Bayangkan, kamu bersama puluhan atau bahkan ratusan orang lain tidak saling mengenal, tiba-tiba dikumpulkan dalam sebuah pulau yang sudah tak berpenghuni. Dan untuk keluar dari pulau tersebut, kamu harus membantai orang-orang lainnya hingga tersisa seorang diri, bermodalkan berbagai persenjataan dan perlengkapan yang tersebar di pulau tersebut.
Hal tersebut mungkin terdengar menyeramkan dan tidak mungkin akan pernah terjadi, well, setidaknya di dunia nyata. Skenario ataupun konsep diatas kini lebih populer disebut sebagai Battle Royale, dan kamu mungkin telah mendengarnya atau bahkan memainkan game-game dengan konsep atau genre tersebut. Dan entah kenapa penulis sedang ingin sedikit membicarakan genre yang sangat populer ini.
Kamu yang mengikuti perkembangan industri video game tentunya mengetahui bahwa genre Battle Royale bisa dikatakan secara mendadak populer mulai dari kemunculan game PlayerUnknown’s Battlegrounds (PUBG) garapan Bluehole (sekarang ditangani oleh PUBG Corporation). Kepopuleran PUBG yang terus meroket kemudian menginspirasi berbagai developer game lainnya untuk menghadirkan kreasi Battle Royalenya sendiri.
Walau memang PUBG yang mempopulerkan genre Battle Royale, game H1Z1 (sekarang Z1 Battle Royale) garapan Daybreak Studios diketahui sebagai game yang pertama kali memperkenalkan konsep Battle Royale.
Sekitar 2 tahun semenjak kemunculan PUBG, semakin banyak game Battle Royale lainnya yang tetiba menginvasi pasar video game. Salah satunya seperti Fortnite garapan Epic Games, dimana pada awalnya game tersebut merupakan game multiplayer survival biasa, dan kini mode Battle Royalenya sendiri jauh lebih populer daripada game utamanya. Kemudian PUBG sendiri bersama Tencent menghadirkan PUBG Mobile yang kini cukup populer di SEA bersama dengan Free Fire garapan 111dots Studio. Dan tidak ketinggalan satu game Battle Royale yang baru rilis awal tahun ini dan menjadi game Battle Royale favorit penulis, yaitu Apex Legends garapan Respawn Entertainment.
Namun, mengikuti tren Battle Royale tak selamanya berjalan dengan baik. Beberapa diantaranya bisa dikatakan tidak berhasil memanfaatkan momen yang booming secara mendadak ini. Seperti Radical Heights garapan Boss Key Studios, dimana mereka juga gagal memenuhi ekspektasi game LawBreakers, kemudian developer Xaviant yang rela meninggalkan The Culling, yang lebih dulu hadir sebelum PUBG, untuk The Culling 2 yang juga harus berakhir gagal. Kemudian Z1 Battle Royale yang sebelumnya merupakan pelopor game Battle Royale juga semakin ditinggalkan pemainnya, serta Mavericks: Proving Grounds yang dijanjikan memiliki game Battle Royale dengan 1000 orang, harus berakhir dibatalkan karena masalah dana.
Mungkin pernah terbenak dalam pikiranmu; apakah tren ini akan terus hidup sampai bertahun-tahun kedepan, atau justru akan padam dalam waktu dekat. Jika mengingat di Twitch sendiri game Battle Royale masih sangat ramai ditonton, dan di Indonesia sendiri pemain PUBG Mobile dan pemain Free Fire masih sering berkelahi soal pintu, agaknya tren Battle Royale tidak akan padam dalam waktu dekat.
Banyak gamer, atau setidaknya gamer PC dan konsol, mungkin merasa muak dengan kehadiran Battle Royale yang tidak kurun berhenti. Dan setidaknya ada beberapa developer yang nampaknya tidak terpaku dengan genre tersebut, seperti Hideo Kojima misalnya, yang baru-baru ini membuat peryataan bahwa Battle Royale memang cara cepat untuk menghasilkan uang, namun sang kreator nyentrik satu ini tidak akan membuatnya dan tetap fokus pada ide kreatif dan kualitas game singleplayer.
Developer lain seperti Infinity Ward juga sempat mengkonfirmasikan bahwa reboot Call of Duty: Modern Warfare yang justru berpotensi menghadirkan game Battle Royale justru tidak menghadiran mode tersebut saat perilisannya. Namun baru-baru ini muncul sebuah rumor yang menjelaskan bahwa mode Battle Royalenya akan rilis beberapa bulan setelah perilisan sebagai game free-to-play. Hal ini juga mengingat bahwa Activision selaku publisher sendiri terkenal akan Microtransactionnya yang cukup ‘kencang’, agaknya aneh jika mereka melewatkan momen Battle Royale yang masih populer hingga saat ini.
