Populernya medium streaming secara online selama satu dekade terakhir ini bisa dibilang merubah laju industri hiburan. Yang sebelumnya didominasi oleh televisi, kini perlahan masyarakat mulai beralih ke medium seperti YouTube, dimana orang-orang bisa memilih sendiri konten yang ingin ditonton, bahkan berkesempatan mendapatkan uang lewat iklan jika mengunggah video buatan sendiri dan ditonton banyak orang
Semenjak saat itu, banyak orang berlomba-lomba menjadi YouTuber dengan menghadirkan konten vlog, gaming, memasak, bernyanyi, edukasi, bahkan konten-konten yang terbilang niche. Setelah itu, muncul juga tren dimana orang mulai membawakan konten yang mereka hadirkan secara live, seperti Twitch misalnya yang mempopulerkan profesi livestreamer, maupun platform Facebook Gaming yang cukup populer di Indonesia.
Namun dalam beberapa tahun terakhir, bermunculan para YouTuber ataupun streamer yang menggunakan sebuah avatar virtual dalam menyajikan konten-kontennya. Ya, mereka adalah Vtuber, streamer di YouTube yang tampil menggunakan wajah ala karakter anime, dan somehow mereka sukses mencuri perhatian banyak orang dan kepopulerannya sendiri semakin meledak dalam satu atau dua tahun terakhir ini.
Jika kamu aktif bermedia sosial, mungkin sering melihat postingan atau kalimat “jatuh ke dalam lubang kelinci Vtuber”, dan mungkin menyadari konten-konten dari suatu Vtuber jadi lebih sering berlewatan di beranda. Nah, walau momen ini sendiri agak terlambat bagi saya, melalui sebuah opini aka bacotan yang dirangkai menyerupai esai ini, mari membahas persoalan lubang kelinci Vtuber yang tengah menjadi perhatian warganet.
Catatan: Saya akan lebih banyak menggunakan contoh dari Vtuber yang berdiri di bawah naungan agensi Hololive sebagai entitas Virtual Youtuber terpopuler saat ini.
Daftar isi
Meledaknya kepopuleran Vtuber
Secara teknis, istilah Vtuber dapat melingkupi semua Youtuber yang menggunakan avatar virtual (2D, 2.5D, 3D atau campur) dalam video-videonya. Jika mengacu pada hal tersebut, maka hadirnya sosok seperti Annoying Orange (2009) dan Ami Yamato (2011) menandakan bahwa eksistensi Vtuber sudah muncul semenjak lebih dari 10 tahun yang lalu.
Walau demikian, istilah Virtual YouTuber sendiri baru digunakan dan dipopulerkan oleh Kizuna Ai lewat A.I.Channel pada tahun 2016. Sang YouTuber yang hadir dengan avatar berciri khas karakter anime 3D dan menggunakan teknologi full body tracking ini kemudian populer di kalangan otaku dan memicu tren industri hiburan baru di Jepang, dimana melahirkan berbagai agensi yang mulai merekrut dan menaungi calon Vtuber berpotensial.
Aktivitas dunia Vtuber bisa dibilang mulai meningkat pesat menjelang akhir tahun 2018, kemudian kepopulerannya mulai meledak secara internasional semenjak tahun 2020. Sebagian besar hal tersebut dikarenakan pandemi COVID-19 yang memaksa kita untuk lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, kemudian Vtuber menjadi salah satu sumber penghiburan bagi banyak orang (red).
Kini di tahun 2021, tren tersebut bahkan kian merambah ke ragam brand hiburan lainnya. Seperti Netflix misalnya, yang belakangan memperkenalkan Vtuber resmi mereka bernama N-ko, dimana sang Vtuber berkarateristik domba tersebut juga menjadi ambasador untuk segala tontonan yang berhubungan dengan anime. Kemudian tim esports Cloud9 yang juga mengemas salah satu streamer mereka — Vienna menjadi sesosok Vtuber berkarateristik naga.
Hal ini mungkin membuat banyak orang awam bertanya-tanya, mengapa banyak orang tiba-tiba jatuh cinta atau terobsesi pada suatu Vtuber. Mengapa gadis-gadis anime yang dibawa hidup menjadi YouTuber atau 2D e-girl bisa lebih populer dari e-girl biasa?
Jatuh ke dalam lubang kelinci
Saya sendiri telah mengikuti perkembangan Vtuber semenjak kemunculan Kizuna AI di tahun 2016 namun masih sekadar tahu menahu saja dan sesekali terhibur dengan konten yang sang AI sajikan. Begitu juga saat kepopuleran Vtuber kembali meningkat di tahun 2019, dimana saya bisa dibilang hanya nongkrong di sekitar lubang kelinci untuk sekadar memahami tren yang sedang berlangsung.
