Remaja Ajukan Crowdfund untuk Gugat Undang-Undang Pembatas Bermain Game

family playing video games shutterstock 1920.0

Salah satu isu yang cukup mengganggu industri game adalah tuduhan bahwa game dapat menyebabkan kecanduan dan berbagai dampak negatif lainnya. Beberapa lembaga dan para ahli telah memperdebatkan hal ini. Namun, stigma negatif terhadap bermain game masih saja kita temui. Terutama dari kalangan orang tua yang melarang anaknya untuk bermain game.

Dilansir dari siliconera, Pemerintah prefektur Kagawa, Jepang memberlakukan undang-undang baru. Undang-undang video game Jepang yang akan menjaga individu di bawah usia 18 dari bermain game selama lebih dari satu jam hampir setiap hari. Hal tersebut mendapat pertentangan dari salah satu remaja. Seorang anak perempuan berusia 17 tahun yang bernama Wataru berusaha melakukan crowdfund untuk gugatan dengan cara menyewa pengacara, Tomoshi Sakka (pengacara terkenal di Jepang), untuk menentang undang-undang yang membatasi seberapa sering anak-anak seharusnya bermain game.

Undang-undang video game Kagawa, Jepang mulai berlaku pada 1 April 2020. Elemen yang paling mendasar darinya membatasi orang di bawah usia 18 hingga 60 menit video game dari Senin hingga Jumat, kemudian 90 menit waktu bermain pada hari Sabtu dan Minggu . Elemen lain dari undang-undang tersebut akan mencoba untuk menjaga anak-anak di bawah 15 dari menggunakan ponsel setelah jam 9 malam waktu setempat dan usia 15 sampai 18 dari menggunakan mereka setelah jam 10 malam waktu setempat.

Wataru membuat sejumlah pernyataan menjelaskan mengapa ia akan mengajukan gugatan. Ia mencatat aturan hukum itu cacat. “Mereka didasarkan pada premis bahwa game adalah penyebab hal-hal seperti pembolosan dan kecanduan game. Tetapi bisa juga sebaliknya – pembolosan dapat disebabkan oleh masalah di sekolah, misalnya, dan bagi sebagian orang bermain game dapat menjadi satu-satunya kelegaan. “Wataru juga mengatakan,” Berapa lama anak-anak diizinkan untuk bermain game atau menggunakan smartphone harus menjadi aturan yang ditetapkan oleh setiap keluarga, bukan oleh pemerintah. “

Oleh karena itu, hal ini kembali jadi masalah yang cukup rumit. Terutama karena aturan seperti ini ditetapkan berdasarkan prasangka sisi negatif game dan tanpa memandang sisi positifnya. Harapannya Wataru berhasil mendapatkan dana untuk melakukan gugatan terhadap undang-undang tersebut.

Exit mobile version