Review Detroit: Become Human Game Indah Dibalut Dengan Story Line Memukau

Detroit Become Human 20180525183741

Bagaimana jika suatu saat nanti, pekerjaan-pekerjaan yang dulunya dapat dilakukan oleh manusia kini digantikan oleh seorang robot?. Mulai dari pekerjaan kecil rumah tangga, seperti membersihkan rumah, memasak, merawat anak, hingga pekerjaan yang membutuhkan deduksi dan logika seperti detektif. Premis inilah yang menjadi motor penggerak story dan universe dari game buatan David Cage  yang berjudul Detroit: Become Human. Sebuah tuntutan yang wajar bagi kebanyakan gamer adalah, ketika suatu game menggunakan Story-Driven sebagai tema gamenya, orang cenderung mengharapkan cerita yang sangat spektakuler atau setidaknya mampu membuat mereka bertahan untuk terus duduk dan menggenggam kontroler mereka sembari mendengarkan developer bercerita untuknya. Karena kembali lagi, unsur gameplay pasti akan sangat ditinggalkan demi mengejar cerita yang seharusnya menghanyutkan pemainnya.

Awal Cerita

Detroit 2038

Bercerita tentang salah satu kota di Amerika, Detroit, dimana pada tahun tersebut teknologi bukanlah menjadi elemen yang asing dalam kehidupan manusia. Adanya mobil dengan desain futuristik dan juga banyaknya videotron yang tersebar di hampir seluruh pojok kota Detroit menjadi penggambaran dari setting waktu masa depan yaitu tahun 2038. Seperti kebanyakan cerita yang akan membekas di benak para player, Detroit melakukan pengenalan karakter dan juga pendalaman kota Detroit dengan cara yang ringan namun memiliki keunikan yang kuat.

Connor The Detective

Terdapat 3 tokoh Android yang nantinya akan menjadi karakter yang dapat kalian mainkan, masing-masing memiliki latar belakang dan juga profesi yang akan membentuk image pemain terhadap karakter tersebut. Connor, sebuah android yang semestinya sudah kalian kenal, karena pada versi demonya karakter ini adalah karakter yang dapat kalian mainkan. Dingin, tegas, dan juga sedikit polos menjadi penggambaran yang cukup kuat diingatanku, Connor merupakan satu-satunya Android yang berprofesi menjadi seorang detektif. Premis bahwa dirinya merupakan model terbaru sehingga memiliki fitur yang jauh lebih canggih dibandingkan kebanyakan android memungkinkan ia mendapatkan profesi tersebut. Ditemani dengan letnan Hank, seorang detektif yang cukup “f*cked up” namun ahli dalam pekerjaannya digambarkan dengan penampilannya yang layaknya seorang “gembel”.

Karakter kedua yang juga diperkenalkan adalah Markus, sebuah robot pembantu yang merawat seorang kakek kaya bernama Carl. Sebagai robot pembantu Markus menjalankan tugasnya dengan sangat baik sesuai protokol, hal tersebut mungkin yang cukup menyentuh Carl untuk menanamkan nilai-nilai manusia dan juga seni dikarenakan Carl sendiri merupakan seniman yang cukup terkenal di kota Detroit. Peran Carl yang hangat dan juga pengertian kepada Markus sepertinya cukup membentuk markus menjadi laki-laki yang layaknya seorang laki-laki.

Karatker terakhir bernama Kara, seorang robot perawat yang memiliki tugas utama yaitu merawat rumah dan juga merawat anak kecil. Kara diperkenalkan sebagai Android yang cukup cantik dan hangat agar mudah diterima oleh anak-anak. Ia dibeli oleh seorang ayah bernama Todd untuk merawat Anaknya bernama Alice dikarenakan Android sebelumnya mengalami semacam “Insiden”.

Android Selling Android -best 2038

 

Rasa “ringan” yang saya katakan diatas maksudnya adalah mudah dimengerti, segregasi antara android dan juga manusia langsung dihantamkan kedalam muka kita. Bagaimana mereka berbicara dengan android dan juga gambaran visual dimana manusia membeli dan memaksa android memperdagangkan sesama android, benar-benar memberi image “PERBUDAKAN” kepada Android. Pemisahan elevator antara manusia dan android yang sebenarnya tidak diperlukan,  juga menjadi image kuat bahwa Android tidak boleh disama ratakan dengan manusia. Lalu dimana posisi android sekarang di mata manusia ? dalam sudut pandang manusia mereka menganggap android hanyalah semacam plastik dan juga kendaraan, disitulah mengapa mereka memiliki Android Parking di sepanjang jalan.

