Tidak terasa sudah beberapa tahun ini kita gamers dan content creators, dibuat kepayahan untuk mendapatkan sebuah graphic processing unit (GPU). Seperti yang kita ketahui, hal tersebut benar-benar terjadi di lapangan saat ini, dalam skala nasional, dan tentunya internasional.
Besar kemungkinan bahwa pandemi ini benar-benar memperlambat produksi komponen tersebut secara masif, menjadikannya tak bisa diproduksi sedia kala. Terlebih ini merupakan sebuah pabrikan, di mana mereka yang memproduksi komponen tersebut, mau tidak mau harus tunduk pada aturan pemerintah.
Ditambah tren dari cryptocurrency yang saat ini makin menjadi, menambah PR bagi produsen untuk bisa seimbangi supply-and-demand yang kian tak sehat tersebut. Adalah chip shortage, alias kelangkaan chip yang akan penulis bahas pada kesempatan kali ini, tentunya dengan perspektif sendiri.
Nah buat brott yang penasaran dengan kegabutan sang penulis, yuk kita simak sampai habis!
Perlu diperhatikan bahwa tulisan ini sama sekali tak bermaksud untuk sindir maupun menyerang pihak manapun, serius. Silahkan nikmati point of view dari penulis di hari Jumat yang penuh berkah ini, dan semoga menghibur harimu.
Daftar isi
Kenapa Terjadi Chip Shortage?
Dunia, termasuk Indonesia sedang dibuat susah dengan adanya pandemi COVID-19. Suka atau tidak, namun efek dari pandemi ini ternyata berhasil putuskan rantai produksi dan distribusi jadi hancur berantakan. Aliran suplai yang telah di planning jauh-jauh hari, harus tunduk berkat pandemi yang tampaknya belum akan berakhir dalam waktu dekat.
Tidak perlu jauh-jauh kaitkan dengan pabrikan luar. Di tanah air sendiri, mereka yang mencari uang dengan bekerja di pabrik terkena imbasnya loh, brott. Hampir seluruh pabrik di bidang apapun benar-benar terkena dampak dari aturan pemerintah untuk atasi pandemi yang tampaknya belum tampak akhirnya.
Ditambah tren cryptomining yang pada akhir tahun 2020 silam yang kembali populer, jadikan para ‘pemain’ untuk kembali tekuni aktivitas tersebut.
Tidaklah satu dua orang yang berpikiran bahwa mencari cuan di saat pandemi ini semudah dahulu kala. Oleh karenanya, berbekal uang simpanan yang tersisa, mereka memberanikan diri untuk investasikan semuanya pada mining rig dalam jumlah tak sedikit.
Bukannya sedikit GPU yang dibeli oleh para miners, melainkan dalam jumlah lusinan, bahkan ratusan hanya demi mengamankan pundi-pundi keuangan di masa pandemi.
Dampak dari Chip Shortage
Berbicara chip shortage, sudah barang tentu para gamers dan content creators sudah muak, bahkan untuk membahasnya. Ini benar-benar dikarenakan komponen tersebut menyimpang jauh dari harga yang sebenarnya alias MSRP, yang merupakan singkatan manufacturer’s suggested retail price.
Yang pasti, pandemi berhasil paksa orang-orang yang dulu aktif dan sering nongkrong, menjadi sesosok yang lebih demen bertatapan dengan layar. Dampaknya, tentu tak sedikit mereka harus mencari pelampiasan untuk menekan keinginan untuk beraktivitas di luar rumah, bukan?
Tentu, menjadi gamers dan content creator, walau tak terlalu ingin atau suka, menjadi solusi cepat dan terbukti efektif. Mereka yang dulunya bukanlah seorang gamers dan content creator, kini dipaksa harus lebih dekat dengan gadget atau mencari aktivitas lainnya.
Mau tidak mau mereka yang dituntut work from home maupun school from home, haruslah miliki perangkat cukup mumpuni. Selain hanya sekedar meeting online, entah dengan Zoom atau Google Meet, mereka bakal kembali bosan dalam hitungan detik. Semua tentu karena apapun dilakukan dari rumah, atau from home. Sama sekali tak ada interaksi berarti.
