Video game memang pada dasarnya lebih dikenal sebagai hobinya para lelaki, namun tak berarti hobi ini eksklusif untuk satu gender. Tetapi tetap saja dengan komunitasnya yang lebih didominasi laki-laki, gamer wanita antara menjadi incaran para simp atau menjadi korban bully.
Riot Greenily, UX designer dari League of Legends bagikan lewat Twitter pengalaman buruknya bermain solo di game studionya – Valorant. Lewat clip yang ia cantumkan, diperlihatkan dia terus mendapatkan godaan seksual kemudian beralih menjadi ejekan seperti “thot” oleh salah satu anggota tim.
Today's?: It's like this MOST of the time on solo queue voice comms REGARDLESS of the game I'm playing. I usually don't give in to this like in the video; I'm silent in an attempt to not incite more. Inevitably you get to a point where you have to mute them. More perspective: pic.twitter.com/7ruWcI78tL
— Tea ? ? (@Evergreenily) April 24, 2020
Pada akhirnya ia gunakan fungsi mute pada pemain tersebut tetapi dia tetap ungkapkan rasa kesalnya melihat ia dan gamer wanita lainnya terus mendapatkan perlakuan semacam ini, membuat mereka tidak betah untuk mengeluarkan suara di tiap sesi bermain yang tentu saja tidak efektif untuk game fokus koordinasi dan kerjasama tim seperti Valorant.
Please don't be this dude who shouted "OH MY GOD IT'S A GIRL" the moment I talked; who called me his "babe"/ acted like I was his girlfriend throughout the whole game. I had to heal this guy because I'm trying to win the game and that SUCKED.
— Tea ? ? (@Evergreenily) April 24, 2020
And for the record, yes I muted his ass. Does that mean he won't go making other people uncomfortable though? No. If you're in one of these parties, please help speak up and report these people. Because I hope this is not the kind of community you want to be playing with.
— Tea ? ? (@Evergreenily) April 24, 2020
Executive producer dari Valorant, Anna Donlon, beri responnya atas curhatan yang dialami pekerja sekantornya dan berjanji akan segera mencari solusi jangka panjang untuk membuat Valorant dapat dinikmati siapa saja tanpa ada diskriminasi apapun khususnya ketika bermain solo.
Gross, this is creepy as hell. This is why I can't solo. I'm so sorry. We're absolutely looking into long-term solutions for making it safe to play VALORANT – even solo queue!
— Anna Donlon (@RiotSuperCakes) April 24, 2020
Curhatan sang UX desainer berubah menjadi diskusi oleh developer wanita lainnya yang berada di Riot Games. Aneia, analis insight dan strategi dari Riot juga curhatkan pengalaman buruknya yang terus dipandang sebelah mata karena gender. Baginya juga mute tidak sepenuhnya menjadi opsi terbaik karena dapat memberikan dampak strategis yang besar untuk game fokus tim semacam League of Legends atau juga Valorant.
https://twitter.com/aeneiaa/status/1253732517418418179?ref_src=twsrc%5Etfw%7Ctwcamp%5Etweetembed%7Ctwterm%5E1253732517418418179&ref_url=https%3A%2F%2Fwww.dualshockers.com%2Fvalorant-in-game-harrasment-targeted-by-riot-games%2F
https://twitter.com/aeneiaa/status/1253732519125622788?ref_src=twsrc%5Etfw%7Ctwcamp%5Etweetembed%7Ctwterm%5E1253732519125622788&ref_url=https%3A%2F%2Fwww.dualshockers.com%2Fvalorant-in-game-harrasment-targeted-by-riot-games%2F
Solusi semacam apa yang nantinya akan didatangkan oleh Riot untuk mengatasi masalah ini? Kita lihat saja nanti.
Baca pula informasi lain terkait Valorant beserta dengan kabar-kabar menarik lainnya seputar dunia video game dari saya, Muhammad Maulana.