Pertengahan Cerita

 

Disinilah dimana sebuah lumpur dibersihkan, dipotong, dan dijadikan sebuah permata berlian. Begitulah penggambaran yang bisa saya katakan mengenai pertengahan cerita dalam game ini. Seluruh pengenalan dan penjejalan image dalam pikiran kita seketika langsung dieksekusi dalam pertengahan cerita, bagaimana cerita berkembang dari 0 menjadi angka 7 bergerak sangat drastis. David Cage mampu menahanku menghadap layar monitor dengan menstimulasi rasa penasarnku. Anomali-anomali dalam detroit dimasa depan mulai dipertontonkan, bagaimana Android mulai menunjukan malfungsi,  dan juga sebuah adegan yang terus mengatakan bahwa Android memiliki fikiran kerap mengusikku. Game ini sendiri dibagi menjadi banyak chapter yang memiliki endingnnya masing-masing, ending tersebut akan menentukan kelanjutan cerita kalian dalam chapter berikutnya.

Choice Matters

Choice didalam game ini adalah penentu bagaimana kalian menjalankan cerita ini nantinya. Layaknya seorang sutradara , ending tiap chatper akan berbeda tergantung pilihan yang kalian ambil. Hal yang sangat kontras dalam membedakan game ini dengan kebanyakan game Choice matters lainnya, adalah tiap pilihan yang kalian pilih tidak bisa ditentukan secara semena-mena. Banyak usaha yang musti kalian lakukan seperti menekan tombol tertentu disaat yang tepat, memutar otak untuk kemungkinan yang ada, juga observasi seluruh lingkungan sebelum mengambil keputusan.

Memilih tempat menginap namun harus cepat sebelum Alice Kedinginan

David Cage benar-benar  mengsimulasikan seluruh keadaan dengan sangat sempurna, bukan dengan situasi receh dimana kalian hanya perlu membunuh atau tidak membunuh dan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan, melainkan kalian musti menyusun strategi agar cerita bisa kalian bentuk sesuai dengan keinginan kalian. Namun apa yang membuat hal ini spesial ? WAKTU, David Cage mampu membuat rasa menyusun strategi menjadi sesuatu yang sangat menegangkan, dengan menghadirkan kedaan dimana kalian serasa dikejar waktu dan tidak bisa memilih seenak jidat, misalkan seperti jika kalian tidak segera memilih maka, Alice (anak Todd) bisa mati kedinginan, atau ketika kalian tak segera memilih maka android jahat akan kabur dsb. Deadline waktu tersebut sangat memberi efek psikologis kepada player agar terus fokus kedalam game.

Transformasi Deviant
Deviant

Label Deviant kepada android yang “SADAR” merupakan pemilihan kata yang cukup cerdik. Visualisasi Deviant cukup menarik dimana raut muka mereka dan juga gerakan mereka yang awalnya mirip seperti robot tanpa perasaan, secara perlahan langsung memiliki emosi dan juga raut muka yang berubah cukup jauh lebih ekspresif. Perubahaan dari android taat menjadi deviant, digambarkan dengan adegan penghancuran tembok protokol secara dramatis. Adegan dramatis tersebut cukup membuat kita berapresiasi terhadap David Cage dan timnya.

Alice Hug Kara

Pertengahan cerita yang sangat indah ini, tidak lain dan tidak bukan karena, ketiga tokoh tersebut menjalani cerita mereka dengan maksimal layaknya berada di ujung tebing. Bagaimana perjuangan Kara yang bertahan hidup dengan maksimal, Markus yang menunjukan perjuangannya untuk menolak mati, dan juga bagaimana Connor yang berusaha keras menunjukan seberapa mampunya dia menjalani kasusnya agar terus bertahan hidup. Cerita yang sangat intense , dan juga banyaknya fakta yang cukup mind blowing, membuatku terus bertanya-tanya akan kelanjutan story pada game ini.

