Mencoba bertahan hidup di tengah hutan belantara seolah-olah menjadi latar yang paling umum digunakan jika berbicara soal video game bergenre survival. Sedikit di antaranya mencoba lakukan hal yang berbeda untuk berikan pengalaman yang lebih unik dan segar, seperti game indie Subnautica misalnya, dimana mengangkat skenario bagaimana jika kita terdampar sendirian di sebuah planet asing.
Game garapan developer Unknown Entertainments tersebut pertama kali masuk Early Access pada tahun 2014 dengan kualitas yang bisa dibilang jauh dari kata bagus. Namun seiring berjalannya waktu hingga perilisannya di tahun 2018 silam, game yang mengusung eksplorasi lautan dalam di planet asing tersebut sukses menjadi salah satu game survival terbaik saat ini.
Secara singkat, Subnautica membawamu terdampar di tengah lautan di sebuah planet asing setelah kapal koloni yang kamu tinggali tertembak jatuh. Minimnya daratan membuatmu harus bertahan hidup dengan memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia di dalam lautan. Kamu harus menjelajah untuk menemukan cara untuk pulang, Dan semakin jauh kamu menjelajah, semakin berbahaya juga ancaman yang harus kamu hadapi.
Sekilas memang terdengar seperti game survival generik dengan twist lingkungan yang berbeda saja, namun satu hal yang spesial adalah bagaimana tim developer mengemas aspek teror dalam Subnautica hingga memicu respon psikologis maupun emosional terkait ketakutan terdalam umat manusia.
Tulisan ini mungkin mengandung spoiler, disarankan untuk memainkan gamenya terlebih dahulu untuk pengalaman yang lebih maksimal.
***
Konsep “takut akan ketidaktahuan”
Mengutip perkataan Howard Phillip Lovecraft — penulis yang juga mempopulerkan genre semesta Lovecraftian;
The oldest and strongest emotion of mankind is fear, and the oldest and strongest kind of fear is fear of the unknown.
—H.P. Lovecraft, Supernatural Horror in Literature (1973)
Jika kamu tidak bisa bahasa enggres, kutipan di atas mudahnya dipahami sebagai; semenjak dahulu kala, perasaan terdalam umat manusia adalah ketakutan, dan ketakutan terdalam umat manusia adalah takut akan ketidaktahuan. Konsep tersebut menjadi ide pokok utama dalam karya-karya H.P. Lovecraft.
Secara garis besar, karateristik dalam game-game ataupun medium hiburan lainnya dengan tema Lovecraftian adalah hadirnya entitas yang tidak pernah kita temui di dunia nyata, serta fenomena misterius yang tidak masuk logika dunia kita. Genre satu ini juga sering disama artikan dengan cosmic horror, dimana menyatukan elemen-elemen seperti mahluk luar angkasa atau dimensi lain, pengetahuan terlarang, agama dan kepercayaan, takdir, teror, kegilaan, serta dibalut dalam nuansa atmosfir yang suram.
Walau memang dikutip dari karya fiksi, secara psikologis takut akan ketidaktahuan sejatinya kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Sebuah penelitian mendefinisikan takut akan ketidaktahuan sebagai tendensi seseorang merasa takut ketika menghadapi suatu situasi yang sulit diprediksi bagaimana outcome-nya. Tendensi tersebut kemudian menciptakan rasa takut, kecemasan mendalam, panik, fobia, bahkan bisa mempengaruhi kesehatan tubuh dan mentalitas.
Salah satu contoh yang sekiranya umum ditemui adalah ketika seseorang diminta untuk berpidato namun tidak pandai berbicara di depan umum misalnya. Tentu muncul kecemasan seperti takut salah bicara atau terlalu memikirkan bagaimana audiens akan merespon.
Kembali berbicara soal Subnautica, secara visual game bertahan hidup di lautan dalam ini agaknya memang kurang bisa disebut sebagai Lovecraftian, selain beberapa desain mahluk menyeramkan yang ada di dalamnya. Walau demikian, jelas terlihat bahwa esensi dari takut akan ketidaktahuan menjadi salah satu aspek teror utama yang layak membuat Subnautica disebut sebagai game survival yang lebih horor dari game horor.