Saya baru tertarik mengintip ke dalam lubang kelinci tersebut pada tahun 2020 berkat kelakuan sekelompok orang dari West Taiwan yang kala itu baper hanya karena Vtuber Hololive Akai Haato dan Kiryu Coco menyebutkan fakta bahwa Taiwan adalah sebuah negara. Naas-nya, kedua Vtuber tersebut mendapatkan sanksi dari terkena suspend untuk beberapa waktu. Sebagai informasi, kala itu saya sendiri masih hanya sekadar menikmati meme ataupun fanart yang bermunculan, serta sesekali menonton ragam clip yang lewat di beranda YouTube atau dari suatu page meme di Facebook.
Perlahan, ketertarikan saya pun semakin menjadi ketika melihat berbagai clip akan Usada Pekora yang mabar Minecraft dengan Moona Hoshinova dari Hololive Indonesia. Ironis tentunya ketika yang memicu keinginan saya untuk mengetahui dunia di dalam lubang kelinci adalah Vtuber dengan karateristik kelinci. Namun naas, saya baru benar-benar tersandung ke dalam lubang kelinci menjelang “kelulusan” Coco di bulan Juni 2021.
Mendengar Coco yang akan pensiun dari Hololive membuat saya tertarik untuk menelusuri latar belakang dan ragam pencapaiannya, dengan tujuan untuk mengetahui mengapa sang Vtuber berkarateristik naga tersebut sangat dicintai banyak fans. Mencoba menonton clip-clip mulai dari acara AsaCoco dan Reddit Meme Review yang Coco buat, somehow saya merambat ke video-video Vtuber lain dan sukses dibuat terhibur dengan kelakuan mereka.
Hingga beberapa hari sebelum Coco graduate, saya mencoba menyaksikan berbagai clip dari event Usaken Festival (sesekali diselingi clip lainnya), dimana secara tidak sadar saya telah menghabiskan waktu dari jam 11 malam hingga jam 4 pagi. Pada titik inilah saya menyadari bahwa saya telah tersandung ke dalam lubang kelinci Vtuber, dan mungkin mulai terobsesi dengan kelakuan para gadis-gadis anime tersebut.
Jatuh ke dalam lubang kelinci adalah sebuah istilah yang berangkat dari cerita Alice’s Adventure in Wonderland, dimana protagonisnya masuk ke dalam lubang kelinci dan menemukan dunia aneh yang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Kini istilah tersebut dipakai untuk menjelaskan sebuah momen dimana seseorang menemukan sesuatu yang benar-benar tak terduga, biasanya dalam konotasi yang positif.
Semenjak saat itu, setiap ada waktu luang saya mencoba menonton clip-clip dari berbagai Vtuber lainnya, mau itu yang berasal dari agensi besar seperti Hololive hingga yang beraktivitas secara independen. Perlahan saya mengenali dan memahami beberapa Vtuber di antaranya, bahkan jatuh hati kepada idol bebek aka Oozora Subaru karena memang saya tertarik akan energi tomboinya. Vtuber lainnya yang juga jadi favorit saya adalah Tsunomaki Watame; sesosok domba penyair sekaligus pemuja ketiak yang kelakuannya bikin fuwa-fuwa, serta Amano Pikamee; seekor kaiju dengan tawa bengeknya yang berbunyi seperti ceret.
Jika kamu menyadari bahwa selama sekitar sebulan belakangan ini laman Facebook Gamebrott ataupun Gamecrott banyak konten bermuatan Vtuber, hampir itu semua adalah ulah saya, hehe.
Jasa para ‘misionaris’ clipper dan penerjemah
Sebelum membahas Vtuber-nya sendiri lebih dalam, mari sejenak berkenalan dengan sekelompok orang yang secara sukarela berperan sebagai ‘misionaris’ dan membuat Vtuber bisa dikenal lebih banyak orang. Ya, mereka adalah clipper. Tanpa jasa mulia mereka, Vtuber mungkin tidak akan mendapat perhatian internasional dan menjadi tren yang berlangsung di Jepang saja.
Clipper merupakan sebutan penonton yang merekam sebuah momen dari suatu livestream, kemudian menjadikannya sebagai sebuah potongan video pendek atau clip. Membuat sebuah clip dari suatu livestream sendiri dipopulerkan lewat Twitch, biasanya momen-momen lucu, yang tak terduga, bahkan yang sedih sekalipun, kemudian membagikannya ke berbagai media sosial. Aktivitas yang dilakukan oleh clipper ini dinilai cukup positif karena secara tidak langsung mereka telah membantu streamer untuk lebih dikenal banyak orang.
Ranah Vtuber pun menjadi salah satu ‘taman bermain’ baru bagi Clipper dalam beberapa tahun belakangan ini. Hanya saja, karena kebanyakan Vtuber yang populer kala itu berasal dari Jepang, para clipper juga berjuang untuk menerjemahkan dan mengerti konteks yang terjadi suatu momen tersebut, biasanya ke bahasa Inggris dalam bentuk subtitle. Hal ini tentu merupakan bentuk dukungan agar sang Vtuber dikenal lebih banyak orang. Kini, jerih payah mereka sebagai ‘misionaris’ tentunya terbayarkan dan tren Vtuber sendiri semakin mendunia.
