Siapa Sebenarnya Tom Clancy, dan Apa Kontribusinya dalam Industri Game?

tom clancy

Gamer sekarang khususnya yang menggemari game dari Ubisoft mungkin tak asing dengan nama Tom Clancy. Nama tersebut hadir dalam 50 lebih game dari publisher asal Prancis ini yang dimana Rainbow Six, Ghost Recon dan Splinter Cell menjadi seri terpopuler yang menggunakan brand tersebut. Meskipun begitu dikenali namanya, pertanyaan akan “siapa itu Tom Clancy?” menjadi satu dari 600 pertanyaan yang paling sering ditanyakan di Google. Hal ini membuktikan bahwa orang masih banyak yang tak tahu siapa orang dibalik nama tersebut, bagaimana namanya bisa dipakai di puluhan game, dan apakah dia memang terlibat di masing-masing game tersebut?

Siapa sebenarnya Tom Clancy?

Apakah Tom Clancy seorang developer layaknya Brendan “PlayerUnknown” Greene yang begitu bangga dengan karya gamenya hingga menaruh namanya di depan judul game? Tidak sama sekali. Dia adalah seorang penulis 26 novel blockbuster yang telah berhasil menjual 100 juta kopi buku sepanjang hidupnya. Seluruh novel yang dia buat memiliki satu ciri khas, semuanya bertemakan militer dan penuh dengan detil teknis yang mendalam akan hal militer.

Novel pertamanya berjudul “The Hunt for Red October” yang dirilis pada 1984 silam. Novel pertama ini dulunya ditulis sebagai kerja sampingannya yang saat itu masih berkerja sebagai agensi asuransi, namun karena penjualannya yang begitu tinggi, Tom Clancy beralih menjadi penulis novel sebagai perkerjaan tetapnya.

The Hunt for Red October begitu sukses, studio kecil Oxford Digital Enterprise ltd. mengadaptasi buku tersebut menjadi game dengan judul yang sama. Game dirilis pada tahun 1987 dan menjadi game “Tom Clancy” pertama namun sang penulis belum terlibat dalam pembuatan game dan belum menaruh namanya didalam judul game. Pada tahun 1998, Micropose ikut mengadaptasi karya dari Tom Clancy, mereka mentranslasikan isi buku dari Red Storm Rising menjadi video game submarine dengan judul yang sama. Bersamaan dengan kehadiran game adaptasi tersebut, Tom Clancy tertarik untuk terjun ke dunia game dan membentuk sebuah studio game bernama Red Storm Entertainment.

Politika menjadi game pertama dari studio ini, namun nama Tom Clancy dalam industri game baru naik daun setelah perilisan dari Rainbow Six, game First-Person Shooter tactical yang jauh berbeda dengan game FPS lain yang dirilis di tera 90-an yang dominan miliki gameplay cepat dan terkesan arcade. Tom Clancy tak sepenuhnya bisa dikatakan terlibat dalam pembuatan game sebagai developer, namun menurut Brian Upton, desainer dari game tersebut, beliau menjadi supervisor yang mengisi sesi brainstorm ide, memberikan para desainer ide akan elemen-elemen militer apa yang dapat ditambahkan ke dalam game lewat pengetahuannya akan bidang tersebut berserta kontak-kontak militer yang juga dapat memberikan ide kepada mereka. Tom Clancy tak hanya ingin Rainbow Six menjadi game yang begitu taktikal dan realistis, tetapi juga sesuai dengan buku yang dia tulis dengan judul yang sama.

Rainbow Six dirilis pada tahun 1998 dan dapatkan respon yang sangat positif dari kritikus dan juga gamer. Rainbow Six mungkin bukan game pertama yang bawa unsur realistik dan taktikal, namun game tersebut berhasil merevolusi dan membawa genre FPS tactical semacam ini menjadi mainstream disaat game FPS sedang dikuasai oleh tema scifi seperti Doom, Half Life, Quake dan lain-lain.

Rainbow Six menjadi salah satu game yang perlihatkan kompleksitas yang dapat diberikan video game sebagai media hiburan lewat elemen keputusan dan konsekuensi yang dapat terjadi di video game. Melihat semua karakter hanya miliki satu nyawa dan dapat mati dalam satu hit, keputusan pemain akan tiap gerakan dan strateginya sangatlah krusial. Maka dari itu pemain dipaksa untuk habiskan 80% waktu bermain mereka mempersiapkan strategi briefing ketimbang terjun ke aksi apabila mereka tak mau karakter kesayangan hilang. Realisme seperti ini jarang diambil developer dan hanya game ini berserta XCOM yang saat itu berani membawa mekanik permadeath ini menjadi sesuatu yang membuat game lebih kompleks dari game-game lain dengan genre yang sama.

Perilisan Rainbow Six seakan menunjukkan developer lain apabila masih ada tempat untuk game realistik seperti ini di era dimana FPS dipenuhi oleh Doom-clone. Pada awal tahun 2000-an, jumlah game dengan tema militer realistik seperti ini mulai bertambah pesat dengan game seperti Operation Flashpoint, IGI, Delta Force, SWAT, dan lain-lain.

Era Ubisoft

Kesuksesan Rainbow Six menghasilkan beberapa sekuel dirilis selama dua tahun kedepannya, penjualan dari franchise ini semata pada dasarnya dapat mempertahankan studio Red Storm Entertainment tetap independen, namun pada tahun 2000, Ubisoft memutuskan untuk akuisisi studio tersebut. Pada tahun 2001, studio ini merilis Ghost Recon, game yang bukan adaptasi dari novel apapun yang ditulis oleh Tom Clancy namun tetap dipasang namanya mungkin dikarenakan dia yang menemukan studio tersebut. Peran Tom Clancy pada game ini hingga saat ini masih dipertanyakan, namun gameplay dan mekanik yang ada di game tersebut tergolong sangat taktikal dan realistis, bisa diperkirakan bahwa game mengambil inspirasi dari Tom Clancy tanpa keterlibatannya secara langsung.