David Cage terus mengobrak abrik emosi dan juga kepedulian kita terhadap android dengan terus mempertontonkan tragedi terhadap android. Hubungan tiap tokoh yang dibalut dengan dialog yang sangat indah tidak pernah berhenti membuatku kagum, bahasa inggris yang ada didalam game tersebut mengambil kata-kata yang tidak terlalu sulit sehingga terasa akan sangat mudah diterima banyak pihak.

Im on the Top

Story berjalan dengan terus meruncingkan image pada tiap tokoh, masing-masing story pada tiap karakter sangat menunjukan karakteristiknya. Saya tidak bisa mengomentari bagaimana opini banyak orang yang merasa David Cage gagal membawa isu sosial di US. Karena secara pribadi saya tidak paham dan juga tidak mengerti isu yang berkembang di luar sana, dan saya tidak berani berasumsi. Namun berdasarkan story yang terus berjalan sepertinya sangat konyol,  ketika sebuah game harus dan wajib mengambil unsur politik dari dunia nyata, menurut saya itu konyol.

Kesuksesan David Cage, dan juga rasa dari story yang dibentuk benar-benar berada dipuncak ketika story berada di pertengahan story. Saya benar-benar merasa terbang menyaksikan perjuangan tiap android dalam bertahan hidup. Keadaan dunia tersebut juga semakin pahit semakin cerita ini berjalan.

ALERT!!! MUNGKIN PADA AKHIR CERITA TERDAPAT BEBERAPA SPOILER YANG MUSTI DIWASPADAI.

Akhir Cerita

Noted keras: Tolong jangan membaca pargraf dibawah jika tidak ingin mendapat spoiler keras.

Harapanku perlahan mulai kandas untuk melihat akhir dari cerita game ini, bagaimana penggambaran David Cage terhadap manusia dalam cerita ini sangat tidak bisa dirubah meskipun saya bersusah payah mengejar ending yang sejalan dengan moralitas. Hampir tidak ada transformasi yang sangat dramatis dari manusia yang membenci android menjadi manusia yang cinta terhadap android. Ketika secara susah payah kita memainkan game ini dengan mengambil langkah damai supaya manusia melihat dan percaya terhadap android, namun sepertinya David Cage tetap tidak mau merubah manusia agar perduli. Manusia tetap digambarkan sebagai makhluk yang egois dan melakukan dengan kekerasan.

Robot Alice lain

Puncak kekecewaanku terhadap bagaimana David Cage memandang manusia, adalah saat mendapati plot Twist bahwa Alice ternyata adalah sebuah android!!. Satu-satunya yang membuatku berfikir bahwa manusia bisa berubah, dan juga betapa uniknya premis bahwa ada manusia yang mencintai android, langsung dibuang kedalam tong sampah dan dibakar bersama imajinasiku. Fakta bahwa Alice belum bertransformasi menjadi deviant semakin memainkan opiniku bahwa sebenarnya rasa cinta Alice terhadap Kara hanya sebatas protokol mesin saja. Selain David Cage menghancurkan anganku mengenai hubungan android dan manusia, ia juga membakar hubungan anak dan ibu  dari Kara. Tidak ada manusia yang mau membantu selama demonstrasi, yang manusia dalam game tersebut lakukan hanyalah mengeluh ketika budak-budak yang selama ini mereka bayar mahal mulai pergi. Saya tidak tahu keluhan sosial apa yang coba ditunjukan oleh David Cage namun saya sangat tidak menyukai hal ini.

Amanda yang diselimuti misteri tak terjawab

Pertanyaan yang terus membuatku penasaran dalam game ini juga ternyata pada akhirnya banyak yang tidak dijawab, dan pada akhirnya hanya meninggalkan plot hole yang cukup lebar. Entah mereka akan merilis sequel dari game ini atau tidak, saya sangat kecewa karena sedikitnya rahasia yang terjawab, dan bagaimana mereka menjawab pertanyaan yang saya simpan selama ini sangat terkesan sederhana.

Buat kamu yang pengen topup Google Play, Steam Wallet, PlayStation Network, ataupun Nintendo eShop yang paling murah dan terjamin, coba cek RRQ TopUp ya! Jangan lupa juga, gunakan kode voucher “GAMEBROTT” di RRQ TopUp untuk dapet potongan harga spesial buat kamu.