Berbagai channel clipper pun semakin bermunculan, dimana beberapa di antaranya bahkan hadir untuk menerjemahkan bahasa Jepang ke bahasa yang lebih lokal, seperti bahasa Indonesia misalnya. Hal lain yang menurut saya tidak kalah mengesankan dari kemunculan adalah channel-channel clipper adalah beberapa di antaranya tidak sekadar mengambil momen-momen tertentu dari livestream Vtuber dan menerjemahkannya saja, namun mengemasnya menjadi sebuah animasi kecil-kecilan.
Seperti yang telah saya kemukakan pada poin sebelumnya, saya sendiri termasuk yang mengenal dunia Vtuber lewat clip-clip yang berlewatan di YouTube ataupun Facebook. Sampai saat inipun saya cenderung menonton Vtuber lewat channel clipper untuk mengetahui perkembangannya, terutama konten dari Vtuber negeri sakura karena saya tidak bisa berbahasa Jepang. Tentunya saya tetap subscribe ke Vtuber yang saya idolakan sebagai bentuk dukungan kecil, dan biasanya saya menyetel livestream maupun stream yang telah di-archive sebagai suara untuk mengantar saya tidur. Asalkan bukan konten ASMR karena takutnya saya tidak tertidur namun melakukan ‘aktivitas lainnya’.
Terlepas dari jasa-jasa para clipper yang membantu perkembangan industri Vtuber secara internasional, satu hal yang agaknya perlu jadi perhatian adalah monetisasi terkait clip yang mereka unggah kembali. Sama seperti karya intelektual lainnya, livestream ataupun konten yang diproduksi Vtuber juga dilindungi oleh hak cipta, namun yang saya pahami selama ini adalah Vtuber indie ataupun yang berdiri di bawah agensi memang mengijinkan fans untuk mengunggah kembali cuplikan dari livestream yang bersangkutan asalkan hanya untuk maksud hiburan dan non komersial, serta wajib menyertakan credit sesuai panduan. Ketika clipper memonetisasi clip yang mereka unggah, maka hal tersebut sudah termasuk pelanggaran hak cipta, atau dalam beberapa kasus masih berada dalam area abu-abu atau lebih kompleks daripada sekadar dilihat dari benar dan salahnya saja.
Mantengin stream berjam-jam untuk menemukan momen menarik, merekamnya dan menerjemahkannya, kemudian tak jarang juga di kemas lagi dengan subtitle yang lebih menarik dan mudah di baca. Walau aktivitas melelahkan ini diapresiasi oleh komunitas, sayangnya kata terima kasih tidak bisa dipakai untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Permasalahan ini sebenarnya sudah sering banyak dibicarakan di komunitasnya. Salah satu solusi terbaik agar terhindar dari pelanggaran hak cipta karena monetisasi adalah dengan membuka donasi, seperti lewat Patreon misalnya.
Saya berasumsi bahwa kebanyakan clipper konten Vtuber Jepang bukanlah seseorang yang profesional ataupun native speaker, melainkan fans yang tengah menempuh kuliah sastra Jepang atau iseng sedang belajar secara otodidak. Tak menutup kemungkinan juga terjemahan tersebut datang dari fans Jepang, terutama karena pemilihan kata-kata yang kurang tepat terlepas dari keakuratan konteksnya, mungkin menggunakan alat penerjemah seperti DeepL atau Google Translate.
Lebih dari sekadar gadis anime (berdada besar)
Kembali membahas Vtuber-nya, bagi orang-orang awam atau mereka yang belum terjun ke dalam lubang kelinci, Vtuber mungkin tidak berbeda dengan para streamer yang memanfaatkan tubuh seksinya untuk mendapatkan cuan. Tidak bisa dipungkiri memang banyak Vtuber yang menggunakan desain karakter gadis anime seksi berdada besar untuk avatarnya. Namun saya rasa, industri Vtuber tidak akan bertahan lama jika hanya memonetisasi hasrat engas para wibu saja.
Logika-nya seperti ini; ketika kamu melihat restoran dengan potret ayam geprek yang begitu menggiurkan, kamu mungkin akan tertarik untuk mencicipinya. Namun ketika kamu mencoba dan ternyata tidak enak, apakah kamu akan kembali untuk yang ke dua kalinya? Vtuber juga demikian, desain karakter yang menggoda adalah trik marketing untuk membawamu setidaknya ke depan pintu mereka, atau dalam hal ini adalah channel mereka. Namun jika melihat kepopulerannya sampai saat ini, tentu ada sesuatu yang membuat banyak orang tertarik untuk terus kembali menyaksikan stream para Vtuber tersebut.
Sama seperti streamer pada umumnya, kebanyakan Vtuber juga melakukan streaming bermain video game. Namun bagi saya pribadi, jika hanya tertarik berkat penampilan menggoda dan konten gaming saja, maka seharusnya saya juga terobsesi kepada streamer lokal seperti Kimi Hime dan Sarah Viloid misalnya. Namun yang menurut saya membuat mereka berbeda dengan streamer pada umumnya adalah Vtuber juga berusaha hadirkan konten selain gaming agar channel mereka tidak stagnan.