Seiring berjalannya waktu, keterlibatan Clancy dalam studio ini semakin menghilang dan studionya rilis perlahan semakin tidak serealistis dan seserius era Rainbow Six. Splinter Cell – game stealth yang dirilis pada 2002 menjadi awal dari era baru Clancy-verse. Game tersebut jauh dari konsep realistis yang ditawarkan pada game-game Red Storm Entertainment sebelumnya, namun masih memiliki elemen espionage yang ada pada buku-buku dari Tom Clancy. Tom Clancy sempat mengkomentari keberadaan kacamata google ikonik dari Sam Fisher karena dipandang tidak realistik, namun Ubisoft terlihat abaikan hal tersebut untuk memberikan aksesbilitas yang lebih mudah kepada game. Meskipun tergolong menyimpang dari game-game Clancy-verse sebelumnya, hal ini tidak memberikan reputasi buruk apapun kepada nama Tom Clancy, yang ada malah namanya semakin populer dengan game-game seperti ini. Kini ketika melihat nama Tom Clancy, gamer saat itu tak hanya sekedar berekspektasi game simulation militer hardcore semata, tetapi game action-espionage dengan potensi akan miliki kualitas bagus.

Pada tahun 2008, Ubisoft mengambil satu langkah lagi akan franchise Clancy-verse ini, mereka membeli secara penuh nama dari penulis tersebut. Mereka tidak lagi melisensi nama yang telah mereka pakai pada belasan game yang dirilis oleh Red Storm Entertainment dan studio Ubisoft lainnya, tetapi sepenuhnya membeli hak nama dari Tom Clancy. Hal ini berarti mereka bebas memakai namanya pada media apapun tanpa restriksi apapun dan pemberian royalti.

Pada saat inilah Tom Clancy tidak lagi terlibat sama sekali akan game yang memakai namanya, game-game terbaru Clancy-verse tidak lagi dibuat akurat dengan buku yang dia tulis dan terkesan lebih fiksi dari sebelumnya. Mekanik game pun semakin dipermudah dan tak lagi se-hardcore game-game Tom Clancy sebelumnya. Ubisoft kini bebas ingin membuat game apapun yang mereka mau dan menaruh namanya di judul game karena nama Tom Clancy kini lebih menjadi label marketting semata dari yang sebelumnya untuk menunjukkan keterlibatan Tom Clancy kedalam game tersebut.

Menjadi sesuatu yang wajar untuk kecewa melihat game-game Tom Clancy sekarang tidak lagi memegang akurasi, realisme dan kesulitan gameplay layaknya game-game dulu, tetapi pengaruh dari Tom Clancy masih terasa melihat game-game yang dirilis dengan brand ini masih miliki kesan khas yang dimiliki dari Clancy-verse sebelumnya mulai dari beberapa segi mekanik gameplay yang tetap butuh adaptasi serta motif politik dan militer yang dibawa dalam tiap game.

Kontribusi Clancy kepada Industri Game

Tom Clancy bisa disebut sebagai Tolkien atau Ridley Scott untuk video game militer saat ini. Industri game mulai tertarik akan game bertema militer setelah Tom Clancy membentuk Red Storm Entertainment. Seluruh game militer sepanjang tahun 90 hingga awal tahun 2000 selalu dipandang sebagai game Tom Clancy. Bisa dibilang Tom Clancy menjadi inspirasi tersendiri akan bagaimana cara membuat game bertema militer khususnya genre shooter layaknya bagaimana developer mengambil banyak inspirasi dari J.R.R Tolkien saat membangun dunia game fantasi atau Ridley Scott dalam membangun dunia scifi atau cyberpunk.

Kamu dapat mengambil salah satu buku dari Tom Clancy dan kemungkinan sebagian cerita dari buku tersebut pernah kamu lihat di video game bertema militer yang pernah kamu mainkan khususnya The Hunt for Red October, Rainbow Six dan Red Storm Rising. Tom Clancy memberikan source material untuk game-game militer yang ada saat ini lewat naratif yang menarik dan penjelasan akan dunia militer yang dibawa dengan detil dan akurat. Studio yang dia bentuk juga memberikan inspirasi kepada developer lain apabila realisme, akurasi akan dunia nyata, dan gameplay taktikal dapat dibangun menjadi sesuatu yang menyenangkan untuk dimainkan apabila dieksekusi dengan baik.

Tanpa beliau, kita takkan pernah dapatkan franchise ikonik seperti Splinter Cell, Ghost Recon, Rainbow Six dan Clancy-verse lainnya yang selalu memperpadukan fiksi, politik, dan militer dalam satu game. Namun yang lebih penting adalah tanpa beliau, mungkin industri game takkan pernah berani untuk bereksperimen dengan tema militer, membuat pasar game khususnya untuk genre shooter selamanya terjebak dengan tiruan Doom atau Half Life.

Tom Clancy meninggal pada 1 Oktober 2013, hampir 5 tahun setelah artikel ini dirilis. Namun namanya akan selalu diwariskan untuk setiap game bertema militer yang ada pada saat ini dan juga kedepannya. Beliau mungkin bukan seorang developer game, namun kontribusinya kepada genre militer lewat buku yang dia tulis atau pun dari game-game yang dirilis oleh studio yang dia dirikan menjadi sesuatu yang tak dapat diabaikan sama sekali.

Exit mobile version