Sekolah pada dasarnya ialah tempat untuk belajar. Namun, munculnya masa puber seringkali membuat para remaja lupa akan kewajiban yang sejatinya harus mereka lakukan di sana. Mungkin hal itu sangat dipengaruhi sekali oleh arus pergaulan yang terasa liar. Seolah, menjadi penerus generasi yang bandel dan susah diatur selalu dianggap lebih keren dari apapun.
Referensi atau sindiran terhadap hal tersebut sempat cukup vokal untuk dikemukakan oleh video game. Game buatan Rockstar sekelas Bully sendiri merupakan contoh populer yang ternyata sangat begitu digemari di Indonesia. Dari sana pun, bagaimana jadinya bila ada developer Indonesia yang tertarik untuk mengangkat game bertemakan anak sekolahan yang secara khusus lebih menyoroti isu tentang kenakalan remaja?
Developer dari game A Day Without Me, Gamecom baru saja menunjukan satu proyek terbaru melalui game Parakacuk. Dengan trailer yang sudah dihimpun, demo game ini sekarang sudah bisa kamu jumpai di Steam. Kebetulan, kami pun sudah menjajal versi demonya sejak beberapa hari yang lalu. Di samping membawa konsep yang terdengar menarik, Parakacuk sayangnya masih memiliki banyak kekurangan yang semoga bisa segera Gamecom benahi ketika rilis nanti.
Daftar isi
Sekilas tentang demo
Pada versi demo ini, kita akhirnya mendapat gambaran utama tentang hal yang ingin ditawarkan oleh Parakacuk. Game ini punya suatu fokus penting pada genre 3D beat’em up dan merupakan game yang ditujukan untuk pemain-pemain dewasa. Alias, ada banyak kata-kata umpatan serta cuplikan yang tidak pantas dilihat oleh gamer-gamer yang masih di bawah umur.
Dari sana, belum jelas seberapa jauh aspek penjelajahan sekolah yang nantinya akan diusung, entah itu yang bersifatkan open/semi open world maupun linear. Namun, bila menilai dari hal yang sudah terlihat secara pasti dalam demo linear singkatnya, kami sungguh menyayangkan fundamental aspek yang terbilang belum begitu terpoles secara baik dari game Parakacuk.
Gameplay adu jotos yang masih terasa kurang
Membicarakan tentang aspek gameplay baku hantamnya jelas menjadi hal yang sangat krusial. Sepanjang pengalaman kami menjajal, game ini menghadirkan bentuk kontrol menyerang yang sama sekali tak nyaman untuk dilancarkan di setiap momen.
Gerak dari si karakter jagoanmu (bernama Budi) dalam memukul tidak hanya kaku, tapi juga memiliki follow-up kombo yang terasa berat dan penuh delay. Dimana hal Itu semakin diperparah ketika ini malah menjadi satu-satunya aksi dasar yang bisa karaktermu lakukan selain nantinya kamu juga dapat mengambil plus menggunakan senjata yang berujung “sama”.
Sementara untuk hal lainnya, konsep beat’em up yang game ini tawarkan memang seolah masih terasa dangkal. Dengan 1 tombol saja, keberadaan score meter ala Devil May Cry sama sekali tidak membawa kesan pengalaman bermain yang berbeda maupun mengasyikkan. Aksi untuk melakukan parry finisher saja benar-benar ditampilkan dalam eksekusi aneh yang terkadang membuat karaktermu bisa berpindah tempat secara acak atau sekejab saat melakukannya.
Bertarung melawan musuh kroco hingga karakter boss di sini pun tidak terlalu banyak memberi keunikan pengalaman yang berarti. Walau memiliki karakteristik penampilan yang berbeda, mereka tetap hadir dengan dasar mekanik serta pola perilaku sama yang isinya hanya menunggu sebentar, lalu baru menyerang.
Voice Acting yang kacau dan sound belum lengkap ?
Di luar gameplay bertarung, Kami juga sangat-sangat amat menyayangkan bentuk audio voice acting bahasa Inggris yang ditampilkan dalam Parakacuk. Walau kami memuji upaya Gamecom untuk menyediakan dukungan tulisan menu/dialog berbahasa Indonesia hingga Jawa, voice acting dari game ini harus kami bilang “buruk”. Karena suaranya nampak hanya dibawakan secara text to speech semata yang bernada datar dan kaku. Sehingga dialog-dialog penuh umpatan yang terdengar di sini esensinya benar-benar seperti pepesan kosong semata.
Dalam hal optimisasi teknis, ini pun juga masih jauh dari kata sempurna. Kami sempat menjumpai adanya karakter yang bisa menembus tembok atau ruangan, hingga ketiadaan efek sound ketika karakter melakukan serangan finisher.
Hal-hal yang masih dianggap positif
Terlepas dari segala kekurangan tersebut, hal positif yang bisa kami jumpai dari Parakacuk jelas terletak dari premisnya yang bisa cukup menarik perhatian. Dari segi grafis, game ini juga punya beberapa fondasi yang solid dari sejumlah wujud model/muka karakter (tidak termasuk bos berbadan “Duke Nukem” yang sangat terlihat aneh) serta gambaran isi dunianya yang memang bisa memberi kenangan tentang nuansa sekolah di Indonesia.
Namun, secara keseluruhan game ini bagi kami masih terkesan cukup mengecewakan. Sekalipun untuk ukuran game yang dikembangkan oleh developer Indonesia, banyak hal-hal yang agaknya terasa begitu mentah ditawarkan dan ada baiknya harus segera dievaluasi kembali. Apalagi demi mengangkat kesan menjadi seorang jagoan di sekolah.
Masukan untuk Gamecom
Di mana, masukan utama yang paling ingin kami utarakan adalah untuk memperbaiki ulang core gameplay bertarung dari game ini yang bisa berujung membosankan dan tentunya, sama sekali tidak menyenangkan.
Setidaknya, menambahkan mekanik untuk melakukan grab, memberi mekanisme serangan lain seperti pakem heavy/light attack ataupun punch/kick lalu mengkombinasikannya secara dinamis layaknya game-game beat’em up pada umumnya dapat menjadi referensi yang mungkin bisa coba diadaptasi.
Sementara menyodorkan voice acting dengan peran manusia (apalagi dengan bahasa Indonesia) jelas lebih bisa menghidupkan lagi atmosfer percakapan yang seharusnya bisa dibawa dengan penuh tensi dan keseruan. Belum lagi membahas soal ekspektasi terkait aspek cerita/karakterisasi, gameplay penjelajahan, dan tambahan fitur-fitur pendukung lainnya yang belum sempat dihadirkan dalam versi demo ini.
Dengan waktu perilisan yang dijadwalkan datang di bulan Oktober 2021, semoga Gamecom punya banyak waktu untuk memperbaiki segala kekurangan yang melekat dalam Parakacuk. Sekaligus juga tidak memaksakan game ini untuk buru-buru dirilis apabila aspek pengembangannya masih belum begitu matang.