Berbicara konten gaming sendiri sebenarnya Vtuber sudah unggul dari segi variasi, setidaknya jika dibandingkan dengan kebanyakan streamer di Indonesia yang cenderung memainkan game-game populer saja.
Sebagai contoh, agensi Hololive bisa dibilang secara perlahan memoles semua talent-nya untuk menjadi idol virtual. Sehingga selain gaming, hampir dari mereka semua secara berkala mengeluarkan konten seperti livestreaming karaoke, meng-cover dan merilis lagu original. Kemudian hadir juga produksi anime berupa sketch singkat dimana masing-masing talent-nya mengisi suara karakter Vtuber-nya sendiri. Secara tidak langsung hal tersebut juga melatih mereka untuk menjadi seiyuu atau pengisi suara yang lebih profesional.
Tidak sampai disitu saja, berbagai Vtuber terus mengeluarkan konten-konten dari yang kreatif hingga benar-benar random, misalnya; serial Mamah Moona dimana sang Vtuber bulan tersebut menggelar stream sesi curhat untuk para fans selama bulan ramadan saat sahur, konten Oozora Police dimana Subaru ‘menangkap’ Vtuber berkelakuan kurang seiso aka tidak family friendly, Ookami Mio yang hadirkan collab dimana mencoba ciptakan situasi layaknya berada di sekolah TK bersama Vtuber lain, Airani Iofifteen yang membuat stream meme berpura-pura jadi tamu kondangan, Shirakami Fubuki yang melakukan live commentary akan rekan-rekannya yang bablas ketiduran padahal ada jadwal streaming dan masih banyak lagi.
Hal lainnya yang menurut saya mendorong kepopuleran mereka adalah sifat kontras dan character development dari Vtuber-nya sendiri. Contohnya; Hoshimachi Suisei yang digemari berkat kemampuan bernyanyinya yang spektakuler ternyata juga sangat jago bermain Tetris 99, namun ia juga memiliki kecanduan terhadap gacha dan kerap disebut sebagai psikopat oleh fans ketika ia bermain game yang memiliki unsur kekerasan di dalamnya. Contoh lainnya seperti Pekora yang awalnya mengaku merasa tidak enak ketika mabar dengan Vtuber lain, namun kini memimpin pembangunan di server Minecraft Hololive Jepang bersama Moona dan karyawan Usada Kensetsu lainnya.
Contoh menarik lainnya adalah Shirogane Noel, seorang Vtuber berkarateristik kesatria wanita dengan desain yang bisa dibilang begitu menggoda. Ia dikenal tidak bisa bernyanyi dan bahkan dianggap buta nada terlepas dari suaranya yang berenergi ara-ara. Alternatif-nya, suara penggoyah iman tersebut ia manfaatkan untuk konten ASMR, dimana jumlah penontonnya sendiri tidak kalah ramai. Noel juga dikenal tidak pandai bermain game, namun ia tetap berusaha melakukan yang terbaik dengan bantuan fans, terutama ketika nekat memainkan game seperti Nioh dan Dark Souls. Kegigihannya tersebut tentu membawakan hasil, seperti ketika Noel mencoba terjun ke dalam Dark Souls 3, dimana ia sukses mengalahkan boss pertama — Iudex Gundyr tanpa mati sekalipun.
Berbicara soal kegigihan, tentu saya harus menyebutkan Vtuber lain seperti Amane Kanata — sesosok malaikat dalam masa pelatihan yang menghabiskan waktu 30 jam (lewat 4 stream) hanya untuk mengalahkan Sans dari game Undertale. Kemudian ada juga Takanashi Kiara — burung phoenix pemilik waralaba fiksi KFP yang “menyelamatkan” sekelompok warga NPC di Minecraft dan membangun desa baru bagi mereka, kemudian mengembangkannya menjadi trade center untuk server Minecraft Hololive EN. Tentu masih ada perjuangan-perjuangan tak kalah mengesankan, namun akan terlalu kepanjangan bilaa dibeberkan dalam tulisan ini.
Prasangka akan Vtuber hanyalah streamer berupa orang yang memakai wajah gadis anime berdada besar untuk sekadar mendapatkan cuan dengan cepat sejatinya tidaklah tepat. Well, setidaknya dari beberapa Vtuber yang saya ikuti perkembangannya, konten-konten yang mereka sajikan benar-benar dibuat dengan kerja keras.