Kamski sang pencipta

Penghunjung cerita merupakan saat-saat yang saya nantikan pun tiba, bagaimana seluruh pertanyaan akan terjawab oleh ending yang telah disediakan oleh David Cage. Namun apa yang terjadi ? cerita berakhir begitu saja, seluruh ekspektasi tinggi yang aku simpan dalam pertengahan cerita banyak yang tak terjawab hingga akhir cerita. Dengan susah payah saya mencari masing-masing ending untuk menjawab pertanyaan tersebut namun sepertinya memang david cage ingin mengakhiri cerita dengan “begitu saja” ketidak puasanku pun bertambah seketika mereka mengakhiri Ark dari Connor dengan sangat Simple. Connor, tokoh yang menurutku perlu banyak jam tayang dan sepertinya memiliki banyak keunikan hanya diakhiri dan juga digambarkan sebagai android yang tidak jauh beda dari android lain. David Cage seharusnya menjelaskan sebarapa spesial Connor.

Im touched, its just ……

Ending yang menurutku terlalu biasa cukup membuatku kecewa. Lack of Plot Twist, sepertinya menjadi alasan dari rasa kecewa yang saya rasakan. Bagaimana saya mulai bosan melihat jalan cerita Kara membuat perasaan emosional saya hilang terhadap game ini. Vibe yang saya rasakan juga perlahan hilang, pattern pemilihan yang choice yang sudah mulai tertebak juga sepertinya hanya menambah rasa bosanku. Hanya ada beberapa manusia yang peduli terhadap Android, dan kebanyakan dari mereka memang sudah dari awal peduli. Kesulitan untuk mengulang pilihan yang akan dijelaskan dibagian fitur nanti, turut mengecewakanku.

Seperti roti lapis yang hambar ending ini hanya membuatku kenyang dari lapar, tidak membuatku puas akan makanan yang enak. Eksekusi ending ini seharusnya jauh bisa dilakukan lebih lagi.

Gameplay

Tidak banyak Gameplay yang bisa dibicarakan didalam game ini, mengingat game ini adalah Story-Driven Game. Menekan tombol dan menggeser analog disaat yang tepat cukup menggambarkan gameplay pada game ini. Adegan action dan juga cinematik pada game ini adalah kunci yang sangat berperan, bagaimana tiap adegan digambarkan secara menegangkan, hampir membuatku lupa akan genre sebenarnya dari game ini.

Adegan intense yang dilakukan pada game ini membuat saya tidak bisa hilang fokus sedikitpun, karena jika secara tiba-tiba kalian salah memencet tombol, kalian wajib mengulang hal ini dari awal lagi.

Kontroler movement dan juga banyak lain, didesain sangat buruk, lambat, tidak responsive. Membuatku cukup kebingungan dibuatnya, bagaikan kontroler murahan movement pada game ini hadir dengan cukup mengecewakan.

Banyak sekali BUG yang membuatku tertawa dan juga kesal terhadap game ini. Terutama Bug pada awal permainan.

Fitur

Flowchart

Fitur pada game ini cukup kaya, dimana ada flowchart yang akan menunjukan progress dan juga pilhan yang telah kalian pilih. Seluruh ending pada flowchart ini akan membuat kalian lebih berhati-hati dan juga terkadang bisa melihatnya sebagai sebuah pencapaian.

Kekurangan pada flowchart ini adalah pada Replay-ablenya, sangat sulit dan juga bisa membuat kalian kecewa. Bayangkan kalian salah memencet sebuah tombol dan harus melihat tokoh favorite kalian mati, maka kalian harus terjebak dalam cerita yang asin dan tak menyenangkan. Checkpoint pada game ini kadang bisa memaksa kalian memainkan chapter tersebut dari awal bahkan harus memulai dari chapter sebelumnya jika ingin memperbaiki kesalahan kalian. Replayability yang buruk ini cukup memakan waktuku jika ingin mendapatkan seluruh ending.

Sudut pandang kamera yang cinematik dan sangat tepat cukup membuat saya senang, namun pada momen tertentu kamera tersebut sulit untuk digunakan. Momen tersebut cukup mengganggu, didukung dengan kalian yang tidak bisa melihat secara bebas menjadi kendala yang cukup perlu digaris bawahi. Fungsi observasi seperti Eagle Eye pada Asassins Creed cukup membantu memperbaiki kamera yang kurang jelas, dan juga membantu kalian yang kesulitan mendapatkan objektif.

