[Opini] Grafis Realistik Memang Keren, Tetapi Artstyle Bagus Jauh Lebih Penting

Graphic And Artstyle

Sering kita berkata kalau “grafik itu nggak penting, yang penting gameplay”. Meskipun pernyataan tersebut benar pada umumnya, sulit dipungkiri kalau kita ingin game yang dimainkan terlihat enak untuk dipandang.

Dengan semakin berkembangnya teknologi, engine grafis semakin dapat berikan fidelitas yang semakin mendekati realisme. Tanah dan aspal makin terlihat detil, muka karakter makin kelihatan raut wajahnya, matahari terlihat tambah silau, dan percikan air makin terlihat memantul. Namun apabila kamu seperti saya yang telah habiskan hobi gaming sejak kecil hingga dewasa sekarang, grafis bagus semata mulai tidak lagi mewah bagimu. Kamu ingin game miliki visual dengan atmosfir dan ciri khas yang memorable, dan disini kenapa art style menjadi hal yang lebih penting di era gaming sekarang.

Mungkin Tidak Realistis dan Glowing, tapi Setidaknya Memorable

Grafis HD itu keren dan selalu dapat diapresiasi, melihat Unreal Engine 5 dengan segala teknologi ray-tracing dan photogrammetry-nya itu memang memberi arti penting pada industri gaming khususnya AAA, namun sangat sering terjadi saat dimana game mungkin terlihat “wow” di menit pertama, namun tidak memberikan kesan apapun sesudah main.

Back 4 Blood mungkin menjadi contoh yang menginspirasiku membuat artikel ini. Secara fidelitas visual, game tersebut terlihat sangat bagus. Namun setelah bermain satu level, mulai muncul kesan dimana game terlihat generik dan sama seperti game-game shooter budget besar yang sudah ada seperti Call of Duty dan Battlefield tetapi dengan zombie.

Back 4 Blood

Di sisi lain, Left 4 Dead yang dikembangkan oleh studio yang sama belasan tahun lalu terlihat lebih ikonik meski tidak miliki teknologi terbaru dan dibuat dengan engine yang rilis pada tahun 2004. Hal ini bukan karena saya punya kacamata nostalgia yang begitu tebal sampai-sampai memunculkan opini “old game is better”, melainkan karena Left 4 Dead memang punya ciri khas mau itu dari desain karakter, desain zombie, desain suara dari itu zombie, desain level, atau hal sepele seperti musik transisi di tiap kali kamu selesaikan level.

Saya masih terus ingat level jembatan atau level karnival di Left 4 Dead dalam satu kali main, dibandingkan dengan level apapun yang Back 4 Blood berikan selama masa open-beta berlangsung. Dari komparasi kedua game ini, saya mulai sadar akan pentingnya mengapresiasi tim desain dan tim art design dari sebuah studio game.

Left 4 Dead 2

Contoh lain yang dapat saya berikan ialah PUBG. Game tersebut mungkin menjadi pelopor popularitas genre battle-royale, namun sekarang popularitasnya mulai tenggelam oleh game kompetitor seperti Fortnite dan Apex Legends. PUBG kembali menjadi game yang mungkin terlihat detil dan mendekatkan diri pada realisme, namun semakin lama kamu memainkannya, semakin kamu sadar kalau game tidak punya identitas pada segi estatikanya. Game terlihat seperti kumpulan aset yang dibeli di Unreal Asset Store dan ditumpuk ke dalam satu proyek.

Sementara itu, Fortnite dan Apex Legends mengusung gaya visual yang lebih kartun, tetapi juga lebih memancing perhatian serta lebih mudah dihapal kepala. Kita sering bicarakan soal Pathfinder di Apex Legends terlihat begitu polos atau si manusia pisang atau karakter mirip John Wick di Fortnite sebagai bahan meme, tapi apa yang menjadi bahan pembicaraan dari PUBG? Pria nomor 69 dengan helm dan vest anti peluru?

Valorant mungkin menjadi contoh terbaru dari prioritas artstyle dibandingkan fidelitas grafis. Riot Games ingin game FPS tersebut menjangkau seluas mungkin pemain yang ada di seluruh dunia, dan untuk mencapai hal tersebut mereka akan butuh membuat game semudah mungkin diakses, maka dibuatlah game begitu ringan sampai-sampai laptop dengan Intel HD pun mungkin bisa memainkannya. Untuk mengkompensasi visual yang low-end ini, mereka membuat game tetap terlihat menarik lewat artstyle yang mencolok dan karakter yang penuh dengan diversitas.

Valorant

Bandingkan game tersebut dengan game FPS militer generik lain yang ada di pasar seperti Warface. Tak ada maksud mengkritik keras game tersebut, namun saya mungkin bakal ingat estatika Valorant lebih lama dibandingkan game itu dalam 10-20 tahun kedepan.