Elephant in the room
Satu hal yang sejatinya bisa dibilang cukup kontroversial dari industri Vtuber adalah kesamaannya dengan industri idol, yakni memanfaatkan fantasi dan atau ilusi. Kasarnya, kita hanya mengetahui sebatas dari apa yang disajikan lewat berbagai stream maupun konten-konten para Vtuber tersebut, dan tidak benar-benar tahu bagaimana sosok asli dibalik topeng avatar yang mereka kenakan.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa industri idol di Jepang memanfaatkan ilusi dimana para talent-nya dikemas seolah-olah hadir hanya untuk para fans. Banyak agensi yang bahkan melarang para talent-nya untuk berpacaran atau wajib merahasiakan kehidupan di luar pekerjaannya, demi menanamkan fantasi bahwa idol itu tidak terikat dalam suatu hubungan namun terlihat bisa dijadikan kekasih. Kehaluan tersebut mendorong fans untuk terus mendukung mereka; datang ke konser, membeli merch dan tentu saja offline meeting seperti handshake event yang notabene membuat para fans bisa lebih ter-notice oleh sang idol.
Jika melihat pengaplikasiannya di dalam dunia Vtuber, kita dibuat jatuh cinta kepada ilusinya melalui visual maupun roleplay berdasarkan desain karakternya, ataupun kepribadian dan kelakuan mereka saat livestream berlangsung. Jika ingin ternotice oleh mereka, yakni bisa dengan berlangganan menjadi member atau berdonasi lewat Super Chat. Menjadi clipper maupun penerjemah juga berkesempatan lebih dikenal oleh Vtuber yang mereka clip dari berbagai stream-nya.
Berbicara soal “hadir hanya untuk para fans”, satu hal yang menurut saya cukup menarik dan lucu dari berbagai Vtuber yang saya tonton adalah mereka yang menawarkan girlfriend experience; memiliki tendensi bersikap sedih atau cemburu layaknya seorang pacar, bahkan menjadi yandere, terutama ketika fansnya terang-terangan berkomentar menyukai Vtuber lain. Walau jelas sikap cemburu tersebut adalah candaan dan bentuk fanservice semata, tidak bisa dipungkiri bahwa hal tersebut merupakan bagian dari ilusi yang ampuh dalam membuat fans semakin jatuh cinta kepada mereka.
Secara pribadi, satu hal yang membuat saya terdorong untuk mendukung beberapa Vtuber yang saya ikuti adalah tidak sedikit dari mereka yang memiliki masa lalu yang kelam. Contohnya seperti Subaru yang menceritakan bahwa ia hampir kehilangan nyawa waktu masih balita, Kanata yang mengidap penyakit telinga yang suatu saat bisa tuli tiba-tiba, Aqua Minato yang tumbuh menjadi introvert dan sangat sulit berinteraksi dengan orang lain tanpa cemas dan lain-lain. Rasa belas kasihan pun pasti muncul ketika mendengarkan cerita-cerita menyedihkan tersebut, bahkan membuat fans terdorong untuk berdonasi sebagai bentuk simpati maupun empati. Namun lagi-lagi, kita tidak benar-benar tahu apakah cerita tersebut sungguhan atau dibuat-dibuat sebagai bagian dari ilusi demi memancing rasa iba para fans agar semakin terdorong untuk berdonasi.
Sebuah ilusi tentu suatu saat akan memudar secara peralahan dan menimbulkan sebuah pertanyaan elephant in the room yang pasti pernah lewat di benak para fans Vtuber; “Apakah sosok asli mereka dibalik topeng avatar tersebut juga sama seperti yang diperlihatkan saat stream?” Atau ketika kamu tiba-tiba mengetahui sifat asli mereka yang ternyata tidak seperti yang diekspektasikan, ketika melihat komuk aslinya tidak seimut avatarnya, bahkan ketika mengetahui bahwa sosok asli dibaliknya ternyata sudah punya kekasih, apakah kamu masih akan mendukung mereka dan tetap hidup di dalam ilusi?
Elephant in the room atau gajah di dalam ruangan adalah istilah yang mengacu pada sebuah pertanyaan, permasalahan, situasi ataupun hal-hal kontroversial yang sebenarnya diketahui banyak orang, namun mereka lebih memilih untuk tidak membahasnya.
Dilema tersebut agaknya juga diperburuk dengan kelakuan orang-orang atau non-fans yang muncul tanpa diundang dan penuh percaya diri mengatakan hal-hal semacam; “Vtuber itu cringe” atau “Vtuber dengan visual perempuan seksi dan bersuara imut itu aslinya om-om gendut wibu bau bawang dengan alat bantu voice changer”. Walau saya yakin bahwa orang-orang ini jarang atau bahkan belum pernah menonton stream maupun clip-clip akan suatu Vtuber, tidak bisa dipungkiri bahwa munculnya prasangka tersebut disebabkan karena munculnya potongan-potongan video editan yang belum diketahui kebenarannya, maupun bocoran-bocoran akan informasi sang Vtuber-nya, biasanya hasil ‘menyelam’ maupun doxing yang kemudian tersebar di komunitasnya.
