[OPINI] Mengapa Gamer Indonesia Malah Bangga disebut “Gamer Tani”?

Cover 3

Kehadiran game pirated atau game bajakan sebenarnya bukan hal yang baru dan bahkan menjadi sebuah realita yang selalu ada dari generasi ke generasi. Sejak awal kenaikan video games di tahun 80/90-an pembajakan video game sebenarnya telah terjadi lewat penggadaan video game secara fisik dari kaset maupun cartridge.

Begitu juga di era berikutnya, ketika konsol game serta PC game telah menggunakan CD/DVD yang lebih canggih pembajakan pun tetap tidak dapat dihindari. Ketika memasuki era digital, para pembajak pun semakin menjadi-jadi dikarenakan beberapa game bahkan tidak dapat bertahan lama dari pembajak meskipun kini telah ada sistem pertahanan seperti Denuvo ataupun DRM.

Gambar yang dulu viral hingga masuk media Kotaku (sumber: kotaku.com)

Bagaimana dengan Indonesia? Di negara kita tercinta ini kelihatannya pembajakan game adalah hal yang lumrah, dan bahkan dianggap normal dikarenakan banyak hal mulai dari akses yang terbatas, ekonomi, maupun memang pilihan. Namun anehnya, dengan naiknya era dunia maya dan media sosial eksistensi para gamer bajakan ini semakin jelas dan bahkan bisa dibilang semakin percaya diri. Bukannya sembunyi-sembunyi atau malu atas perilaku yang mereka lakukan, kelompok yang kerap dipanggil “Gamer Bajakan” atau “Gamer Tani” ini semakin terang-terangan di berbagai aktifitas dunia maya seperti media sosial dan forum-forum.

Lalu, apa sih penyebab mereka sangat pede, atau bahkan terkadang bangga ketika mendapat julukan “Gamer Tani” tersebut. Karena bahkan mereka tidak jarang mengejek dengan kata-kata “Kalo ada yang bajakan kenapa harus ori?” atau “Alah, paling ntar juga Denuvo-nya jebol”


1. Punya Banyak Teman Senasib

Kalo lagi rame, malah yang make ori yang dibully

Yap, layaknya seseorang yang jadi berani ketika dengan “geng”-nya, para gamer bajakan pun merasa percaya diri untuk tampil dikarenakan mereka merasa punya banyak teman yang juga membajak. Saling bertemu di media sosial seperti Facebook ataupun Twitter, terus bertukar informasi dan bahkan membentuk perkumpulan atau grup tentunya membuat mereka merasa bahwa mereka “menang jumlah” atau setidaknya memiliki perkumpulan dengan kondisi yang sama.


2. Tidak ada Punishment Langsung

Coba diciduk pasti gak ada yang berani

Hal inilah yang menjadi permasalahan utama hingga sekarang, dikarenakan ketika kamu memutuskan untuk memainkan game bajakan tidak ada punishment langsung yang dapat diberikan baik oleh Publisher maupun Pihak Berwajib. Baik di Indonesia maupun di luar negeri sekalipun. Di dunia maya sendiri para personal yang membicarakan atau jelas-jelas mengunggah atau membagikan link kepada game bajakan pun tidak akan mendapat hukuman langsung apa-apa. Hal ini tentunya membuat para gamer tani ini merasa aman dan dengan pedenya melenggang.


3. Terfasilitasi Kebutuhannya

https://www.youtube.com/watch?v=P44WYpRxnhk

 

Seperti kata istilah “tidak ada kucing datang bila tidak ada ikan asin”, kasus pembajakan sendiri juga didukung oleh para Cracker yang terus aktif dalam membobol tiap game baru yang dirilis atau bahkan baru akan dirilis. Di lokal sendiri praktek dukungan terhadap game bajakan sendiri sudah sangat berlapis, mulai dari sekedar membagi-bagikan link download-nya bahkan hingga melokalkan game bajakan tersebut agar teman-temannya mudah dalam mengunduh. Entah keuntungan apa yang didapat dari sana.


4. Tidak Punya Pilihan

Kalo mentok..