Tidak butuh waktu lama, dicarilah bermacam aktivitas untuk mengisi waktu seperti memainkan games dan belajar seputar content creation.
Bila mereka sebelumnya cukup up-to-date dengan perkembangan dunia komputer maupun gadget, ada kemungkinan spesifikasi yang ada masih mencukupi. Namun, bagaimana dengan mereka yang bahkan tak miliki komputer maupun gadget kelas gaming atau creator sebelumnya? Sudah barang tentu mereka harus ‘balapan’ dengan miners, bukan?
Dan dimulailah era di mana chip shortage benar-benar berlangsung. Latah karena hanya butuh saat ini saja? Tidak bijak rasanya bila kita katakan demikian, karena pandemi yang terjadi merupakan sesuatu yang tak disangka.
Sampai pada saatnya waktu berputar, dan dunia menunjukkan kesiapannya hadapi pandemi ini.
Waktu Berlalu
Awal tahun 2020 memang merupakan masa-masa yang sangat sulit, karena seluruh dunia saat itu memang belum benar-benar siap untuk hadapinya. Banyak sekali kasus yang terjadi di seluruh dunia, dan beruntung penulis dan brott semua masih diberi kesempatan sampai detik ini.
Waktu berlalu, dan benar-benar tak terasa kita sudah berpapasan dengan awal tahun 2021. Penulis merasa bahwa tahun 2021 seharusnya sudah mulai membaik, namun ternyata tidak.
Dampak dari chip shortage masih saja benar-benar terasa, bahkan sampai tulisan ini mengudara. Kebijakan di sana-sini yang digalakkan, bahkan sekelas dunia ternyata tak serta-merta mampu beri nafas untuk mendapatkan GPU idaman.
Sama halnya dengan banyaknya isu bermunculan yang katakan bahwa pasokan GPU akan mulai ‘aman’ pada pertengahan tahun silam. Faktanya? Bullshit, omong kosong. Buktinya, pada saat itu harga GPU benar-benar tak ada tanda penurunan berarti, bahkan malah makin meroket.
Buat gamers dan content creator yang kebetulan sudah habis rasa sabarnya, tentu mereka lebih rela keluarkan premium demi GPU idaman. Namun, bagaimana dengan mereka-mereka yang tak punya privillege untuk lakukan hal tersebut? Kata ‘sabar’ dengan punchline ‘semua akan manis pada saatnya’ tampakknya tak bisa menjadi obat pelipur lara.
Mereka dihadapkan dengan dua pilihan, menanti sesuatu yang tak pasti, atau membayar lebih untuk hilangkan kebosanan di masa pandemi ini.
Apakah Chip Shortage Benar-Benar Terjadi?
Nah, masuk ke pembahasan yang mungkin kalian nanti-nanti, apakah chip shortage benar-benar nyata terjadi atau hanya akal-akalan di masa pandemi.
Sama halnya dengan pabrikan atau manufaktur. Tak menutup kemungkinan bahwa mereka hanya sekedar ‘menginformasikan’ bahwa harga GPU A ada di kisaran sekian hanyalah sebatas ‘ilustrasi’ semata.
Kalau boleh jujur, penulis di sini katakan bahwa chip shortage hanyalah akal-akalan para distributor untuk mencari cuan di masa pandemi.
Gimana dengan nasib gamers dan content creator yang maaf, kurang mampu? Distributor mah bodo amat, toh miners mau-mau aja beli GPU mereka dengan harga mahal, kenapa mereka malah harus jual murah?
Tidak luput dengan banyak sekali bullshit yang harus dibeli, salah satunya adalah bundling. Gimana brott, apakah kita benar-benar harus membeli GPU yang sepaket dengan prosesor dan motherboard bila kita sudah miliki komputer sebelumnya? Atau apakah kita harus membeli GPU yang dipasangkan dengan power supply yang takkan kita gunakan nantinya?