Menurut saya pribadi, Vtuber bervisual gadis namun talent dibaliknya adalah laki-laki jumlahnya sangatlah kecil, mungkin 1 banding 50. Saya sendiri tidak masalah jika memang demikian, asalkan sang Vtuber-nya memberikan semacam disclaimer agar tidak terjadi salah paham, seperti dua mantan Vtuber Tsukishita Kaoru dan Kagami Kira misalnya. Contoh lainnya yang masih aktif dan terang-terangan melakukan hal ini adalah Mimika Morph (red), Vtuber independen berkarateristik gore atau bisa berubah menjadi mahluk mengerikan sebagai keunikannya. Saat artikel ini ditulis, Vtuber dengan visual ala MILF dari dimensi lain tersebut memiliki sekitar 20 ribu subscriber, dimana hal ini agaknya menandakan bahwa ada ragam pasar niche dalam komunitas Vtuber.
Namun saya cukup yakin bahwa Vtuber yang berdiri di bawah naungan suatu agensi hadir sesuai dengan kodratnya. Bayangkan, misalnya di Hololive yang secara berkala merilis konten 3D, collab maupun konser yang memerlukan para talent-nya untuk datang ke studio. Jikalau ada satu om-om gendut wibu bau bawang di antara mereka saat latihan atau rekaman, saya yakin hal tersebut tidak akan berjalan dengan mulus. Yang ada, talent lain tentu akan merasa risih dan mungkin memilih untuk graduate daripada harus joget-joget dengan om-om tersebut. Well, kecuali jika semua sosok asli talent Hololive adalah om-om.
Mengutip kalimat yang diucapkan Irene Adler lewat serial TV Sherlock (2011) agar esai ini sedikit terlihat lebih keren;
Do you know the big problem with a disguise, Mr. Holmes? However hard you try, it’s always a self-portrait
Irene Adler, A Scandal in Belgravia (2012)
Jika kamu tidak bisa bahasa enggres, kutipan di atas pada dasarnya menjelaskan bahwa seberapa keras seseorang berusaha menyamarkan identitasnya, pada akhirnya samaran tersebut adalah bagian dari dirinya sendiri. Dalam hal ini, kepribadian asli dari talent-nya akan tetap melekat terlepas dari seberapa keras usaha mereka melakukan roleplay akan karakteristik Vtuber yang telah mereka desain. Tidak sampai disitu, saya rasa kebanyakan talent Vtuber yang sejauh ini saya ketahui tidak atau kurang memiliki pengalaman sebagai aktor maupun aktris, sehingga akan sangat melelahkan tentunya jika mereka memutuskan untuk mendesain sebuah karakter Vtuber yang terlalu berbeda atau berlawanan dengan kepribadian aslinya.
Walau demikian, saya meyakini bahwa beberapa dari Vtuber yang saya ikuti perkembangannya memiliki kemampuan showmanship, berpengalaman sebagai entertainer atau setidaknya memahami tren yang sedang berlangsung. Seperti para Vtuber Hololive misalnya, banyak rumor bermunculan bahwa hampir semua talent yang masuk ke agensi naungan Cover Corp tersebut pernah berlalu lalang di dalam industri hiburan. Mau itu YouTuber atau streamer dari platform lain, illustrator, cosplayer, utaite, bahkan yang pernah menjadi idol sekalipun. Nah, apakah menurutmu om-om gendut wibu bau bawang yang kesehariannya cuman nonton anime, main game dan jadi keyboard warrior mampu menjadi seorang entertainer?
Jika kamu termasuk yang menganggap bahwa dibalik Vtuber bervisual gadis anime berdada besar ada om-om gendut wibu bau bawang yang mengendalikannya, maka jangan klik kalimat ini.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa sosok dibalik mantan Vtuber Kiryu Coco adalah seorang wanita yang dikenal di internet sebagai ksononair atau Kson. Sebelum memakai topeng sang naga, wanita kelahiran Amerika tersebut juga merupakan seorang cosplayer dan sebelumnya aktif sebagai streamer di platform Niconico (via Tokyo Girls Update). Satu fakta menarik terkait dirinya, Kson sangat mencintai serial game Yakuza dan berharap dapat tampil di dalam game garapan Ryu Ga Gotoku tersebut suatu saat nanti.
Jika mengacu pada persoalan roleplay yang telah dijelaskan sebelumnya, kita bisa menarik benang merah dan melihat bagaimana Kson mendesain karakter Kiryu Coco dari sesuatu yang ia cintai. Selain dari namanya yang diambil langsung dari sang protagonis Yakuza — Kiryu Kazuma, karateristik fisik Coco yang hadir seperti naga pun juga terinspirasi dari tato naga yang dimiliki Kiryu, maupun julukannya sebagai Dragon of Dojima. Bahkan konten-konten 3D milik Coco pun dipenuhi dengan tema Yakuza; seperti senjata api, pisau tanto, bahkan latar tempatnya yang terinspirasi langsung dari suasana gamenya.
