapi imaginasimu menutupi celah tersebut dengan gambaran yang lebih detil dari apa yang kamu lihat. Imaginasi ini yang pada dasarnya lebih kamu ingat ketimbang visual game yang kamu lihat pada kenyataannya.
Otak manusia berkerja dengan cara yang unik. Sebagai mana yang saya kutip dari seorang neuropsikologis bernama Fabian van den Berg, memori otak bukanlah tempat penyimpanan yang sempurna dari sebuah kejadian. Memori otak tidaklah mengingat sebuah kejadian layaknya fotografi ataupun video. Memori di otak lebih didasarkan pada makna dan hal terpenting ketimbang replika 1:1 akan apa yang terjadi. Ini menjadi alasan yang sama mengapa kamu sering menghapal wajah seseorang tetapi lupa namanya atau menghapal nada dan lirik suatu lagu tetapi lupa siapa penyanyi dan apa judul lagu tersebut.
Untuk video game sendiri, otakmu hanya mengingat gameplay, karakter, dan cerita dari game tersebut karena itulah makna dari sebuah game dan itulah yang membuatmu fokus bermain, imaginasimu terbawa akan ketiga aspek game tersebut. Kini pikiranmu memiliki ketia aspek ini untuk ciptakan semacam mental image untuk ingatanmu. Ketika kamu mencoba mengingat kembali game tersebut, pikiranmu akan mengatur mental image ini seakurat mungkin dan membuat perumpamaan yang lebih detil dari apa yang sebenarnya kamu lihat dari sebuah game.
Akan tetapi hal tersebut tidak masalah karena pikiranmu telah miliki semua aspek yang menjadi makna penting dari apa yang kamu ingat, sama halnya seperti saat kamu tidak ingat apa yang dipakai teman baikmu di ulang tahunnmu namun kamu ingat kalau dia memberikanmu videogame keren sebagai hadiah. Kamu tidak sepenuhnya mengingat apa yang terjadi tetapi kamu ingat apa makna terpenting dari kejadian tersebut. Saya mungkin salah akan penjelasan saya ini, namun kamu tahu apa yang saya maksudkan dari penjelasan diatas.
Apakah kamu pernah merasakan hal seperti ini, apakah teori pretensius saya telah cukup akan menjelaskan alasannya? Atau apakah kamu miliki penjelasan tersendiri akan mengapa video game retro selalu terlihat lebih buruk dari apa yang kamu ingat?