Tentu mudah. MUDAH SEKALI bila ada yang katakan bahwa konsumen alias pembeli bisa menjualnya komponen tak berguna tersebut kepada orang lain nantinya. Tidak terbayang berapa waktu tersita HANYA DEMI menjual SATU komponen yang seolah dicekoki distributor demi mendapat cuan di masa pandemi.
Satu hal yang menarik, bila distributor BENAR-BENAR dipaksa untuk membeli stok secara bundling, lantas apakah chip shortage ini adalah nyata? Penulis tak merasa demikian.
Mungkin bila dilihat dari sudut pandang ekonomi hal ini diperlukan untuk tetap menghidupi sang manufaktur alias pabrik itu sendiri. Sayangnya, dalih chip shortage ini rasanya benar-benar TAK PANTAS, terlebih memaksa khalayak ramai untuk membeli komponen tertentu secara bundling, bukan?
Tidak Hanya GPU yang Dimainkan
Fakta menarik lainnya adalah ternyata tidak hanya GPU yang bisa dimainkan dengan lakukan bundling demi mendapatkan harga murah. Di antaranya adalah prosesor yang miliki integrated graphics alias accelerated processing unit (APU) dari kubu merah yang langsung terkena imbasnya.
Kalau boleh sedikit out-of-topic, penulis memang ada rencana untuk membeli APU kelas low-end untuk build Asrock X300, yaitu Athlon 3000G. Sayangnya, untuk mendapatkan APU tersebut, penulis harus merogoh kocek lebih dalam hanya demi mendapatkan harga ‘normal’.
Benar, prosesor tersebut memang affordable bila dibeli secara bundle. Namun, apakah pantas bila ‘stok lama’ yang belum terkena embel-embel ‘kelangkaan’ serta-merta berikan dampaknya berkat besarnya demand yang ada? Oke, bila hal tersebut memang boleh dilakukan, terima kasih atas ‘permainannya’, semoga harimu menyenangkan.
Hal ini seolah memaksa penulis untuk katakan ‘mending’ membeli flagship APU zaman now, AMD Ryzen 7 5700G sekalian. Uniknya, prosesor sekelas flagship tersebut bahkan tak terkena dampak sama sekali.
Dari sini dapat diartikan bahwa distributor seolah ‘menekan’ mereka yang mencari alternatif prosesor murah atau kerennya, budget-friendly. Kalau boleh jujur, saat ini penulis hanya bisa rekomendasikan prosesor yang harganya berbanding lurus dengan performa. Pun tidak ada pilihan atau alternatif lain, rasanya paksa ambil prosesor low-end tadi malah buat nyesek.
Oke, bila semua distributor asumsikan bahwa semua yang ingin merakit komputer belum miliki komputer sebelumnya, tentu mereka sudah salah besar. Gak sedikit kok, orang yang menekuni dunia komputer, termasuk penulis, yang sudah miliki komputer dengan perangkat mumpuni sebelumnya.
Tentu akan sangat lucu bila kita masih saja dipaksa untuk memiliki komponen yang bahkan tak kita butuhkan, bukan? Jangan lupa, bila memang kita mengalami chip shortage, kenapa malah GPU sekelas RX6500XT dan RTX3050 malah rilis? Hebatnya, rilis dengan harga ‘msrp’ dan bonus bundling pula. Benar-benar sebuah ‘permainan’ yang lucu, setidaknya menurut penulis.
Ulah Miners atau Scalpers?
Pertama jelas karena miners.
Sebenarnya mau nyalahin miners termasuk cukup sulit, karena mereka sama-sama gunakan modal untuk milikinya. Namun, di saat yang sama, justru karena ulah mereka lah gamers dan content creator jadi kepayahan untuk memiliki GPU idaman. Tidak ada yang melarang, hanya saja caranya kurang tepat.
Kalau memang punya modal cukup besar, bukankah lebih baik untuk memborong Antminer yang notabene tawarkan fungsi serupa? Dalih ‘curi start’ atau ‘mengamankan bagian’ tidaklah relevan, karena justru karena miners lah sebagian besar stok GPU dihabiskan.