Tentu saya tidak bisa menjamin apakah semua Vtuber yang sedang populer saat ini, hadir sesuai dengan kodratnya. Tidak ada solusi terbaik dalam menghadapi persoalan ilusi dalam industri Vtuber ini. Saran yang bisa saya berikan adalah selama kamu terhibur dan memang terdorong untuk mendukung mereka, maka lakukanlah, terlepas dari kenyataan bahwa itu semua adalah ilusi yang suatu saat bisa pudar. Jika kondisi dunia nyata saat ini sendiri jarang memberikan kebahagiaan sejati, kabur sejenak ke dunia ilusi untuk sebuah kebahagiaan absolut walau sesaat bukan ide yang buruk bukan?
Medium berbeda, permasalahan sama
The brightest light casts the darkest shadow.
Jess C. Scott, The Darker Side of Life (2012)
Semua hal yang populer dan dicintai banyak orang entah kenapa selalu memiliki sekelompok oknum yang membencinya atau terlalu terobsesi padanya. Sebagai hiburan yang berangkat dari daya tarik layaknya idol, permasalahan yang dihadapi Vtuber pun bisa dibilang sama terlepas berada di medium atau platform yang berbeda.
Anonimitas merupakan perlindungan utama bagi Vtuber agar tercegah dari hal-hal negatif yang seringkali menimpa idol atau public figure secara umum, salah satunya seperti terus-terusan diikuti penguntit misalnya. Vtuber yang sebagian besar waktunya bisa bekerja dari rumah saja ternyata tak lepas dari kelakuan-kelakuan tidak menyenangkan dari berbagai oknum caper. Bermodalkan informasi kecil yang trivial saja, mereka mampu menebak alamat tempat tinggal sang Vtuber. Alih-alih disimpan untuk kalangan sendiri, informasi tersebut mereka bocorkan ke publik, yang kemudian seringkali memicu tindakan pengusikkan terhadap Vtuber terkait.
Kamu tentu memahami fenomena tersebut sebagai tindakan doxing — membeberkan informasi pribadi milik seseorang tanpa ijin yang bersangkutan, biasanya secara online dan diikuti dengan maksud buruk. Saat artikel ini ditulis, hampir semua talent dari Hololive diklaim sudah terbuka identitas aslinya, begitu juga informasi aktivitas mereka sebelum menjadi Vtuber. Para ‘detektif’ ataupun ‘penyelam’ handal yang menemukan informasi-informasi tersebut bahkan menjadikannya kompilasi video di YouTube secara terang-terangan, bahkan diuangkan lewat iklan. Saking tersebarnya bocoran informasi tersebut, kini melakukan pencarian Google akan suatu Vtuber saja ada kemungkinan akan muncul identitas aslinya.
Satu hal yang menurut saya lucu dari fenomena doxxing kepada Vtuber ini adalah pembelaan para pelaku pembeberan informasi yang menyatakan bahwa mereka hanya mengungkap masa lalu Vtuber bersangkutan berdasarkan informasi yang hadir secara publik dan tidak disertai maksud buruk. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, anonimitas adalah jaminan bagi para Vtuber untuk terhindar dari usikkan suatu oknum tidak bertanggung jawab. Para pelaku pembeberan informasi mungkin tidak bermaksud buruk, namun bagaimana dengan ratusan ribu atau bahkan jutaan orang lain yang mengetahui hal tersebut? Apakah pelaku pembocoran identitas “tanpa maksud buruk” tadi bersedia bertanggung jawab bila ada Vtuber yang terusik kehidupan pribadinya atau bahkan mengalami kondisi yang mengancam nyawa pasca pembeberan informasi?
Well, satu hal positif yang bisa dipetik dari fenomena doxxing tersebut adalah informasi yang terbeberkan mungkin bisa menjadi bukti untuk meyakinkan orang-orang yang masih ragu apakah Vtuber bervisual gadis imut aslinya adalah om-om gendut wibu bau bawang atau cewek tulen.
Mengambil contoh Suzuhara Lulu, Vtuber dari agensi Nijisanji yang lulus sehari sebelum Kiryu Coco. Lewat steam terakhirnya, Lulu menjelaskan bahwa ia memutuskan untuk pensiun dini sebagai Vtuber adalah karena kesehatan mentalnya yang memburuk, terutama akibat kelakuan stalker yang mengirimkannya ancaman pembunuhan. Walau pihak manajemen Nijisanji telah membantu Lulu untuk lapor ke polisi, para stalker tetep bermunculan dan terus mengusik kehidupan pribadinya. Saya sendiri turut sedih karena harus kehilangan salah satu Vtuber yang menyukai game-game dari developer FromSoftware.
Fenomena lain yang juga kerap terjadi adalah “fans” yang saling menjatuhkan suatu usaha yang dilakukan oleh suatu Vtuber. Sebagai contoh, Vtuber Natsuiro Matsuri pernah didiskreditkan oleh beberapa penontonnya saat berpartisipasi dalam turnamen Apex Legends karena dianggap menjadi beban bagi timnya. Menjelang akhir stream, ia meneteskan air mata dan meminta maaf telah mengecewakan, terlepas ia sudah melakukan yang terbaik.