Kinipun tren Battle Royale sendiri tengah dihadapi gempuran tren Auto Chess yang muncul dari sebuah mod di Dota 2. Dan Kepopuleran Auto Chess sendiri dengan cepat membuat berbagai developer seperti Tencent dan Valve membuat game Auto Chess nya sendiri. Di SEA pun, terutama di Indonesia, game Auto Chess tengah gencar-gencarnya dimainkan dan dipromosikan.
Tidak hanya Auto Chess, genre MOBA yang sudah muncul lebih lama dari Battle Royale sendiri masih cukup ramai dan diminati. Setidaknya di Indonesia, Mobile Legends dan Arena of Valor masih cukup ramai dimainkan dan tentunya bisa kamu lihat di berbagai tongkrongan. Sehingga selain berhadapan dengan Auto Chess, Battle Royale juga akan bersaing dengan MOBA yang juga masih kuat.
Genre Battle Royale, Auto Chess, maupun MOBA sebagai game online kompetitif, sejatinya memiliki satu premis permainan yang dilakukan secara berulang-ulang. Dimana secara tidak langsung, hal tersebut menuntut para developer untuk terus melakukan update dan menghadirkan konten baru secara berkala, agar para pemainnya tidak cepat bosan dan memutuskan untuk beralih ke game lainnya yang lebih menarik.
PUBG dan Fortnite misalnya, sebagai game Battle Royale yang secara berkala menghadirkan update dan konten dalam jenjang waktu yang tidak berjauhan agar tetap mempertahankan para pemainnya. Berbeda dengan Apex Legends yang akan menghadirkan update besar hanya pada saat pergantian Season, diselingi dengan update-update kecil. Hal tersebut dilakukan oleh Respawn karena mereka ingin mengedepankan kualitas bermain serta kesejahteraan para karyawannya.
Untuk menjawab pertanyaan yang juga sekaligus menjadi judul artikel opini ini, penulis hanya bisa memprediksikan bahwa setidaknya genre Battle Royale akan terus bertahan setidaknya sampai 10 tahun kedepan, namun mungkin tidak akan sepopuler seperti dua tahun belakangan ini, well, setidaknya diluar Indonesia. Karena Tencent sendiri nampaknya masih cukup ngegas untuk PUBG Mobile yang sangat sukses di SEA terutama Indonesia.
Tulisan yang agak random ini tidak dimaksudkan untuk menjatuhkan game-game Battle Royale. Namun yang ditakutkan dari tren seperti ini adalah semakin berkembangnya budaya ‘copy paste’, dimana banyak developer ingin menghasilkan uang dengan cepat melalui formula milik developer lain yang gamenya sukses, dalam hal ini mengikuti formula PUBG dan Fortnite, kemudian sekedar mengemasnya dengan tampilan yang berbeda.
Apex Legends sendiri merupakan satu game yang cukup berhasil menghadirkan permainan Battle Royale yang bisa dikatakan cukup segar, dimana mereka menggabungkan elemen permainan Overwatch; karakter dengan kemampuan uniknya masing-masing, dan memiliki fokus pada komposisi dan kerjasama tim. Sehingga barbar sendirian seringkali bukanlah ide yang bagus dalam Apex Legends, kecuali jika kamu memiliki skill seperti mamang Shroud.
Satu game Battle Royale menarik lainnya yang ingin penulis sebutkan disini adalah Darwin Project, sebuah game Battle Royale free-to-play dengan premis permainan layaknya film The Hunger Games. Walau hanya pertandingan 10 orang, selain bermain layaknya game Battle Royale pada umumya, kita juga bisa menjadi spectator untuk mendukung atau menjadi sponsor bagi pemain yang sedang bertanding, agar pemain yang kita dukung tersebut mendapatkan keuntungan dalam pertandingan. Namun sayang, game ini sendiri cukup underrated, padahal game-game dengan premis dan twist seperti inilah yang diharapkan untuk kemajuan industri video game, tidak sekedar copy paste dari formula yang sudah ada.
Akhir kata, penulis sendiri ingin menutup bacotan ini dengan berharap yang terbaik untuk game Battle Royale dan industri video game secara umum kedepannya. Nah, kira-kira bagaimana pendapatmu tentang tren Battle Royale ini brott? Apakah kamu setuju bahwa Battle Royale sudah semakin membosankan dan segera mati, atau justru akan tetap kuat bertahan sampai bertahun-tahun yang akan datang? Yuk, langsung aja share pendapatmu di kolom komentar.
Baca juga informasi menarik lainnya terkait game Battle Royale atau artikel keren lainnya dari Andy Julianto.