Kedua, tidak lain dan tidak bukan adalah salah penimbun alias scalpers.
Di sini, penulis sama sekali tidak menyalahkan ‘tata cara’ orang-orang dalam menjalankan sebuah bisnis, termasuk menimbun GPU. Biasanya para scalpers ini adalah orang-orang yang ‘kebetulan’ miliki dana lebih demi mendapatkan cuan dengan menimbun GPU. Lucunya, ada yang flexing bahwa ini adalah ‘insight’ berbisnis, sayangnya it’s another bullshit.
Ketimbang menyusahkan orang yang benar-benar membutuhkan sebuah GPU, bukankah lebih baik mereka yang ‘pintar’ berbisnis ini investasikan ke hal l ain? Dalih ‘ingin mendapat cuan’ di masa pandemi sebenarnya tidaklah salah.
Namun, semuanya akan menjadi susah bila kita kebanyakan orang ‘pintar’ yang bertujuan menimbun demi kepentingan pribadi. It’s not cool, brott.
Adanya Potensi Permainan atau Dibuat-Buat?
Berdasarkan pengamatan pribadi dari penulis, potensi permainan atau dibuat-buat sudah tentu ada. Dengan bermacam alasan yang membuat seolah-olah beberapa pihak menjadi ‘korban’ tentu sudah cukup sering ditemui, bukan?
Mungkin ini adalah taktik dagang, sayangnya cara seperti ini tidaklah etis untuk dilakukan.
Kalau penulis boleh blak-blakan, mana ada perusahaan yang mau jual produknya dengan harga murah kalau bisa dijual mahal? Perusahaan itu bukanlah teman, sahabat, atau keluarga yang siap mendengarkan keluh kesahmu. Rasanya, dari dulu tidak ada yang namanya ‘teman’ bila sudah berbicara uang.
Sama halnya dengan bundling yang sudah eneg rasanya penulis temukan di pasaran. Ketimbang memaksa konsumen untuk beli bundle yang tiada manfaat pun faedahnya, bukankah lebih baik mencari solusi lain yang lebih nyata?
Apa yang Harus Kita Lakukan?
Kalau boleh jujur, literally nothing, at least for now. Menunggu cryptocurrency anjlok pun membutuhkan waktu yang tidaklah sebentar.
Satu saran dari penulis, nikmati kemampuan perangkat yang sedang kamu gunakan saat ini, suka atau tidak. Meski nilai bitcoin saat ini sudah sedikit turun bukit, namun butuh waktu yang tidak sebentar karena toko-toko tentu akan merugi. Sayangnya, kita sebagai konsumen tentu boleh berbicara uang juga kan? Yah, selamat menimbun aja sih.
Rilisnya GPU baru dari kubu merah pun rasanya tak terlalu banyak membantu. Yah, harganya yang cukup ‘murah’ sebenarnya oke, namun spesifikasinya yang sampah tampaknya benar-benar tak bisa ditolerir. Mulai dari besaran bandwidth, fitur yang dipangkas, membuat GPU baru ini kesannya hanya untuk menambah cuan yang sudah ada.
Verdict
Dari sini, dapat kita simpulkan bahwa rasanya chip shortage ini kemungkinan hanyalah bohong-bohongan dari suatu pihak, setidaknya menurut pandangan penulis. Apakah kalian pernah membayangkan berapa banyak keuntungan dengan aksi menimbun atau bundling yang dilakukan?
Terlepas dari semua pendapat yang diutarakan oleh penulis, mungkin ada benarnya bahwa pandemi masih berdampak pada produksi komponen. Termasuk di antaranya membludaknya permintaan terhadap perangkat komputer maupun laptop yang turut menyumbang ‘kelangkaan’ tersebut.
Gimana menurut kalian, brott? Apakah ada uneg-uneg yang belum tersampaikan lalui tulisan ini?
Baca juga informasi menarik lainnya terkait Tech atau artikel lainnya dari Bima. For further information and other inquiries, you can contact us via author@gamebrott.com