Alasan paling klasik tentunya adalah bermain sebagai victim alias korban dengan mengatakan bahwa mereka tidak punya pilihan selain membajak karena alasan tidak punya uang, tidak ada kuota, dll. Padahal dalam kenyataannya masih ada pilihan lain seperti menunggu diskon, patungan, pinjem teman, dan seribu jalan lainnya. Ya, tapi kata-kata ini seakan menjadi kartu sakti bagi para gamer tani yang bahkan mungkin sebenarnya mampu-mampu saja. Apalagi di era sekarang yang semua pasti ada masa diskonnya.


5. Belum Dewasa alias Belum Paham

Anak jaman sekarang sudah tau game sejak kecil. (Sumber: selipan.com)

Salah satu kondisi yang mungkin masih bisa sedikit diterima adalah ketika para gamer tani ini masih terhitung bocah, atau mungkin masih belum paham dan menganggap bahwa developer dan publisher hanya cukup menjetikkan jari dan bom!! Jadilah sebuah game yang bisa dimainkan sesuka hati. Sehingga mereka menganggap bahwa panggilan “gamer tani” adalah panggilan lumrah. Padahal proses pembuatan game jaman sekarang sama sulit atau bahkan lebih sulit dari pembuatan film atau serial TV.


6. Senjata Andalan untuk Mendapat Perhatian di Medsos

Look at me!!!

Di jaman sekarang, eksistensi di dunia maya tentunya menjadi salah satu tolak ukur dan dianggap pencapaian oleh beberapa orang. Jadi sepertinya tidak heran bahwa bagi beberapa orang mengklaim diri mereka adalah “gamer tani” di media sosial terutama di grup ataupun sesi komentar lainnya menjadi salah satu cara mencari perhatian dari teman-teman dunia maya lainnya. Yaa, dengan mencari orang-orang yang mau memperhatikan “kontribusi kosong” mereka, dan cukup dibayar dengan like dan comment diri mereka sudah bisa merasa bangga.


7. Tidak Mau Tahu / Tidak Peduli

Semua aja gak peduli

Salah satu alasan yang paling berbahaya adalah karena para gamer ini telah memiliki rasa tidak mau tahu dan tidak peduli. Ya, menjadi gamer ori atau bajakan adalah pilihan masing-masing. Namun ketika mereka telah mengetahui bahwa menjadi gamer tani adalah pilihan yang salah karena mereka telah merugikan para developer yang membuat game, para publisher yang memasarkan, hingga ke komunitas gamenya sendiri meskipun sebenarnya ia mampu untuk membeli game tersebut secara original. Harapan terakhir bagi kelompok ini adalah mendapat hidayah dari Tuhan.


Bonus: Punya Kelainan Masokis

Yeee, bocah malah seneng

Ada kemungkinan terakhir yang menyebabkan orang-orang ini senang disebut “Gamer Tani”, yaitu mereka memang memiliki sifat masokis dan gemar dibully beramai-ramai. Ya, dunia maya memang tidak dapat ditebak, dan kepribadian seseorang di dunia maya bisa sangat-sangat berbeda dari nyatanya. Apalagi dengan identitas yang begitu mudah dipalsukan, banyak gamer ini menyamar menjadi “gamer tani” ini untuk membuat kegaduhan. Tujuannya? Membuat emosi para gamer lain yang mengetahuinya, meluapkan rasa emosinya, dan ia hanya cukup mempermainkan orang-orang yang marah untuk memuaskan dirinya.


Jadi sepertinya itulah mungkin alasan-alasan mengapa gamer Indonesia terkadang bangga dengan sebutan “Gamer Tani”. Bagaimanapun juga, pembajakan terhadap game adalah sebuah kejahatan. Karena video game sendiri tidak begitu saja langsung tercipta, banyak tenaga, waktu, dan pikiran dari para developer yang telah dihabiskan untuk membuat satu game. Dan sebagai gamer adalah kewajiban kita untuk terus menjaga agar para developer ini terus dapat berkarya.

Ada banyak jalan lain yang bisa dipilih bila memang kalian belum mampu untuk membeli gamenya. Dan jangan jadikan berbagai kondisi yang sebenarnya dapat diusahakan sebagai pembenaran untuk kalian membajak game sebuah game. Hargai semua bagian yang ada di dalam industri game. Karena ketika kamu hanya menganggap video game hanyalah hiburan, banyak orang yang menggantungkan kehidupannya ke video game.


Jangan lupa baca juga info-info menarik lainnya tentang Gamers atau artikel-artikel gak umum lainnya dari Galih K.A. Contact me at galihka@gamebrott.com

Exit mobile version