Tidak sekadar horor, tapi juga teror
Sebelum lebih lanjut, mari sekilas kita bedakan antara horor dan teror. Mudahnya, horor dipahami sebagai reaksi atas suatu fenomena yang menyeramkan, sedangkan teror adalah pikiran atau rasa ngeri dalam mengantisipasi suatu fenomena yang tidak diketahui namun diekspektasikan akan sangat mengerikan.
Tidak sedikit game horor yang memanfaatkan konsep takut akan ketidaktahuan dan aspek teror hanya secara sekilas atau berulang-ulang, sehingga pemainnya sendiri bisa dibilang dengan cepat beradaptasi di dalamnya. Dalam Subnautica, terdapat beberapa elemen permainan yang membuat kita terus-terusan merasakan teror di sepanjang permainan; minimnya perabotan untuk melawan, jarak pandang yang terbatas, kesendirian, atmosfir yang melingkupi dunianya dan yang paling mempesona bagi saya, desain suara yang dihadirkan di dalam gamenya.
Banyak game horor yang cenderung mendorongmu untuk berani mengalahkan berbagai musuh, hantu ataupun monster yang memburumu. Dalam Subnautica, kita tidak benar-benar diberikan kemampuan atau perlengkapan untuk melawan. Kamu bisa membuat pisau untuk memburu ikan kecil atau memotong tumbuhan laut, namun membutuhkan waktu lama tentunya jika kamu mencoba menghajar ikan atau mahluk yang lebih besar. Hal ini tentunya memaksamu untuk melarikan diri atau mencari jalan lain dan pintar-pintar melakukan manuver bila ingin menjelajah ke suatu area yang terdapat mahluk-mahluk berbahaya di sekitarnya.
Saat matahari bersinar, kamu tentu masih bisa memandang dengan jelas walau objek di kejauhan terlihat samar. Tiba malam, kamu benar-benar dibuat tidak mampu melihat bahkan dalam jarak dekat sekalipun. Senter bisa jadi alat pendukung, namun percayalah bahwa menyinari kegelapan di dalam lautan benar-benar terasa mengerikan. Minimnya jarak pandang ini turut menambah aspek teror bagi pemain ketika melihat suatu mahluk besar yang samar di kejauhan, maupun ketika malam dimana kamu akan melihat cahaya-cahaya misterius yang kamu tidak tahu apakah itu tumbuhan atau mahluk yang berbahaya.
Seperti yang telah dijelaskan sekilas sebelumnya, kamu perlu mencari jalan keluar dari planet tersebut. Salah satu caranya adalah mencoba berkomunikasi dengan penyintas lainnya. Setiap beberapa jam sekali (waktu in-game) kamu akan mendapatkan pesan lewat radio beserta lokasi sinyal radio tersebut berasal. Mungkin kamu merasa lega karena ada NPC lain yang mungkin bisa kita temui. Namun seiring kamu mengikuti jejak mereka yang tak kunjung berjumpa, pada akhirnya kamu akan menyadari bahwa pesan-pesan radio tersebut hanyalah sebuah ilusi ataupun distraksi semata yang disematkan sebagai bagian dari aspek teror. Dan saat reality kick in, kamu semakin tersadar bahwa kamu adalah satu-satunya manusia yang bertahan hidup di planet asing tersebut.
Kita mengetahui tampak isi lautan sebagaimana diperlihatkan seperti pada acara-acara dokumenter; penuh dengan hewan lautan dan tumbuhan karam yang terlihat menawan, kemudian sesekali memperlihatkan hiu sebagai salah satu ancaman terbesar di dalamnya. Namun disaat bersamaan, kita tidak pernah benar-benar mengetahui akan bagaimana rasanya berada langsung di dalam lautan. Subnautica mencoba hadirkan sentimen tersebut dengan membawa kita ke dunia yang terlihat begitu indah dan penuh kedamaian, namun disaat bersamaan terasa penuh dengan ancaman yang mengintai.