Membuat Game Terlihat Lebih Stand-out di Tengah Pasar yang Ketat

Hotline Miami

Industri game sekarang tidaklah lagi seperti dulu. Kini seseorang yang tinggal di basement orang tua bisa membuat game seorang diri tanpa adanya pengalaman berkarir di studio besar atau juga kuliah sampai S3 di universitas ternama. Hal ini membuat melonjaknya jumlah game yang dirilis setiap bulan, setiap minggu, setiap harinya. Untuk mengingatkanmu akan realita tersebut, cobalah sesekali cek halaman “game baru” di Steam atau toko distribusi digital lainnya dan lihat seberapa game yang rilis dalam satu hari.

Dengan persaingan yang semakin tinggi ini, kamu membutuhkan sesuatu yang dapat membuat game-mu berbeda dari yang lain. Kamu tak dapat lagi sekedar memanfaatkan grafis HD keren dengan modal aset dari Unreal Engine atau grafis pixelated untuk memancing para penggemar retro, kamu butuh sesuatu yang sekalinya orang melihat, mereka langsung tertarik untuk mencoba meski tidak tahu game seperti apa dan kamu itu siapa di industri ini.

Cuphead, Hotline Miami, Undertale, Ori and the Blind Forest, The Binding of Isaac, Hollow Knight ialah sebagian kecil game yang bisa saya contohkan disini. Semua game ini mungkin tak dapat bersaing dengan game terbitan publisher raksasa, meskipun begitu, semua game ini miliki identitas, ciri khas dan personality yang jauh lebih memorable dan ikonik dibandingkan game-game garapan korporat. Tak berarti game AAA itu buruk dan tidak menyenangkan untuk dimainkan sama sekali, namun sebagai orang yang sudah mulai jenuh dengan produksi AAA yang terlalu “main aman”, kepribadian unik yang dimiliki game-game dari scene indie lebih memberikan kenangan manis di kemudian hari.

Hollow Knight

Grafik Bagus akan Menua di Kemudian Hari, Artstyle Bagus akan Lebih Abadi

The Legend of Zelda: Wind Waker

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, teknologi terus berkembang dan fidelitas visual terus mencapai standar baru yang dimana grafis terus mendekati realisme. Namun dengan semakin tua sebuah game, visual yang ditawarkan juga semakin outdated dan pada akhirnya terlihat “burik” di kemudian hari.

Pernahkah kamu mengingat sebuah game lama yang kamu mainkan di masa kecil, dan kamu benar-benar ingat terpukau akan grafis di game atau bahkan keluar dari mulut kalau game itu “kelihatan kayak asli”. Coba mainkan kembali game tersebut dan apakah perspektif itu telah berubah total? Tentu saja, karena sebagus apapun sebuah game, 5 tahun seterusnya bakal disusul fidelitasnya.

Sementara itu, game dengan artstyle yang bagus, terkadang masih terlihat cantik dan enak untuk dipandang meski telah termakan oleh usia. Mungkin dari segi tekstur sudah terlihat low-res, antialiasing-nya penuh jaggies, dan draw distance begitu terbatas. Tetapi secara kesulurahan, game masih terlihat sebagus game modern.

Contoh yang dapat saya sebutkan ialah The Legend of Zelda: The Wind Waker. Bahkan setelah hampir 2 dekade, game tersebut masih terlihat bagus dan modern. Half Life 2 juga masih terlihat spektakuler meski telah berusia 15 tahun lebih. Sementara itu, Metal Gear Solid, GoldenEye 007, Far Cry, Battlefield 2, Killzone dan lain-lain sempat dicap sebagai game dengan visual terbaik di zamannya, tetapi ketika dilihat sekarang mungkin sudah terlalu “burik”. Game tersebut masih bagus karena berbagai aspek lain meskipun demikian.


Konklusi

Oddworld Soulstorm

Grafik bukanlah hal terpenting dari suatu game, tetapi miliki identitas unik pada aspek ini tetap harus dilakukan untuk memberi game legacy dan kenangan membekas di kemudian hari yang tentunya menjadi hal yang selalu diinginkan setiap developer. Memiliki artstyle yang unik menjadi kunci dari hal tersebut. Tak berarti game harus bertema kartun, intinya ialah memiliki identitas tersendiri yang mudah diingat oleh pemainnya.

Punya grafik HD yang realistis itu memang keren, tak ada salahnya bagi developer untuk mencapai realisme khususnya untuk genre tertentu seperti simulator. Namun tetap pada akhirnya video game ialah media hiburan untuk bebas dari dunia nyata, dan menelusuri dunia baru dengan pandangan visual yang berbeda pada akhirnya menjadi hal yang paling meninggalkan kenangan manis dalam waktu lama.


Exit mobile version