Sarankan Bayar Lisensi untuk Game yang Dilivestream, Eksekutif Google Dihujat

Stadia Man Header 3
Eksekutif Google miliki pandangan lain untuk game yang akan dilivestreamkan.

Livestream video game menjadi inovasi baru bagi para konten kreator dan influencer di masa lampau, namun menjadi sesuatu yang sangat umum di masa kini. Melalui media tersebut, banyak orang ikut membantu developer dan publisher untuk promosikan game. Sementara di sisi lain mereka bisa mendapatkan keuntungan demi memenuhi kondisi finansial mereka.

Konten video game umumnya bebas ditunjukkan di beberapa media livestreaming seperti YouTube maupun Twitch untuk mendapatkan keuntungan. Livestreamer tak perlu khawatir akan musik atau konten lain yang akan menjadi masalah di masa datang.

Hal ini karena lisensi maupun hak cipta yang ada merupakan sebuah konten free-royalty dan masuk dalam fair use. Simplenya, livestreamer tak perlu membayar perusahaan untuk menggunakannya di channel mereka sendiri. Tentunya kecuali musik berlisensi seperti yang dimiliki Pro Evolution Soccer maupun game sejenis.

Namun sepertinya kondisi yang telah berjalan selama bertahun-tahun tersebut, tak sejalan dengan pemikiran salah satu Eksekutif Google berikut.

Alex Hutchinson, Creative Director layanan cloud gaming Google Stadia baru-baru ini membagikan pikirannya tentang aturan livestream video game. Dalam cuitan Twitternya, Hutchinson mengatakan bahwa sudah seharusnya streamer membayar lisensi maupun royalti pada developer maupun publisher untuk game yang akan mereka livestreamkan.

Cuitan tersebut merupakan tanggapan Hutchinson akan kasus banyaknya penarikan video karena musik yang diputar oleh livestreamer di Twitch. Ia kemudian menghubungkannya dengan video game yang harusnya mendapatkan perlakuan yang sama dengan musik.

Sama seperti musisi yang dapatkan keuntungan untuk setiap musik yang dimainkan di Spotify maupun Apple Music. Hutchinson percaya bahwa player harus membayar lisensi pada developer maupun publisher, untuk setiap konten yang mereka gunakan demi dapatkan keuntungan darinya.

Cuitan Hutchinson sontak dapatkan respon yang menarik dari warganet. Beberapa setuju dengan Hutchinson, namun tak sedikit pula yang kontra dengannya. Menariknya, banyak juga yang menertawakannya dengan candaan.

Streamer, influencer, sekaligus konten kreator DANTDM menanggapinya dengan cukup serius. Ia mengatakan bahwa tak semua game bisa dipublikasikan via marketing dan hanya bekerja pada influencer. Eksposur dari streamer dan YouTuber hanya dengan memainkan gamenya juga memotong anggaran marketing developer maupun publisher dalam jumlah yang sangat banyak.

Buat kamu yang pengen topup Google Play, Steam Wallet, PlayStation Network, ataupun Nintendo eShop yang paling murah dan terjamin, coba cek RRQ TopUp ya! Jangan lupa juga, gunakan kode voucher “GAMEBROTT” di RRQ TopUp untuk dapet potongan harga spesial buat kamu.

Sementara seorang user bernama @ApollosMission menjelaskan bagaimana perkembangan sebuah video game jika streamer yang memainkannya. Ia memberikan sebuah contoh simple dengan Among Us yang mendadak meroket popularitasnya berkat banyaknya streamer yang memainkannya akhir-akhir ini. Ia juga menyarankan para publisher dan developer untuk membayar streamer.

Jurnalis investigasi Jason Schreier menanggapinya dengan menjelaskan bahwa jika hal tersebut dilakukan, maka tak seorangpun dalam studio video game dapatkan keuntungan darinya. Lebih detil Schreier menjelaskan bahwa pada umumnya developer tak dapatkan royalti dari praktik tersebut karena semuanya akan masuk ke kantong para eksekutif.

Menanggapi hal tersebut, Google akhirnya angkat bicara. Berbicara pada 9to5google salah satu wakil perusahaan teknologi terbesar di dunia tersebut mengatakan bahwa pernyataan Hutchinson tak ada hubungannya dengan Stadia, Google, maupun YouTube. Benar saja, Hutchinson langsung mengupdate profil Twitternya dengan tambahan, “semua pendapat yang dicuitkan adalah pendapat pribadi”.

https://twitter.com/Fwiz/status/1319378835125628928

Sementara Ryan Wyatt, Lead YouTube untuk konten gaming menjelaskan bahwa livestream merupakan simbiosis yang sangat baik antara kreator, publisher, dan user untuk dapatkan keuntungan yang sama.

Devolver Digital sendiri menanggapi pernyataan Hutchinson dengan cukup konyol. Mereka langsung cuitkan sarkasme bahwa game milik mereka bebas untuk dijadikan konten termasuk livestream tanpa dipungut biaya sepeserpun.


Baca lebih lanjut tentang Google atau artikel video game Jepang dan non-mainstream lain dari Ayyadana Akbar.

For japanese games, jrpg, shooter games, game review, and press release, please contact me at: author@gamebrott.com

Exit mobile version