Saat pertama kali memulai permainan, kamu akan ditempatkan di lautan dangkal dengan segala flora dan faunanya yang terlihat begitu indah. Semakin kamu menjelajah, kamu akan mendapati berbagai bioma berbeda yang miliki atmosfir keindahan dan kengeriannya masing-masing. Lautan dangkal seperti tempatmu memulai permainan tentu pancarkan kesan yang aman, sedangkan lautan dalam yang gelap dimana sinar matahari tak sampai tentu akan berikan kesan yang mengancam. Walau demikian, game ini kerap berikan false sense of securities, dimana bioma di yang terlihat tenang dan sunyi bisa saja menyimpan suatu bahaya yang tak pernah kita kira.
Satu hal yang membuat saya jatuh cinta Subnautica adalah desain dan efek suara yang membuat atmosfir kehidupan di dalam gamenya benar-benar semakin terasa indah dan ngerinya. Beberapa suara di antaranya dihasilkan oleh mahluk-mahluk besar yang bisa kamu dengar kejauhan. Namun secara umum, keseluruhan suara yang ada didesain sedemikian mungkin sehingga kita benar-benar terasa berada di dalam laut. Salah satu momen mengerikan yang saya ingat hingga sekarang adalah ketika soundtrack tiba-tiba terhenti saat saya menjelajah suatu bioma yang begitu sunyi dan tenang, kemudian terdengar auman yang begitu mengerikan dan tiba-tiba muncul mahluk besar yang berenang tidak jauh dari samping saya.
Suara-suara dalam Subnautica mengingatkan saya akan suara Muto dari film Godzilla (2014) yang juga turut membuat saya terpesona (akan suaranya). Sebagai contoh, kamu bisa cek Soundcloud di bawah ini untuk mendengarkan beberapa suara mahluk dari Subnautica. Gunakan headphone untuk pengalaman yang lebih spesial.
Sulit rasanya menjelaskan aspek teror Subnautica dalam sebuah tulisan. Namun nampaknya cuplikan pendek dari YouTuber JackSepticEye satu ini mungkin bisa sedikit berikan gambaran akan ngerinya dunia Subnautica.
Jika menurutmu video di atas terkesan biasa saja atau terlalu lebay, maka saya sarankan untuk mencobanya gamenya langsung dengan versi Subnautica yang sudah dipoles menjadi jauh lebih ‘indah’.
Sejatinya, misteriusnya lautan yang disajikan dalam game Subnautica tidak berbeda jauh dengan lautan di bumi kita sendiri. Sampa saat ini, umat manusia hanya telah menjelajahi 5% isi lautan. Keterbatasan teknologi dan kondisi alam yang terus berubah membuat kita sulit untuk mengetahui apa yang ada di lautan dalam sana. Sehingga walau Subnautica menghadirkan lautan fiksi, aspek teror ataupun konsep takut akan ketidaktahuan tetap berlaku untuk lautan kita di dunia ini.
Akhir kata akhir cerita, analisis (tidak jelas) ini hanya semata-mata kekaguman saya bagaimana sebuah game survival yang tidak dibuat dengan mindset bukan horor mampu memberikan teror yang lebih mengerikan dibandingkan game horor pada umumnya. Jika kamu tertarik, game ini dijual di Steam dengan harga Rp 139.000 saja, dan saya jamin kamu akan mendapatkan pengalaman bermain jauh lebih menarik daripada kebanyakan game AAA zaman now. Atau jika kamu punya PS4, Subnautica juga merupakan bagian dari kampanye Play At Home milik Sony yang bisa kamu unduh secara cuma-cuma tanpa PlayStation Plus.
Jika bisa memutar waktu kembali, salah satu hal yang ingin saya lakukan tentu merasakan Subnautica untuk pertama kalinya. Dan saya yakin pemain lain pun setuju akan sentimen satu ini.
Baca juga informasi menarik lainnya terkait game Subnautica atau artikel keren lainnya dari Andy Julianto. For further information and other inquiries, you can contact us via author@gamebrott.com