Membuat anime dan video game merupakan dua hal yang miliki proses yang cukup mirip namun berbeda. Jika anime miliki esensi film yang mencakup bagaimana cerita bisa diterima dan dinikmati oleh penonton dengan narasi, animasi, musik, dan konsepnya. Maka video game merupakan gabungan antara film dan video game itu sendiri. Di mana developer harus memikirkan cerita agar bisa menjadi lebih interaktif dan menyenangkan di saat yang bersamaan dengan elemen khas video game. Lalu, bagaimana jika keduanya disatukan? Inilah yang terjadi dengan Studio Ghibli dan Level-5 dalam Ni no Kuni: Wrath of the White Witch.
Saya yang hanya sebatas mengikuti sepak terjang Ghibli melalui berita dalam membuat anime dan melewatkan banyak karya legendarisnya karena kesibukan, hanya bisa mengatakan bahwa ini adalah kali pertama saya menikmatinya secara langsung. Jadi, ini adalah first impression dari orang yang sama sekali hijau dalam mengenal Ghibli melalui sebuah karya. Oleh karenanya saya memohon maaf apabila salah memahaminya. Meskipun saya pernah mereview game keduanya, namun karena bukan karya langsung Studio Ghibli, saya merasakan hal yang sangat jauh berbeda dibanding seri pertamanya. Khususnya dari penyampaian cerita yang disusun dengan sangat baik dan rapi.
Secara garis besar gamenya menceritakan seorang anak bernama Oliver yang ditinggal ibunya berkat penyakit jantung yang dideritanya. Di tengah kesedihannya, Oliver bertemu dengan Drippy, seorang raja peri yang menceritakan konsep dunia paralel di mana setiap orang yang hidup miliki kembarannya di dunia lain dan saling berhubungan. Ia kemudian mengatakan bahwa ibunya mirip dengan penyihir bernama Alicia yang ada di dunianya. Di mana penyihir tersebut kini terperangkap oleh kutukan penyihir jahat bernama Jabou atau dalam terjemahan resminya bernama Shadar/Dark Djinn dan jika ia diselamatkan, maka kemungkinan besar ibu Oliver bisa hidup kembali. Mendengar cerita itu, Oliver tertarik dan ingin membantu Drippy menyelamatkan penyihir tersebut. Mampukah ia menyelamatkannya?
Di atas kertas, tujuan dibuat versi remaster memang hanya untuk mempercantik tampilan visual dan tak lebih. Namun hal tersebut justru menyihir saya untuk betah di depan layar, membuat beberapa tampilan menjadi lebih baik jika dibandingkan versi PlayStation 3-nya yang pernah saya lihat. Animasi Studio Ghibli yang khas dengan cerita dongeng di setiap menitnya buat saya terkesima layaknya menonton film animasi dengan kualitas terbaik. Sementara alunan musiknya yang indah, buat saya terlarut dalam kisahnya yang simple, namun cukup dalam, dan sangat nyaman untuk dinikmati.
Full review segera, silakan menikmati screenshot di bawah.