Musik tiap keadaan sangat digarap dengan manis. Suasana yang dramatis selalu didukung oleh musik yang sangat tepat.

Grafik

Beutiful storm, KECE BADAIIII, grafik pada game ini sangat gila. Tidak ada Cutscene atau adegan cinematic pada game ini, seluruh game ini merupakan cutscene. Grafik dan environtment yang sangat hidup, didukung dengan keindahan pada game ini benar-benar memandikan mataku. Wajah dan rambut yang detil juga mendukung visualisasi yang sangat baik, sehingga kalian tidak merasa sedang memainkan android melainkan manusia yang sangat cantik. Air hujan yang membasahi baju dan muka diperlihatkan secara detil tiap tetes. Dengan PS4 Pro game ini benar-benar terasa sangat indah, saya sering kehilangan kata-kata untuk menggambarkan betapa indahnya game ini.

Sebelum VS Sesudah

Dimanjakan dengan visualisasi ini, rumah dan juga beberapa aspek didalam kota yang masih mengambil sudut pandang masa sekarang, membuat kita mudah menerima bahwa kota ini merupakan kota yang ada dibumi. Ekspresi tiap tokoh sukses dieksekusi demi mendukung rasa dalam tiap cerita. Motion Capture sangat berperan dan menjadi mayoritas pendukung grafik dalam game ini, seluruh gerakan yang tidak kaku dan juga raut wajah yang cocok sering membuatku kagum. Momen sedih juga sukses digambarkan melalui air mata yang perlahan menetes.

Namun dibalik suatua keindahan tentu ada kelemahan. Rasa malas yang mulai terasa pada akhir game mulai terlihat. Grafik yang kurang nyaman dilihat, tidak terender dengan baik walaupun tak begitu terlihat namun sedikit membuatku kecewa. Orang-orang yang menghiasi kota sangat terasa seperti hiasan, interaksi yang dilakukan orang-orang tersebut cukup kaku dan tidak diberi suara sama sekali. Hal tersebut yang menambah nilai minus terhadap game ini.

Kesimpulan

Ini adalah game yang membuat saya ingin, dan terus ingin mainkan. Game yang membuat saya jalan ke toko terdekat untuk top up dan langsung membeli game tersebut tanpa menanyakan harganya. Grafik Kece Badai yang tidak perlu dipertanyakan lagi membuatku hanyut dalam suasana cerita, motion capture tiap adegan digarap sangat serius dan mungkin menghabiskan banyak dana. Meskipun dieksekusi cukup buruk pada endingnya, pertengahan cerita cukup bisa dibilang briliant. Terimakasih David Cage karena menghadirkan cerita yang menarik selevel itu. Warga kota dan juga NPC yang hadir tiap chapter dibuat sangat biasa dan hambar, tidak ada percakapan atau interaksi menjadi nilai yang minus.

Penokohan sempurna namun minim plot twist perlu diperbaiki lagi, kontroler yang sangat mengecewakan sering membuatku sedih. Gameplay yang cukup intense membuatku cukup fokus dan juga bahagia. Seperti pergi bersekolah, kalian tentu ingin mengulanginya lagi untuk memperbaiki kesalahan antau mendapat jawaban ujian, namun prosesnya yang minim checkpoint atau kalian musti mengulangnya dari awal sangat membuatku sulit mendapatkan endingnya.

Game seperti ini akan jarang keluar lagi, proses pembuatannya yang memakan waktu lama dan juga script yang digarap sangat serius membuatku mudah untuk berkata bahwa game ini sangatlah worth to buy.

Disclaimer

Review ini disusun berdasarkan seluruh playtrough yang saya lakukan, pada playtrough pertama memakan kurang lebih 10 jam untuk mendapatkan endingnya. Usaha untuk membuat seluruh karakter tetap hidup dan juga terus melangkah sesuai Moralitas memakan peran yang cukup besar terhadap review ini. Ending lain yang saya dapatkan juga cukup mempengaruhi sudut pandang review ini namun tidak sebesar playtrough pertama.

Exit mobile version