Satu permasalahan lain yang cukup memprihatinkan adalah ketika seseorang begitu jatuh cinta kepada suatu Vtuber dan menganggapnya seperti kekasih sungguhan. Beberapa fans yang kelewat terobsesi ini cenderung lupa bahwa dibalik topeng avatar tersebut ada sosok manusia yang memiliki kehidupan selain sebagai Vtuber. Ya, saya berbicara tentang persoalan suatu Vtuber yang mungkin sudah memiliki kekasih di dunia nyata.
Seperti yang telah dijelaskan pada poin sebelumnya, kebanyakan Vtuber berangkat dari daya tarik yang sama seperti industri idol, yakni memanfaatkan ilusi. Salah satu ilusi yang begitu ditekankan adalah menyembunyikan segala persoalan kehidupan diluar pekerjaannya, dimana tidak hanya untuk anonimitas namun juga untuk memberikan kesan bahwa Vtuber itu available dan tidak terikat dalam suatu hubungan intim. Dan ketika muncul rumor atau bocor informasi akan suatu Vtuber ternyata sudah memiliki kekasih, fans-fans yang terobsesi ini justru marah karena merasa kena NTR atau diselingkuhi, kemudian berakhir meninggalkan sang idola virtual yang selama ini telah mereka dukung.
Tidak bisa dipungkiri memang orang-orang yang halunya udah kelewatan inilah yang bisa dibilang paling banyak berdonasi kepada Vtuber yang mereka cintai. Sang Vtuber sesungguhnya tidak memiliki obligasi untuk memberikan sesuatu suatu hal yang sifatnya lebih dari fanservice, karena donasi sejatinya bersifat sukarela atau tidak mengharapkan imbalan. Namun tak jarang para Vtuber ini juga merasa bersalah bila tak mampu memberikan balasan yang setimpal atau memberikan pengalaman Vtuber yang diekspektasikan para fans, dalam hal ini adalah bersifat layaknya pacar.
Embrace the “haluness”
Terlepas dari itu semua, pada akhirnya Vtuber hanyalah produk industri hiburan dengan inovasi dari sisi kemasannya. Seperti yang dikemukakan sebelumnya, mereka adalah streamer dengan topeng karakter anime sebagai daya tariknya, dimana terbukti cukup sukses dalam menggaet pasar otaku maupun gamer di Jepang, dan secara perlahan merambat ke ranah internasional.
Hal tersebut tentunya didukung dengan bermunculannya Vtuber indipenden atau di bawah naungan agensi yang datang dari luar Jepang ataupun negara-negara selain Asia. Beberapa waktu belakangan ini pun saya menemukan Vtuber dari negara-negara eropa seperti Prancis dan Spanyol, terlepas banyak dari mereka masih berbicara nihongo atau menggunakan deskripsi dan hashtag dalam tulisan Jepang. Mungkin untuk menggaet perhatian wibu di negaranya masing-masing, atau bisa juga karena menjaga kekhasan bahwa wajah karakter anime sangat terikat kuat dengan Jejepangan.
Tren Vtuber sendiri saya prediksikan masih akan terus meningkat selama beberapa tahun ke depan. Namun sama seperti industri hiburan lainnya, keberlangsungan Vtuber juga bergantung pada dinamika dan kemampuan mereka dalam menyajikan hiburan, serta interaksi dengan para fansnya.
Terlepas dari kenyataan bahwa fans hanya dibuat jatuh cinta pada ilusinya, selama fans tetap terhibur dengan konten sang Vtuber sajikan, saya rasa menikmati ilusi atau berhalu sesaat bukanlah masalah, asalkan tidak terlalu terobsesi sampai lupa diri, seperti mendonasikan seluruh tabungannya misalnya. Hal seperti ini sayangnya kerap terjadi di setiap komunitas atau fandom.
Ingin mengutarakan sebuah kalimat yang pernah diucapkan kerabat saya ketika kami mendiskusikan Vtuber sekitar jam 2 pagi:
Hiburan halu lebih baik disikapi dengan halu juga, tapi jangan sampai lupa kembali ke kenyataan.
Kerabat saya (2021)
Salah satu alasan lain saya menyusun tulisan ini adalah sebagai bentuk refleksi ataupun introspeksi akan obsesi saya terhadap Vtuber yang datang secara tiba-tiba. Low-key saya berharap bisa menemukan jalan keluar dari lubang kelinci ini, karena hari-hari ini saya merasa harus selalu mengetahui hal-hal baru apa saja yang terjadi pada beberapa Vtuber yang saya ikuti.
Nah, kira-kira bagaimana menurutmu soal tren Vtuber yang berkembang selama beberapa tahun belakangan ini brott? Apakah kamu setuju dengan hal-hal yang saya kemukakan di atas? Yuk, langsung aja ya share pendapatmu atau keluarkan semua uneg-unegmu di kolom komentar ya!
Baca juga informasi menarik lainnya terkait game Vtuber atau artikel keren lainnya dari Andy Julianto. For further information and other inquiries, you can contact us via author@gamebrott.com