Oke, masalah yang melibatkan dewa kipas, Gotham Chess, Irene Sukandar, hingga mungkin om Deddy Corbuzier kini sudah resmi selesai. Ada sejumlah hikmah positif yang bisa kita ambil dari kasus tersebut. Khususnya, dalam melihat permainan atau olahraga Catur yang bisa mulai kembali populer di Indonesia.
Permainan ini pada prakteknya memang sangatlah menarik. Termasuk permainan yang cukup menguras otak dibarengi mental saat menentukan langkah. Karena bila kamu hanya sekadar tahu aturan gerak tiap bidak tanpa mempelajari bentuk aplikasi strateginya, belum tentu kamu bisa langsung mengerti ucapan para komentator profesional ketika memandu jalannya pertandingan.
Menariknya bila dibandingkan dengan game Dota 2, hal yang sama pun juga berlaku. Bahkan salah sampai ada yang menyebut bila game MOBA buatan Valve tersebut terlalu bagi seorang pecatur grandmaster dunia.
Alexander Grischuk sendiri menjadi saksi yang merasakan pengalaman tersebut. Pecatur Grandmaster Rusia yang berada di ranking keenam dunia itu menceritakan pengalamannya dalam menonton pertandingan esports Dota 2, lalu coba membandingkannya dengan permainan yang biasa ia geluti.
Dilansir dari interviewnya kepada pihak Chess24, ia ditanya soal seberapa pentingnya keberadaan penonton atau suporter di dalam kompetisi catur. Grischuk pun menimpali dengan jawaban yang realistis ketimbang berusaha positif. Menurutnya, catur bukanlah olahraga atau permainan yang mudah digemari oleh banyak orang. Termasuk jauh berbeda dari sepak bola dan olahraga populer lainnya yang mampu mengumpulkan puluhan ribu orang di dalam satu arena atau stadion. Permainan Catur sendiri secara rasio justru hanya mampu menjaring 0 sampai 5 orang saja.
Ia pun lantas membandingkannya lagi dengan turnamen Dota 2, yang secara mengejutkan malah susah ia pahami. Grischuk sendiri mengaku ingin coba mengenal dan mempelajari Dota 2, tapi tetap tidak mampu meski sudah berjam-jam belajar dengan mendownload video coaching.
Melalui pengalamannya tersebut, ia juga menceritakan hal itu kepada temannya yang juga seorang grandmaster catur dunia yakni Ian Nepomniachtchi. Kebetulan selain berkiprah di catur, ia (Nepomniachtchi) juga adalah seorang pemain Dota 2 semi profesional yang pernah memenangkan turnamen regional di Kiev pada tahun 2011 silam.
Dalam percakapannya dengan Nepomniachtchi, waktu itu ia coba menyempatkan diri menonton pertandingan sebuah turnamen Dota 2 sembari mendengarkan panduan komentator. Selama 3 jam hingga pertandingan final usai, Grischuk rupanya sama sekali tidak mengerti segala hal yang disampaikan oleh si komentator.
Dari sana, ia berkesimpulan bahwa itulah yang kurang lebih menggambarkan tingkat ketertarikan seseorang terhadap catur. Ibarat layaknya Dota 2, game Moba tersebut akan selalu dianggap menarik bagi siapapun yang mengerti serta memiliki skill tertentu di sana. Sementara bagi yang tidak, mungkin akan lebih banyak mengambil jalur alternatif untuk lebih menikmati Mobile Legends dan game lain. Hal yang diungkapkan oleh Grischuk di atas menariknya juga tercermin dari keramaian kasus Gotham Chess-Dewa Kipas yang sempat mengemuka pada beberapa waktu lalu.
Khususnya melalui kelanjutan kasus yang berujung dari digelarnya pertandingan catur antara Dewa Kipas dan Irene Sukandar (di channel Youtube Deddy Corbuzier). Berapa banyak dari kalian yang awam catur paham dengan hal-hal yang disampaikan oleh duo komentator Susanto Megaranto dan Chelsea Monica dalam memandu jalannya pertandingan tersebut ? Coba jawab jujur!
Sumber: Chess24
Baca pula informasi lain terkait Dota 2, beserta dengan kabar-kabar menarik seputar dunia video game dari saya, Ido Limando. For further information and other inquiries, you can contact us via author@gamebrott.com